Neo Teroris Bidang Pangan Bisa Ditumpas Lewat UU

TNI Bercocok TanamJakarta, Bhirawa
Beredarnya beras palsu dan bahan pangan mengandung kuman asal impor, tidak terlepas dari kinerja lembaga pengawas yang amburadul.
Mengatasi hal tersebut Badan Karantina harus berada di pos pemeriksaan terdepan di pintu-pintu masuk bandara dan pelabuhan. Setelah itu baru pos pemeriksaan Bea Cukai, Pos Imigrasi dan pos-pos lainnya.
Demikian benang merah dalam diskusi forum legislasi dengan tema ‘RUU Karantina dalam Menjamin Keamanan Pangan’ di pressroom DPR RI, Selasa (23/6) kemarin. Sebagai nara sumber, pimpinan Komisi IV DPR RI Herman Heron dan Kepala Bidang Karantina Kementan Banun Harpin.
Menurut Herman, sudah saatnya berbagai Badan Karantina yang ada dipersatukan dalam Badan Karantina Nasional. Sebab berbagai Badan Karantina yang ada di Pertanian, di Perikanan dan di Kehutanan, kinerja nya cerai berai, dan sulit dimintai tanggung jawab penuh. Pembentukan Badan Karantina Nasional di bawah Presiden, selain efisien juga akan memiliki tanggung jawab penuh. Sehingga keamanan dan kesehatan pangan berada di satu tangan, dan akan memudahkan dan mempercepat pengurusan.
“Badan POM yang selama ini hanya mengurus masalah pangan olahan, bisa bergabung dalam Badan Karantina Nasional ini. Dengan demikian akan ada efisiensi waktu dan tenaga dalam pemeriksaan bahan pangan. Dampaknya tentu lebih mudah, cepat dan murahnya biaya pemeriksaan,” jelas Herman.
Untuk menghindari kerancuan pengadaan dan keamanan/kesehatan pangan, dia mengusulkan agar  Perum Bulog yang selama ini bertugas ganda sebagai operator sekaligus regulator pangan, ditugasi sebagai operator saja. Sedang sebagai regulator dibentuk Lembaga Pangan Nasional. Kedua badan tersebut akan mempertanggungjawabkan tugasnya masing-masing. Dengan demikian keamanan dan kesehatan pangan terjamin, dan pengadaan pangan sepenuhnya tanggung jawab Bulog.
Banun Harpin melihat, kinerja  lembaga pengawas Bea Cukai, Imigrasi dan Karantina kurang harmonis dan kinerjanya di bawah standar. Sehingga banyak bahan pangan impor kualitas buruk yang lolos masuk pasar Indonesia. Seperti beras palsu, daging beku, susu tercemar bakteri, makanan kadaluwarsa yang semuanya membahayakan kesehatan.
“Neo teroris kini bisa dan mudah masuk ke sektor pangan. Misalnya, benih impor, teroris bisa memasukkan kuman atau bakteri ke benih itu. Selain tanaman bakal rusak, lahan bekas tanaman berkuman itu juga rusak dalam jangka waktu lama. Sapi impor, negara asal bisa membuat sapi tersebut hanya bisa beranak satu atau dua kali saja. Padahal, sapi bisa beranak sampai 5 kali. Semua hal itu harus bisa kita tangkal, yakni dengan penguatan UU Karantina,” ujar Banun. [ira]

Tags: