NasDem Dukung Ponpes Jadi Pusat Calon Wirausahawan Muda

Politisi Nasdem Charles Meikyansah saat menjadi narasumber

Surabaya, Bhirawa
Peningkatan kemampuan para santri di pesantren-pesantren, khususnya untuk berbagai ilmu kewirausahaan perlu terus dikembangkan. Apalagi pemerintah telah mengembangkan ekonomi keumatan seperti program Bank Wakaf Mikro di sejumlah Pondok Pesantren.
Diharapkan dari pesantren akan muncul wirausahawan-wirausahawan muda dan membuat perusahaan rintisan (start up) yang bisa berjaya nanti di Indonesia. Jadi pelatihan sumber daya manusianya juga ke pengasuh.
Politisi Nasdem Charles Meikyansah pun mempunyai pandangan serupa. Charles mengatakan selama ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memulai berbagai program pemberdayaan dan pelatihan di pesantren-pesantren.
“Di Jember misalnya, ini kan juga kota Santri, Pak Jokowi sudah menjalankan program Kopentren, Koperasi Pesantren, nantinya juga ada berbagai pelatihan dari Balai Latihan Kerja yang bukan hanya menyasar para santri, namun juga pengasuh atau ustaz yang ada di pesantren,” kata Charles saat dihubungi kemarin.
Caleg DPR NasDem dari daerah pemilihan Jatim IV (Jember-Lumajang) itu berharap dalam dua atau tiga tahun mendatang, ada 1.000 pengusaha UMKM yang berasal dari pondok pesantren.
Menurut Charles, para santri perlu disiapkan berbagai ilmu terkait kewirausahaan. Balai latihan kerja yang sekarang sudah ada dan akan terus dikembangkan, adalah terkait Bahasa Asing, lalu untuk keahlian permesinan.
“Sebagaimana kita ketahui, semua santri pasti manut, pasti hormat dengan ustaznya, Sami’na Wa Atho’na (Kami mendengar dan kami taat). Kalau pengasuh pesantren belum tahu mengenai dunia kewirausahaan kita juga berikan pelatihan ke mereka, sehingga bisa menularkan ke santri dan akhirnya semua memahami dunia wirausaha, dunia UMKM ke depan,” jelasnya.
Dia menambahkan, yang tidak kalah pentingnya adalah pelatihan manajemennya, bagaimana menjalankan bisnis. Diyakini, hampir semua pengusaha UMKM itu belajar manajemen secara otodidak, belajar soal ekonominya secukupnya.
“Ini harus dilatih, bagaimana mengatur modal, perputaran uang di bisnis, lalu mekanisme peminjaman ke bank, hingga membuat UD, CV, bahkan PT, perlu diberi kemampuan juga,” tutur Charles lagi.
Di kesempatan lain, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima yudistria mengatakan saat ini sudah banyak contoh pesantren yang sukses, salah satunya di Sidogiri, Jawa Timur. Menurutnya, Pesantren Sidogiri punya aset yang cukup besar dan kewirausahaanya dalam bentuk koperasi.
“Terus bisa mengangkat kemiskinan di pondok Pesantren Sidogri. Intinya, sebenarnya yang namanya pesantren itu buku adanya training-training soal kewirausahaan, balai latihan kerja sehingga tercipta inovasi-inovasi baru,” katanya.
Apalagi, sekarang juga banyak pondok pesantren yang digital. Mereka sudah memulai berjualan di e-commerce dan ada juga yang berjualan soft ware developer. “Intinya butuh BLK di pesantren,” katanya.
Selain itu, kata dia, dibutuhkan instruktur training kewirausahaan di pesantren. Kemudian, bila perlu ada kurikulum wajib di pesantren di bawah kementerian agama yang namanya kurikulum kewirausahaan.
“Selanjutnya sudah ada program yang bagus mekar. Mekar itu bisa mendanai wirausaha-wirausaha yang baru merintis di awal. Jadi permodalan mekar ini harapannya lebih banyak lagi. Alokasinya lebih besar. Kemudian, lulusan pesantren difasilitasi dengan program mekar itu dengan sistem syariah atau bunga relatif kecil. Kalau bisa di bawah bunga kur,” katanya.
Pemerintah berencana membangun 3.000 balai latihan kerja (BLK) komunitas di pondok pesantren pada 2020 mendatang. Pembangunan BLK di pondok pesantren dilakukan sebagai salah satu langkah pemerintah menyongsong bonus demografi pada 2025-2030.
Indonesia dihadapkan pada bonus demografi, yang mana penduduk usia produktif jauh lebih banyak. Keadaan ini akan menjadi masalah bagi Indonesia jika angkatan kerja tidak memiliki keterampilan kerja. Indonesia pun harus siap menyongsong bonus demografi dengan menyiapkan angkatan kerja yang terampil.
Anak-anak muda, khususnya di pesantren pun diharapkan memiliki keahlian. Para santri akan langsung bisa melakukan aktivitas di BLK ketika sudah menyelesaikan belajar.
BLK yang dibangun di pondok pesantren itu juga membangun jejaring dengan industri yang ada di sekitar. Pondok pesantren bisa memilih pelatihan apa yang nantinya akan diberikan kepada para santrinya.
Perlu diketahui, pada 2017, Kemenaker mengawali pembangunan BLK Komunitas di 50 pesantren. Tahun 2018 naik menjadi 75 dan tahun 2019 naik menjadi 1000 BLK Komunitas di pesantren. [dre]

Tags: