Naiknya Harga Bawang Putih, Pemprov Harus Cari Jalur Alternatif Impor

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Meroketnya harga bawang putih di Jatim membuat konsumen dan petani gigit jari. Hal ini pun dibenarkan Dinas Perdagangan adanya kenaikan tersebut setelah melakukan pemantauan di 116 pasar.
Kenaikan komoditas ini pun tak tanggung-tanggung. Harga bawang yang semula Rp28 ribu pada Januari, kini naik menjadi Rp46 ribu per kilogram pada Februari. Artinya, kenaikan bawang putih hampir 100 persen.
Anggota Komisi B DPRD Jatim, Go Tjong Ping membenarkan bahwa bawang putih di Jatim mengalami kelangkaan. Hal ini menyebabkan harga bawang putih terus melambung tinggi.
“Ini karena penyetopan masuknya bawang putih dari Tiongkok. Selain melindungi petani lokal kita, juga untuk melindungi konsumen karena kebutuhan bawang di Indonesia begitu banyaknya,” katanya, Kamis (6/2) kemarin.
Politisi dari Fraksi PDIP ini menyarankan kepada Pemprov Jatim untuk mencari jalur alternatif agar ketersediaan bawang putih tetap terpenuhi. “Bawang putih dari Thailand, Vietnam dan India ini juga bagus kok. Selama ini stok dari Tiongkok karena memang harganya murah,” jelasnya.
Dengan adanya ini, lanjut Tjong Ping, Pemprov Jatim harus melindungi petani lokal sekaligus para konsumennya. “Pemerintah harus memperhatikan konsumennya juga agar terlindungi,” imbuhnya.
Pihaknya mengakui kebutuhan bawang putih di Indonesia, khususnya di Jatim cukup banyak. “Jadi, pemerintah harus melakukan antisipasi, mencari jalan keluar alternatif yang lain,” pungkasnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim (DipertaKP Jatim) Hadi Sulistyo menyampaikan, kalau konsumen juga lebih menyukai bawang putih impor dengan harga yang ,murah dan ukuran yang besar. Harga bawang putih impor sebesar Rp 15 ribu per kg.
Untuk bawang putih lokal kurang diminati dikarenakan karena harganya yang mencapai Rp 50 ribu per kg, hal tersebut memang disebabkan mahalnya benih mencapai Rp 65 ribu per kg.
Untuk produksi bawang putih lokal di Jatim tahun 2019 sebesar 6.953 ton, konsumsi 62.880 ton, masih defisit 55.927 ton. Sehingga, masih dibutuhkan luas tanam untuk pertanaman bawang putih di Jatim seluas 9.321 hektar.
Produktivitas yang dicapai tidak optimal dikarenakan tanaman bawang putih sebenarnya juga merupakan tanaman subtropis. Namun, tahun 2020 ini, Diperta KP Jatim akan melakukan pengembangan kawasan bawang putih di Jatim seluas 645 hektar dengan kebutuhan benih sebanyak 387 ribu kg.
Sementara itu menguatnya isu tentang larangan impor berdampak pada kecemasan pasar sehingga menimbulkan asumsi bahwa komoditi ini akan kekurangan. Bahkan harganya pun menjadi tak masuk akal.
“Awal 2020 kita terus mengantisipasi dari tekanan harga bawang putih dan gula yang cukup besar. Kita terus kordinasi dengan pemerintah pusat karena ini berkaitan suplai ketersediaan nasional,” tutur Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak, Kamis (6/2).
Kenaikan harga bawang ini bukan pertama kalinya. Emil mengaku, untuk mengantisipasi tersebut biasanya akan ada pergerakan seperti operasi pasar. Ini yang coba dipastikan apakah operasi pasar ini akan dilaksanakan dan kapan. Sebab, ini akan menjadi jawaban kongkrit pelaku pasar.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Drajat Irawan mengakui, sejauh ini ketersediaan bawang putih di Jatim memang disuplai oleh Tiongkok. Meski sebetulnya bisa juga dari Taiwan, Malaysia, India. “Tahun kemarin seluruhnya memang disuplai dari Tiongkok. Baik untuk Jatim maupun secara nasional,” ungkap Drajat. [geh,rac,tam]

Tags: