Nama Wakil Ketua DPRD Trenggalek Tercatat Calon Penerima Bantuan Kemensos

Wakil Ketua DPRD Trenggalek, Doding Rachmadi

Trenggalek,Bhirawa
Merasa kaget Wakil Ketua DPRD Trenggalek, Doding Rachmadi , dikarenakan namanya tercatat sebagai calon penerima Bantuan Sosial Tunai (BST) sebesar Rp 600 ribu tiap bulan selama 3 bulan dari Kemensos (Kementerian Sosial). Bantuan itu diberikan kepada warga yang terdampak pandemi Covid-19 ini.
Terkait hal tersebut, ia lantas meminta pada pemerintah desa untuk mencoret namanya dari daftar penerima BST Kemensos.
“Saya sudah minta pada pihak pemerintah desa agar nama saya dicoret saja dari calon penerima bantuan dari Kemensos. Saya rasa masih banyak warga desa yang lebih membutuhkan bantuan seperti ini,” kata Doding di gedung DPRD Trenggalek, Senin (11/5).
Doding yang secara administrasi tercatat sebagai warga RT 01 RW 01 Desa Karangan, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek ini menceritakan awal mula ia tahu namanya tertera di daftar penerima BST Kemensos.
“Jadi, kemarin malam itu Kades Karangan telepon ke saya. Kades bilang bahwa nama saya terdata sebagai orang yang menerima BST dari Kemensos. Lha, saya juga kaget kok orang seperti saya malah dapat bantuan,” jelas Doding .
Sementara Kades Karangan Tri Rohadi saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon membenarkan jika nama Doding Rachmadi terdata sebagai calon penerima manfaat BST dari Kemensos.
“Ya, memang benar nama Doding Rachmadi sebagai calon penerima bantuan dari Kemensos. Tapi dari obrolan lewat telpon kemarin malam, Doding minta agar namanya di coret,” ungkap Tri Rohadi.
Menurutnya, kesalahan pendataan calon penerima BST dari Kemensos angkanya cukup banyak. Namun, untuk sementara ini hanya Doding Rachmadi yang mau sadar diri. Ia berharap, masyarakat yang lain bisa segera mengikuti dan bersikap seperti wakil ketua DPRD ini.
Sementara Kepala Bidang Pemberdayaan dan Pengembangan Sosial Dinsos P3A Kabupaten Trenggalek, Suparlan mengakui, jika data BST yang berasal dari Kemensos banyak yang tidak sesuai dengan fakta yang di lapangan.
“Jadi, banyak data yang tidak tepat sasaran. Makanya ketika data itu turun (dari Kemensos), kita minta pemerintah desa untuk melakukan verifikasi dan validasi data,” kata Suparlan.
Menurutnya verifikasi dan validasi data di tingkat desa bervariasi. Ada desa yang begitu tinggi konsentrasinya dalam hal pendataan ini, namun ada pula yang sebaliknya.
“Yang jelas, kalau ada desa yang tidak melakukan verifikasi dan validasi data setiap hari, memang akan mengalami seperti itu, maka yang terjadi data lama akan tetap dipakai,” tuturnya (Wek)

Tags: