Narkoba di Panggung Hiburan

Wahyu KuncoroOleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa

Tertangkapnya kalangan artis atau mereka yang bergelut di dunia hiburan karena tersangkut kasus narkoba sesungguhnya tidak lagi mengejutkan. Bahkan publik seolah sudah mengamini kalau dunia hiburan identik dengan dunia narkoba. Sehingga kalau ada artis yang tertangkap mengonsumsi narkoba itu lebih karena faktor sial saja, atau sedang menjadi ‘target’ operasi. Di luar sungguh diyakini kalau masih banyak artis yang mengonsumsi narkoba tetapi masih aman-aman saja. Artinya, publik mempersepsikan bahwa sebenarnya aparat hukum sudah punya daftar artis dan pekerja di dunia hiburan yang hidupnya berdekatan dengan narkoba, hanya mungkin masih belum ingin menangkapnya.
Sudah tidak terhitung lagi jumlah nama artis dan mereka yang bergelut di dunia malam tertangkap karena kasus narkoba. Publik tentu masih ingat artis, penyanyi dan pekerja hiburan kondang seperti Fariz RM, Kabul Basuki alias Tessy, Roger Danuarta , Raffi Ahmad, Andika, eks Kangen Band, artis cantik Jennifer Dunn, Sheila Marcia, Agustus 2008, Roy Marten, Pelawak Gogon dan masih banyak lagi pernah menghiasi pemberitaan media karena tersangkut kasus narkoba. Dan rasanya, masih akan terus terjadi lagi artis-artis lain yang akan tersangkut kasus narkoba. Pernyataan ini bukan sebagai ekspresi sinisme terhadap fenomena ini, tetapi memang karena fakta mempertontonkan kepada kita betapa peredaran narkoba di kalangan artis seolah tidak pernah berkurang tetapi justru tambah meluas. Sudah cukup banyak artis tertangkap dan divonis penjara. Namun bukannya berkurang, tetapi seolah semakin meraja lela. Bahkan artis yang pernah merasakan jeruji penjara pun kembali jatuh ke dunia narkoba. Sanksi dan hukuman tak lagi mampu menghentikannya. Atau bahkan jangan-jangan, penjara yang diharapkan membuat jera justru merupakan tempat berbagi ilmu diantara pemakai dan pengedar narkoba.
Kasus Gatot Bradjamusti
Hari ini, kembali dunia hiburan diriuhkan dengan tertangkapnya artis karena kasus narkoba. Tidak tanggung-tanggung, kali ini yang tertangkap adalah top figur dari organisasi besar Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi). Adalah sang ketua umum yang baru terpilih Gatot Brajamusti yang bersama beberapa temanya bernasib ‘sial’ tertangkap polisi karena mengonsumsi narkoba. Ironisnya, penangkapan itu terjadi setelah beberapa saat sebelumnya Gatot Brajamusti terpilih kembali menjadi Ketua Umum Parfi dalam Munas yang digelar di Pulau Bali. Bisa jadi, pesta narkoba yang berujung tertangkapnya sang ketua umum Parfi itu merupakan bentuk lain dari ‘perayaan’ atas terpilihnya kembali Gatot Brajamusti.
Realitas ini seolah ingin menegaskan bahwa narkoba bukan barang yang tabu bagi dunia artis, toh sang ketua umumnya saja mengonsumsi ramai-ramai. Tidak tanggung-tanggung, pesta narkobanya dilakukan usai acara resmi terbesar yakni Munas Parfi. Logikanya, kalau sang ketua umum adalah pemakai narkoba maka bukan tidak mungkin jaringan organisasinya tidak akan jauh-jauh dari peredaran narkoba. Kalau itu yang terjadi maka wajah dunia keartisan kita akan semakin terpuruk dan tenggelam.
Memang ada rumor, penangkapan itu merupakan ekses dari kelompok sakit hati yang kalah dalam Munas Parfi. Namun hemat penulis, jangan sampai publik dibawa ke ranah perdebatan bahwa penangkapan itu lebih karena ada yang sakit hati sehingga melaporkan ke kepolisian. Persoalannya bukanlah persoalan sakit hati atau tidak, tetapi lebih karena secara faktual Gatot Brajamusti telah mengonsumsi narkoba.
Lantaran itu, hal penting yang harus segera dilakukan menyusul kasus tertangkapnya Gatot Brajamusti adalah mengembalikan citra organisasi Parfi kepada insan-insan yang benar-benar bisa merepresentasikan diri sebagai figur panutan di lingkungan artis film nasional. Keterpurukan dunia film nasional bisa jadi akan semakin  parah bila kasus ini tidak segera dijadikan momentum bagi kalangan Parfi untuk bangkit. Bagaimanapun perfilman nasional sesungguhnya bisa menjadi media yang efektif untuk membangun karakter bangsa.
Banyak film-film nasional karya putra-putra Indonesia yang diakui dunia. Artinya, meskipun dunia perfilman nasional terpuruk dan banyak artis-artis yang terperosok dalam dunia gelap narkoba, percayalah masih ada insan perfilman nasional yang baik dan bisa dipercaya untuk membawa organisasi Parfi ini kembali ke jalan yang benar. Inilah momentum bagi segenap artis film nasional untuk bangkit dan berbenah diri.
Selanjutnya Bagaimana?
Mengapa kalangan artis atau pekerja dunia hiburan menjadi sasaran jaringan mafia narkoba? Karena mereka punya uang, pergaulan luas, dan berkorelasi dengan kebutuhan saat pentas di panggung atau shooting dengan durasi waktu yang menurut ukuran manusia normal melebihi kemampuannya. Dengan alasan meningkatkan stamina, daya ingat, dan kepercayaan diri, narkoba telah membuai meraka.
Para artis yang jadi sasaran cenderung dijadikan “role model” karena dianggap memiliki pengaruh besar bagi para fansnya. Mereka jadi pasar potensial narkoba, sehingga para bandar berharap fans dari berbagai kalangan akan menjadikannya idolanya sebagai ikon modernitas untuk ditiru. Memang tidak semua fans dan publik respek, bahkan tidak sedikit yang mengutuk atau menyayangkan sang idola terjerat narkoba. Tetapi tidak menutup kemungkinan banyak penggemar berat justru akan meniru artis idolanya. Kalau potongan rambut, model baju, sepatu, dan aksesori lainnya sudah diikuti, boleh jadi gaya hidup buruk seperti mengkonsumsi narkoba akan turut ditiru.
Pengendalian mafia narkoba semakin liar dan rumit. Bukan hanya dari luar negeri, malah dari balik penjara pun para bandar yang sudah dijatuhi pidana, tetap masih leluasa mengendalikan bisnis haramnya. Pengakuan gembong narkoba Fredy Gunawan sebelum dieksekusi mati perihal oknum aparat hukum yang ikut bermain di pasar narkoba menunjukkan kiat rumit dan peliknya pemberantasan narkoba di tanaha air. Ini merupakan isyarat agar semua pihak tidak lengah atas ancaman narkoba, bukan hanya dibebankan pada BNN dan polisi. Harus ada “perang total” seperti memerangi korupsi dan terorisme. Langkah pencegahan generasi muda memakai narkoba harus dilakukan semua pihak. Sebagai pemilik masa depan, generasi muda harus diingatkan bahayanya menggunakan barang terlarang ini. Bangsa ini memerlukan generasi sehat, cerdas dan memiliki kepercayaan diri tinggi untuk menjawab tantangan ke depan. Dan  itu tidak akan dimiliki mereka yang terbelit pemakaian narkoba, apapun bentuk dan jenisnya. Mari kita berikan dukungan yang maksimal kepada aparat untuk menangkap dan menghukum seberat-beratnya penjahat yang sesungguhnya, yaitu gembong narkoba.
Tingginya angka peredaran narkoba di kalangan artis, remaja, pelajar, mahasiswa, bahkan pada oknum hakim dan polisi, setidaknya membuat kita semakin prihatin. Butuh keterlibatan banyak pihak untuk mengatasinya, termasuk kalangan artis. Saatnya membangun kesadaran para selebriti untuk memahami peran penting mereka sebagai idola banyak orang. Pada sisi lain, hukum harus lebih diperkuat, sebab menurut Pasal 54 UU Nomor 35/2009 tentang Narkotika, bagi pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Korban penyalahgunaan narkotika, adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika.
Implementasi ketentuan tersebut perlu dijernihkan, bahwa bagi pengguna narkoba yang bukan korban penyalahgunaan, harus  tetap dijatuhi hukuman berat dan tidak dimasukkan dalam rehabilitasi. Tentu tidak bermaksud mengkriminalisasi pengguna narkoba yang acapkali disebut hanya ‘korban’. Sebab realitas menunjukkan, ketentuan itu tidak menurunkan jumlah pengguna narkoba, malah semakin liar tak terkendali.

                                                                                                           ———— *** ————-

Rate this article!
Tags: