Negara Merugi Rp120 M Akibat Penambangan Pasir

Asisten-Pidana-Khusus-Kejati-Jatim-I-Made-Suarnawan-saat-menyampaikan-anev-perkara-tindak-pidana-korupsi-di-Kantor-Kejati-Jatim-Rabu-(24/6).-[abednego/bhirawa].

Asisten-Pidana-Khusus-Kejati-Jatim-I-Made-Suarnawan-saat-menyampaikan-anev-perkara-tindak-pidana-korupsi-di-Kantor-Kejati-Jatim-Rabu-(24/6).-[abednego/bhirawa].

Kejati Jatim, Bhirawa
Kasus dugaan korupsi penambangan pasir besi di Kabupaten Lumajang berpotensi merugikan negara sebesar Rp 120 miliar. Potensi kerugian negara pada kasus ini merupakan yang terbesar sepanjang tahun 2014-2015 penangan kasus korupsi oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati),
Di analisa dan evaluasi  tahunan di Kantor Kejati Jatim, Rabu (24/6), Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim I Made Suarnawan mengatakan, kerugian negara dari penyidikan seluruh kasus korupsi oleh Kejati Jatim dan Kejari jajaran sepanjang tahun 2014 hingga semester pertama 2015 mencapai total Rp 310 miliar.
“Potensi kerugian negara terbesar didapati dari kasus dugaan korupsi pasir besi, yakni kisaran Rp 120 miliar,” kata Aspidsus Kejati Jatim i Made Suarnawan, Rabu (24/6).
Dijelaskan Suarnawan, total kerugian negara Rp 310 miliar didapati dari jumlah perkara penyidikan sebanyak 150 kasus yang ditangani Kejati Jatim dan Kejari jajaran. Dari total kerugian negara itu, Kejati Jatim berhasil menyelamatkan kerugian negara sebesar Rp 11 miliar. Selain kasus pasir besi, kerugian negara terbesar didapati dari kasus Kadin Jatim senilai Rp 8 miliar.
“Kerugian negara dengan jumlah banyak didapati juga pada kasus dugaan korupsi PT Garam Rp 2 miliar dan kasus di PT JMU Rp 500 juta,” terang Made.
Sementara itu, Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Pidsus Kejati Jatim m Rohmadi menambahkan, kerugian Rp 120 dari kasus pasir besi merupakan hasil perhitungan sementara yang dilakukan penyidik. Kerugian pastinya tetap menunggu hasil perhitungan dari BPKP Jatim.
“Sampai saat ini BPKP Jatim masih melakukan perhitungan kerugian negara atas kasus ini (pasir besi),” tambahnya.
Rohmadi menuturkan, hitungan kasar kerugian negara kasus pasir besi itu diperoleh penyidik dari masa PT Indo Minning Modern Sejahtera (IMMS) melakukan penambangan selama dua tahun. Selama itu, perusahaan tambang berbasis di Tiongkok itu yang digandeng Pemkab Lumajang itu memperoleh keuntungan sekitar Rp 120 miliar.
“Karena penambangannya diduga melanggar, keuntungan itu berpotensi merugikan negara,” imbuhnya.
Mantan Kasi Intel Kejari Penajam Kaltim ini mengatakan, penambangan pasir besi di bagian selatan Lumajang itu diduga melanggar sejak awal, sejak proses pengajuan izinnya. IUP (izin usaha pertambangan)nya diduga bermasalah. Itu dikuatkan dengan keterangan sejumlah saksi dari pejabat instansi terkait pemkab setempat yang mengurus masalah pertambangan.
“Diduga terjadi pelanggaran sejak proses awal,” katanya.
Kendati melanggar dan tengah disidik serta sudah ada tersangkanya, namun penyidik belum juga menyita dan menghentikan aktivitas pertambangan di lahan yang mengandung pasir besi dengan nilai kira-kira triliunan rupiah itu. Rohmadi beralasan, penyitaan belum dilakukan karena lahan yang ditambang berada di bawah kewenangan Perhutani. “Di sini yang repot, yang menyita Kejaksaan apa Perhutani,” ujarnya.
Saat ini, lanjut Rohmadi, berkas kasus ini sudah berada di meja penuntutan (penyerahan berkas tahap 1). Sejauh ini, tersangkanya masih dua orang, yakni Direktur Utama PT IMMS, LCS, dan Sekretaris Komisi Penilai Amdal dan Ketua Tim Teknis Dokumen Amdal Pemkab Lumajang, RAG. “Belum ada penambahan tersangka,” terangnya.
Terpisah, Kepala Perwakilan BPKP Jatim Hotman Napitupulu mengaku, pihaknya belum tahu pasti potensi kerugian dari kasus pasir besi Lumajang. Saat ini, lanjut Hotman, tim BPKP Jatim sedang fokus melakukan perhitungan kerugian negara untuk kasus ini, dan menelaah dokumen-dokumen penyidikan.
“Kerugian negaranya belum tahu. Tim BPKP masih mengebut penghitungan untuk kasus pasir besi lumajang,” pungkas Hotman. bed

Tags: