Musim Hujan Molor, Produksi Garam Melorot

Petani memanen garam di sebuah lahan di kawasan Benowo, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (6/8). Untuk tiap kali musim panen, petani mengaku mampu menghasilkan hingga 150 karung dengan berat 50 Kg tiap karung dan dijual ke tengkulak dengan harga Rp 500,-/Kg. ANTARA FOTO/Suryanto/ss/nz/14.

Surabaya, Bhirawa
Produksi garam di Kota Surabaya dari tahun ke tahun dilaporkan mengalami kemrosotan. Musim yang tidak menentu  dikatakan menjadi penyebab utama penurunan produksi ini selain luasan tambak garam yang berkurang. Pada tahun 2016 lalu, produksi garam di Kota Pahlawan tidak sampai pada 1.500 ton.
Sesuai data Pemkot Surabaya menyebutkan bahwa pada tahun 2011 lalu data produksi garam 77.693,78 ton. Tahun 2012 mencapai 140.951,56 ton, dan tahun 2013 menurun yakni 69.666,27 ton.
Sedangkan pada tahun 2014 mengalami kenaikan mencapai 117.600,00 ton. Di tahun 2015 sendiri kembali menurun yakni 86.227,38 ton. Data produksi tersebut terun merosot 1.429,09 ton di tahun 2016.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya Joestamadji, menyatakan kelangkaan garam di Kota Surabaya lebih dikarenakan musim penghujan yang berkepanjangan pada tahun 2016. Dengan begitu Surabaya sendiri tidak bisa produksi.
“Imbas musim hujan tahun lalu itu imbasnya ya tahun ini. Adanya garam di pasaran sulit didapat,” katanya saat dikonfirmasi Bhirawa, Senin (24/7) kemarin.
Menurut dia, Pemkot Surabaya juga memiliki koperasi petambak garam yang tugasnya langsung mengkoordinasikan kepada para petani garam. Koperasi petambak garam tersebut untuk memfasilitasi dan menjualnya ke perusahaan-perusahaan dan juga pengepul.
“Setahu saya di gudang (koperasi garam, red) juga kosong,” terangnya.
Joestamadji mengatakan, saat ini para petani garam di Surabaya sudah melakukan persiapan produksi garam. “Sekarang ini persiapan membuatnya tapi belum jadi. Karena awal membuatnya ini baru seminggu kemarin dan baru jadi dua bulan kedepan,” ujarnya. (geh)

Tags: