Nadiye, Wanita Situbondo yang Berprofesi Sebagai Tukang Pecah Batu

Nadiye, setiap hari rajin menjadi tukang pemecah batu dengan sarana peralatan sederhana di pinggir jalan Desa Kotakan Kecamatan Kota Situbondo. [sawawi]

Selalu Sabar dan Tekun, Meski Satu Pickup hanya Dihargai Rp190 Ribu
Kabupaten Situbondo, Bhirawa
Umumnya untuk pekerja atau buruh kasar dilakukan kaum pria. Namun di tengah panasnya matahari dan deburan debu, ada salah satu sosok wanita tangguh yang juga berpofesi sebagai tenaga buruh kasar, pemecah batu koral di Situbondo. Dia adalah Nadiye, wanita yang sudah berusia 62 tahun masih mampu bekerja layaknya profesi para lelaki.
Siang itu, terik matahari di Desa Kotakan, Kecamatan Kota Situbondo masih menyengat. Dari kejauhan tampak seorang nenek sedang memegang palu diatas tumpukan batu sungai. Dia adalah Nadiye yang sedang memecahkan batu kecil dan besar untuk selanjutnya dirubah menjadi batu koral. Meski harus menguras tenaga, Nadiye tetap tampak tangguh.
Nadiye mengaku, kini usianya sudah memasuki 62 tahun. Dia tinggal seorang diri di Dusun Krajan, Desa Kotakan, Kecamatan Kota Situbondo. Menjalankan usaha memecah batu koral sudah cukup lama ia jalani dan bahkan dikerjakan sendiri tanpa dibantu pekerja lain. Pekerjaan pemeceh batu dia tekuni selama puluhan tahun. “Ya saya harus banting tulang menjadi buruh kasar hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” tuturnya.
Masih kata Nadiye, sebenarnya ia mengaku tenaga yang dimiliki sudah berkurang. Namun, mau melihat kondisi saat ini yang masih berada dalam masa pandemi Covid-19, membuat dia tidak memiliki pilihan pekerjaan yang lain.
“Saongguna tenaga bule pon tak kuat mon alako mecah beto, tape beremma pole tadek se ekalakoa pole (Sebenarnya tenaga saya sudah tidak kuat lagi untuk bekerja sebagai tukang memecah batu. Namun karena saya sudah tua, apa daya tidak ada pekerjaan lain, selain menekuni pekerjaan sebagai tukang pecah batu,” tutur Nadiye dengan bahasa madura.
Nadiye mengaku, penghasilan yang didapat tidak seberapa besar. Dia baru mendapat penghasilan jika batu coral hasil pecahannya itu sudah laku. Setiap harinya belum tentu mendapatkan penghasilan, kalau ada pembeli atau tengkulak, baru bisa mendapatkan penghasikan.
Nadiye mengatakan, harga jual batu coral harganya sebesar 190 ribu dalam satu pikc-up. “Untuk mendapatkan satu pikc-up saja, saya harus bersusah payah mengumpulkan batu coral minimal selama enam hari lamanya,” tutur Nadiye.
Untuk mendapatkan penghasilan yang sesuai dengan harapan, Nadiye harus bersusah payah mengumpulkan batu coral hingga terkumpul satu pikc-up jumlahnya. Nadiye mendapatkan penghasilan sekitar 190 ribu setelah dipotong modal. “Itu saya kerjakan selama lima hari hingga enam hari baru semuanya bisa terkumpul. Pekerjaan ini mau tidak mau saya lakukan setiap hari karena sudah tidak ada pilihan pekerjaan yang lain,” tutur Nadiye.
Disisi lain, Haera, kolega Nadiye yang juga menjadi tukang pemecah batu menimpali bahwa sosok Nadiye dikenal sebagai seorang pekerja wanita yang rajin dan tekun. Terbukti, ulas Haera, tetangganya itu mampu menghimpun uang belanja dari hasil bekerja sebagai pemecah batu.
“Saya bekerja selalu tepat waktu. Setiap pukul 08.00 Wib hingga sore hari rutin bekerja sebagai tukang pemecah batu dipinggir jalan Desa Kotakan,” imbuh Haera yang mengaku baru beberapa tahun bekerja bersama Nadiye.
Haera menerangkan, selama bekerja dengan Nadiye, terkadang dia mengeluh, karena hidup sendirian dan sudah tidak punya siapa-siapa. Dia menjalani hidup hanya seorang diri dan untuk memenuhi kebutuhannya, ia berharap uluran tangan dari tetangga dekatnya yang bisa membantu. “Ya terkadang untuk memenuhi kebutuhan tiap harinya, dia (Nadiye) mendapatkan tambahan bantaun dari para tetangganya,” pungkasnya. [sawawi]

Tags: