Nebula: Tere Liye dan Sedikit Kesalahannya

Judul : Nebula
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 2020
Tebal : 376 Halaman
ISBN : 978602063936
Peresensi : Wahid Kurniawan
Mahasiswa Sastra Inggris di Universitas Teknokrat Indonesia.

Bagi pembaca yang mengikuti keseluruhan serinya, apa yang terjadi di novel sebelumnya, Selena, adalah mula dari serentetan kejadian penting dalam seri yang sudah berlangsung lima tahun ini. Kita asumsikan, sampai sekarang pembaca sudah genap menamatkan seri kedelepan, Selena, dan mendapati bahwa novel itu penting sebagai pelengkap bagian yang rompal dalam kisah antarklan ini. Begitupun dengan Nebula, novel ini masih bertalian erat dengan seri sebelumnya, dan menjadi puncak dari pengungkapan masa lalu Raib, berikut tentang orang tua gadis itu. Namun, perannya tak hanya itu saja, novel ternyata menjadi gerbang menuju petualangan ke klan berikutnya.

Tere Liye adalah pengolah cerita yang piawai, tentu saja. Bila tidak, dengan jumlah seri yang cukup banyak ini, kisah-kisah di dalamnya akan terasa melempem, sehambar sinetron yang tendangannya tak mantap. Akan tetapi, kita sedang membicarakan salah satu penulis terkemuka-setidaknya bila dilihat dari daftar bukunya yang hampir selalu memuaskan pembaca, kita bisa mendakunya demikian-dan kualitas tulisannya tidak sembarangan. Jadilah seri ini berjalan dengan kekhasannya masing-masing, punya keseruan tersendiri, dan yang terpenting, kesederhanaan logika dalam poin-poin cerita yang mudah dicerna. Bisa dibilang, Tere Liye mendeskripsikan hal-ihwal antarklan dengan cara pandang yang tak rumit.

Atas opini tersebut, kiranya pantas bahwa seri kesembilan ini, Nebula, mendapat ancungan jempol. Sebab, Tere Liye seolah tak kehilangan pegangannya dalam mengatur jalan cerita supaya menghadirkan keseruan yang tak kalah dengan seri-seri terdahulunya. Lihat saja, pada episode-episode ketika Selena masih berkutat dengan pendidikannya di Akademi Bayangan Tingkat Tinggi, Tere menjadikan itu bukan sebagai serentetan keseharian mahasiswa yang membosankan. Dengan keahlian calon seorang Pengintai yang mumpuni, Selena selangkah demi selangkah menyingkap misteri perkamen kuno yang memuat sebuah puisi. Pembaca terus dicekoki rasa ingin tahu, apakah Selena berhasil memecahkan arti dari puisi itu?

Lalu tensi cerita pun hadir dalam hubungan persahabatan antara Selena, Mata, dan Tazk. Di tengah ambisi mencari Cawan Keabadian dan keinginan berpetualangan di klan lain, ketiga orang ini senyatanya adalah anak muda yang belum lagi sepenuhnya dewasa, bahkan boleh dibilang masih remaja. Hal ini membuat perasaan labil dengan egoisme tinggi masih menguasai mereka, khususnya Selena. Dalam silang rasa suka, egoisme ini kelak menemukan waktunya untuk eksis menguasai kepala Selena. Dan itu tercermin dalam satu peristiwa penting di klan Nebula. Gadis berambut keriting itu termakan egoismenya sendiri, hingga mengabaikan nilai-nilai persahabatan yang menyatukan ketiganya selama ini.

Itulah mengapa, tatkala episode novel kembali ke bagian masa sekarang-di basemen rumah Ali, tempat trio petarung itu berkumpul, Miss Selena berulangkali meminta maaf kepada Raib. Sebab guru Matematika itu, selama ini menyimpan rahasia besar yang kuat-kuat ditutupinya. Dan pengisahan novel ini, adalah kesempatan terakhir baginya untuk bisa menjelaskan kejadian-kejadian penting itu. Adalah penyingkapan misteri klan yang selalu berpindah porosnya, berubah-ubah, tempat makhluk mengerikan tersegel; klan Nebula, pun mengenai pewaris murni dari para pemilik kekuatan; putri Klan Bulan, pula tentang klan yang peradabannya bahkan sudah amat maju 40.000 tahun lalu; Klan Aldebaran.

Novel ini pula menjadi awal dari konflik melawan musuh paling kuat yang selama ini ada. Adalah seseorang yang membuat Miss Selena terpenjara dan merasa perlu mengabarkan ketiga sahabat karib itu, adalah seseorang keturuan Klan Aldebaran yang berkekuatan tinggi, adalah ancaman paling nyata bagi para pemilik kekuatan di klan manapun dalam konstelasi paralel ini. Petualangan antarklan ini belum selesai, tentu saja. Bahkan, sepertinya satu buku lagi tak cukup untuk meneruskannya.

Terlepas dari betapa pentingnya keberadaan novel ini. Seperti seri sebelumnya, di dalam novel masih ada hal yang sungguh disayangkan ada. Sebab lagi-lagi, Tere memasukkan epilog tanpa prolog di dalam novel. Apa ini merupakan salah satu selingkungan penerbit? Entahlah, tetapi yang pasti, hal yang barangkali dianggap sepele ini cukup menggangu, membuat dahi mengernyit heran.

Tak soal itu saja. Bagian yang kiranya layak dipertanyakan adalah episode bonus setelah bagian epilog. Tak seperti di seri Komet Minor yang turut menyertakan bagian serupa, tetapi bisa dinilai wajar dan mendapatkan tempat yang nyambung dengan episode-episode sebelumnya, episode bonus di novel ini tampak salah tempat. Bahkan seperti yang saya rasakan, bagian ini merusak mood yang sepanjang isi novel kadung enak dinikmati. Baiklah, barangkali Tere ingin memanis-maniskan hubungan Raib dan Ali, tetapi hal ini justru terasa hambar, alih-alih membuat pembaca menyungginkan senyum.

Terang saja, atas keberadaan satu episode yang amat tak perlu ada ini, saya tidak jadi menobatkannya sebagai seri yang lebih baik ketimbang seri sebelumnya. Padahal, bila episode bonus ini tak ada, pembaca kiranya cukup puas dengan akhir cerita. Bahkan mendaku seri ini lebih seru. Bukan justru merasa sebal sebab mood-nya dirusak. Begitu.

————— *** ——————-

Rate this article!
Tags: