Negara Wajib Hadir dan Melindungi TKI di Luar Negeri

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasitki

Jakarta, Bhirawa.
Ketua Migrant Care Anis Hidayah minta pemerintah ikut bertanggung jawab pada perlindungan TKI di luar negeri. Bukan seperti kondisi selama ini, dimana TKI hanya diurus oleh swasta yaitu PJTKI. Sehingga perlindu ngan terhadap TKI hanya ala kadarnya dan kesejahteraan TKI sangat minim. Sebaliknya PJTKI bisa meraup untung besar dari ekploitasi TKI di manca negara.
“Revisi UU tentang Penempatan dan Perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri sangat mendesak dan perlu. Sebab dua buah UU yang ada, cacat hukum dan tidak berdemensi pada HAM. Kedua UU hanya mengatur PJTKI, tidak mengatur perlindungan pada TKI.
Revisi UU ini harus mengha silkan perlindungan yang seutuhnya pada TKI. Sesuai UUD 45 yang mengamanatkan, semua warga negara berhak memperoleh pekerjaan dan mendapat upah yang layak,” ungkap Anis Hidayah dalam dialog Revisi UU tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri, di pressroom DPR RI, kemarin. Nara sumber lainnya Ketua Komisi IX DPRRI Dede Yusuf dan Kepala BNP2TKI Nusron Wahid.
Anis Hidayah menuntut kehadiran negara dalam penempatan dan perlin dungan TKI.Khususnya Pemda tempat asal TKI, harus ikut bertanggungjawab pada penempatan dan perlindungan TKI.Pemda harus menjadi pilar penting bagi kesejahteraan warganya, termasuk warga yang bekerja di luar negeri. Pemda, harus memiliki data lengkap dalam hal ini kecamatan dan kelurahan, bertanggungjawab penuh atas data warganya yang pergi bekerja keluar desanya.
“Hanya produk hukum yang bisa menjamin keadilan bagi warganegara. Perlu diingat, sebagian besar buruh migran kita adalah perempuan. Oleh sebab itu revisi UU ini tak boleh meninggalkan perspektif perlindungan bagi perempuan,” tandas Anis.
Dede Yusuf menekankan, upaya Komisi IX dalam memperjuangkan, agar pemerintah hadir dan terlibat dalam menempatan TKI di luar negeri.  Pemerintah juga diminta hanya menempatkan TKI di negara yang telah memiliki UU Perlindungan Migran. Penempatan TKI harus lewat kerjasama G to G, artinya penempatan hanya berdasarkan kesepakatan antara 2 negara. Dia berharap, kedepan tidak ada lagi gap antara Kemenaker dengan BNP2TKI, seperti yang terjadi selama ini. Ketidak serasian kedua instansi selama ini telah membuat TKI di luar negeri tak terurus baik dan minim perlindungan.
“Harus ada pemisahan yang jelas apa yang harus diurus Kemenaker dan apa yang harus dilakukan BNP2TKI. Pemisahan kinerja keduanya, bisa menghindari tumpang tindih urusan yang selama ini justru menyulitkan pengurusan TKI,” papar Dede
Nusron Wahid merasakan, tenaga kerja migran selama ini belum terlin dungi oleh UU yang ada. Nasib dan kesejahteraan pekerja migran selama ini hanya bergantung pada swasta, yakni PJTKI.Kehadiran Negara dalam kehidupan buruh migran hampir tidak terasakan. UU yang ada juga belum menjawab penguatan peran Negara terhadap TKI. Padahal seharusnya, Negara-lah yang wajib menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan TKI.
“Pendidikan dan pelatihan TKI selama ini lebih banyak dilakukan swasta yaitu PJTKI. Padahal seharus nya Negara-lah yang semestinya punya andil besar dalam pelatihan dan kompetensi serta perlindungan pada TKI, bukan swasta,” tutur Nusron Wahid. [Ira]

Tags: