Negeri Darurat Sampah Plastik

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya 

Minggu lalu ditemukan seekor ikan paus sepanjang 9,5 meter mati di kawasan perairan Wakatobi Sulawesi Tenggara. Di dalam perut ikan berjenis Sperm Wale itu ditemukan botol, penutup galon, sandal, botol parfum, bungkus mi instan, gelas minuman, tali rafia, karung terpal, kantong kresek, dan lain-lain. Kondisi tersebut sangat mengenaskan mengapa sampai seekor mamalia laut pada habibatnya biasanya makan ikan kecil dan hewan laut lainnya namun justru makan sampah berbagai macam yang tidak lazim dan memang bukan konsumsi makhluk hidup. Dapat dibayangkan bila seekor hewan menelan aneka sampah plastik maka dapat dipastikan tidak terurai di perut paus dan beracun sehingga menyebabkan proses pencernaan terganggu, lalu mati. Berbicara sampah plastik saat ini menjadi fokus perhatian dunia, sebab berdasarkan laporan Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun dimana sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut.
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan bahwa komposisi sampah plastik di Indonesia saat ini sekitar 15 persen dari total timbunan sampah yang ada sehingga dapat dibayangkan betapa berbahayanya dampak pencemaran sampah plastik. Sampah plastik yang masuk ke laut dapat terbelah menjadi partikel-partikel kecil yang disebut mikroplastik. Mikroplastik ini sangat mudah dikonsumsi oleh hewan-hewan laut. Konon Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia yang dibuang ke laut. Jenis mikroplastik atau nanoplastik (ukuran yang sangat kecil dibandingkan dengan mirkoplastik) yang ditemukan antara lain polypropylene, nilon, dan polyethylene terephthalate (PET), yang digunakan untuk membuat tutup botol. Zat tersebut memicu penyakit kanker, penurunan jumlah sperma, dan beberapa risiko lain Partikel yang berukuran sama atau lebih kecil dari sel manusia berpotensi menjadi bahaya karena dapat diserap dan masuk aliran darah.
Sel darah merah sendiri berdiameter sekitar 8 mikrometer. Selain itu, akumulasi mikroplastik dalam tubuh dapat mengganggu kerja organ vital seperti ginjal dan hati. Saat ini ketergantungan setiap orang terhadap produk berbahan dasar plastik sangat tinggi. Secara tak sadar biasanya, setiap hari kita memanfaatkan bahan plastik dalam beraktivitas keseharian. Memang sampah plastik dalam didaur ulang (recycling) namun proses pendaurulangan harus memenuhi berbagai persyaratan yang ketat terutama persyaratan kesehatan karena karakteristik bahan plastik yang sebenarnya tidak boleh digunakan berulang kali dalam jangka waktu yang lama apalagi dalam kondisi suhu panas terutama akibat kontaminasi bahan pangan dengan wadah atau kemasan plastik.
Siklus Alam
Hukum alam berupa sebab akibat ternyata mudah diterjadi, jika dianalisis terkait sampah plastik. Misal setiap orang membuang sampah plastik yang kemudian mengalir ke sungai hingga ke laut maka sampah-sampah tersebut akan menjadi ‘santapan’ fauna dan biota laut yang pada akhirnya dikonsumsi lagi oleh masyarakat melalui nelayan. Secara konkrit bahwa seekor ikan yang terkontaminasi mikroplastik dihabitatnya dikonsumsi manusia. Secara akumulatif, mikroplastik akan terkonsentrasi di dalam tubuh manusia dan pada jumlah tertentu akan mengakibatkan gangguan metabolisme tubuh. Selain menyebabkan pencemaran, eksistensi kemasan plastik juga membahayakan bukan hanya hewan yang berada di dalam tanah, hewan yang berada di laut pun mengalami dampak negatif dari sampah plastik. Sampah plastik yang di buang ke perairan sungai atau laut sangat besar peluang bagi hewan tersebut untuk terjerat plastik. Efek racun yang berdampak pada hewan yang mati karena mengkonsumsi plastik.
Keberadaan bahan plastik yang ada di dalam tubuh hewan tersebut tetap tidak akan mudah terurai dan tidak mudah hancur, hanya hewannya saja yang menjadi bangkai namun plastiknya tidak hancur, inilah yang menyebabkan racun menyebar kepada makhluk hidup lainnya. Lebih ironis bila dikonsumsi kembali oleh manusia akan menyebabkan berbagai penyakit hingga berujung kematian. Oleh karena itu tak salah bila dewasa ini berbagai penyakit yang cenderung kronis dan berbahaya acapkali mengancam kita. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah kasus kesakitan yang salah satunya disebabkan oleh penyakit tidak menular seperti kanker, gangguan sistem syaraf, sistem reproduksi, radang paru-paru, pembengkakan hati dan lain-lain.
Di sisi lain, saat ini masyarakat ingin segala hal yang simpel, instans dan tak ribet akibat perubahan gaya hidup (life style) sehingga penggunaan segala jenis kemasan berbahan plastik pun mendukung hal tersebut. Akibatnya semakin banyak produk plastik yang dibuang oleh mereka dan berakhir di tempat pembuangan akhir bahkan ke laut. Sifat sampah plastik yang sulit terurai karena rantai karbon yang panjang sehingga tidak dapat diurai oleh mikroorganisme (sistem pembusukan). Sampah plastik kini sudah menjadi isu global internasional terutama para aktivitas dan pemerhati lingkungan. Mengingat secara realitas penggunaan bahan plastik sudah sangat masif di Indonesia hingga dunia internasional. Kondisi ini jika tidak dilakukan gerakan pengurangan sampah plastik maka generasi mendatang akan mengalami ancaman bahaya sampah plastik.

———– *** ————

Rate this article!
Tags: