Nasionalisme Pemuda Kontemporer

(Refleksi Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2017)

Oleh :
Umar Sholahudin
Mahasiswa S-3 FISIP Unair Surabaya, Dosen Sosiologi Unmuh Surabyaa

Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan salah satu peristiwa paling bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia. Persitiwa tersebut menjadi salah satu embrio paling penting dalam sejarah lahirnya Indonesia. Bermula dari pertemuan dan pendirian perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia, dari berbagai latar belakang; etnis, agama, suku dan sebagaianya. Perhimpunan pemuda ini yang kemudian menginisiasi pelaksaaan Konggres Pemuda II, yang kemudian melahirkan sumpah yang sangat bersejarah, yakni Sumpah Pemuda; Satu Tanah, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa. Konggres ini semakin mengukuhkan peran penting pemuda dalam perjalanan sejarah pergerakan Indonesia. Sebelumnya adalah 20 Mei 1908 yang juga diinisiasi oleh para pemuda-pemuda cerdas yang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.
Kini usia Sumpah Pemuda ini telah memasuki 89tahun. Sebuah usia yang sudah penuh dengan kematangan. Dan di hari Sumpah Pemuda di tahun 2015 ini, diharapakan semua anak bangsa, khususnya para pemuda-pemudi melakukan refleksi dan revitalisasi semangat nasionalisme dan kebangkitan baru menuju bangsa yang lebih beradab dan mandiri. Jika diperlukan, perlu dilakukan Sumpah Pemuda ke 2 yang lebih kuat, dan progresif.
Arus perubahan besar telah terjadi dan bergerak begitu cepat di seantero dunia. Dan ternyata perubahan besar tersebut tidak sekedar perubahan yang bergerak secara alamiah, namun by design. Ada idiologi dominan yang menggerakan perubahan besar tersebut, yakni kapitalisme. Perubahan besar ini digambarkan secara detail oleh Karl Polanyi (2003) sebagai transformasi besar yang dikendalikan oleh idologi dominan dunia, yakni kapitalisme.
Idiologi ini yang coba disemburkan ke berbagai pelosok dunia untuk bisa diterapkan sebagai idiologi tunggal dalam praktek pembangunan. Kita hidup di dalam dunia transformasi yang mempengaruhi hampir setiap aspek dari apa yang kita lakukan. Entah baik atau buruk, kita didorong masuk ke dalam tatanan global yang tidak dipahami sepenuhnya oleh siapapun, tetapi dampaknya dapat dirasakan kita semua. Ini yang disebut oleh A. Giddens sebagai globalisasi (Giddens, 2001: 1).
Kondisi tersebut apa yang digambarkan oleh Futurolog John Naisbit dan Alvin Tofler sebagai gambaran dunia yang semakin sempit. Sebagaimana dikemukakan ahli komunikasi Kanada, McLuhan; dunia bagaikan suatu kampung besar (global village). Dan kehidupan kita tak dapat melepaskan diri dari kehidupan global. Batas-batas teritorial sebuah negara dipahami bukan sekedar batas geografis yang memisahkan sebuah negara dengan negara lain, melainkan batas-batas budaya, yang memisahkan sebuah komunitas budaya yang satu dengan yang lain. Mengikuti integrasi sistem ekonomi nasional ke dalam sistem ekonomi global, dalam aspek budayapun akan terjadi hal yang sama. Globalisasi menuntut adanya pengintegrasian sistem budaya nasional ke dalam sistem budaya global yang liberalistik. Dalam pandangan kaum modernism, globalisasi dan modernisasi akan melahirkan apa yang disebut sebagai homogenisasi kultural (penyeragaman budaya).
Tantangan Pemuda Indonesia
Salah satu tantangan dihadapan mata yang dihadapi para pemuda dan bangsa ini adalah globalisasi dan konsumerisme yang bergerak begiru cepat serta dampaknya bergitu serius. Perlu diingat bahwa globalisasi, kapitalisme dan konsumerisme bukanlah agenda atau proyek global yang tanpa nilai dan kepentingan. Globalisasi, kapitalisme, dan konsumerisme adalah proyek global yang dirancang dan dijalankan secara matang, terstruktur dan sistematis oleh negara-negara industry maju (kapitalis) untuk menata sistem kehidupan global ini menjadi seragam sesuai dengan nilai, ideology dan kepentingan mereka. Konsekwensi dari rancangan global tersebut tentu saja akan berdampak pada hilangnya berbagai kearifan lokal dan beragaman budaya lokal. Dan efek dominonya, akan berdampak pada nasionalisme bangsa.
Homogenisasi budaya yang dirancang dan disemburkan melalui globalisasi, kapitalisme, dan konsumerisme semakin merombak tata laku dan pola perilaku budaya masyarakat (lokal). Keseragaman juga telah menimbulkan kekacauan dan hilangnya identitas sosio-kultural di tingkat masyarakat. Identitas sosio-kultural masyarakat semakin tergerus seiring dengan kuat dan gencarnya penetrasi budaya global (Barat). Contoh yang paling sederhana dalam masalah perilaku dan budaya makan. Masyarakat kita sudah gandrung dengan pola makan instan ala Barat (baca: Mcdonald, KFC, dll). Budaya serba instan juga merembet pada aspek kehidupan yang lain dikalanan kaum muda-mudi. Gaya hidup, norma, dan nilai, adat dan kebiasaan, keyakinan agama, pola kehidupan keluarga, cara produksi, dan konsumsi masyarakat pribumi rusak akibat penetrasi dan homogenisasi kultur Barat (Sztompka, 2004:108).
Memperkuat Imunitas Nasionalisme
Globalisasi adalah sebuah keniscayaan. Namun demikian, sebagai bangsa yang memiliki nilai dan idilologi Pancasila, para Pemuda kita mesti berfikir dan bertindak kritis. Salah satu yang penting dalam merespon dampak globalisasi adalah, bagaimana membangun dan memperkuat imunitas nasionalisme kita dikalangan Pemuda. Kita sekarang sedang menghadap “perang asimetris” melalui teknologi informasi dan komunikasi. Kita sangat membutuhkan sikap nasionalisme genuine, bukan kepura-puraan yang sarat dengan pencitraan.
Membangun imunitas nasionalisme Pemuda dengan cara menyuntikan “virus kekebalan” ke setiap tubuh pribadi-pribadi anak bangsa. Salah satunya adalah membudayaan sikap mencintai Indonesia seutuhnya. Contoh sederhana; “cintailah produk-produk dalam negeri”. Pada saat yang sama kita butuh masinis-masinis unggul; bangsa ini membutuhkan pemuda-pemudi yang memiliki nasionalisme organik, yakni nasionalisme pemuda yang otentik, genuine yang lahir dari prosess sejarah dan rahim rakyatnya, merasakan penderitaan ibu pertiwi. Para Pemuda yang mampu merasakan emosi, semangat dan apa yang dirasakan rakyat Indonesia, memihak kepada mereka dan mengungkapkan apa yang dialami dan kecenderungan-kecenderungan objektif masyarakat. Pemuda yang memiliki ketegasan dan keberanian untuk melawan setiap upaya dari pihak manapun yang akan merongrong dan menghancurkan kedaulatan nasional. Para Pemuda berjiwa nasionalisme otentik ini, diharapkan akan dapat membangun kembali nasionalisme baru Indonesia menuju negara yang maju, mandiri dan berdaulat. Inilah pekerjaan rumah kita sekarang dan akan datang.

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: