Nelayan Bakal Semakin Terpuruk

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Kebijakan pemerintah membatasi solar subsidi untuk nelayan akan sangat merugikan dan membuat kesejahteraan menjadi terpuruk. Permasalahan yang dialami para nelayan sampai saat ini ketika melaut yang paling banyak mengenai permasalahan biaya BBM (bahan bakar minyak) solar.
Sebelumnya pemerintah telah membuat kebijakan, mulai 4 Agustus 2014, alokasi solar bersubsidi untuk stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) dan solar packed diesel nelayan (SPDN) juga akan dipotong 20 persen.
Selain itu penyalurannya mengutamakan kapal nelayan bertonase di bawah 30 gross ton. Pemangkasan ini untuk menjaga agar kuota BBM subsidi yang dipatok dalam APBN Perubahan 2014 sebesar 46 juta kiloliter tidak jebol.
Kebutuhan BBM solar untuk nelayan di Jatim, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jatim, Ir Heru Tjahjono MM  mengatakan, kenyataannya selama 1 tahun seharusnya nelayan mendapatkan subsidi sampai 740 ribu kilo liter untuk solar.
“Sedangkan realitasnya pada penyerapan subsidi di 2013, nelayan hanya 320 ribu kilo liter. Jumlah itu sudah separuh dari hitungan tadi (740 ribu kilo liter, red) dan masih dikurangi lagi saat ini sebesar 20 persen pada tahun ini. Beban nelayan makin bertambah,” kata Heru didampingi  Kabid Perikanan Tangkap, Ir Asmuri Syarief MM Minggu (17/8).
Seharusnya, lanjutnya, pemotongan subsidi bagi nelayan tidak perlu dilakukan, mengingat perekonomian dan kesejahteraan nelayan masih kurang begitu membaik. Apalagi saat ini uasaha mereka masih didera dengan permasalahan lainnya yaitu anomali cuaca. “Kalau peduli dengan nelayan, maka jangan ada pemotongan subsidi, cukup daratan terlebih dulu,” katanya.
Diperkirakan, pembatasan solar subsidi untuk nelayan malah menimbulkan dampak lain di sektor industri perikanan. Pertama ialah berkurangnya pasokan di pasar ikan dan tempat pelelangan ikan tradisional.
Penyebab berkurangnya pasokan ialah kemampuan melaut dari nelayan yang rendah akibat harga solar yang tidak terjangkau. “Ikan yang ada di pinggiran laut kini semakin berkurang, namun beralih ke tengah lautan. Kalau menangkap ikan ke tengah laut maka perbekalan termasuk BBM semakin bertambah,” katanya.
Dampak kedua, permasalahan merembet pada perusakan ekosistem laut oleh nelayan tradisional. Perusakan ini disebabkan oleh aktivitas nelayan yang menangkap ikan dengan bom ikan serta membongkar karang di kawasan laut dangkal akibat tidak mampu melaut hingga ke perairan dalam. Keputusan ini bisa diambil mengingat nelayan tradisional perlu memikirkan strategi untuk menghemat bahan bakar, tapi di lain sisi harus memperoleh tangkapan ikan.
Heru mengharapkan, Menteri Kelautan dan Perikanan bisa membantu dan memperjuangkan para nelayan mendapatkan subsidi agar mereka tetap bisa memproduksi sektor perikanan kelautan tersebut. [rac]

Rate this article!
Tags: