Ngaji Kebangsaan, Ajak Mahasiswa Probolinggo Tangkal Radikalisme

KH Said Aqil Siraj bersama pimpinan PP Zainul Hasan Genggong.

Probolinggo, Bhirawa
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj mengajak mahasiswa untuk menangkal faham radikalisme. Ajakan itu disampaikan dalam ‘Ngaji Kebangsaan’ bersama mahasiswa baru Institut Ilmu ke-Islaman Zainul Hasan (Inzah) Genggong, Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Rabu (5/9) malam.
Di hadapan ratusan mahasiswa dan civitas akademika, Kiai Said menuturkan, generasi bangsa saat ini harus benar-benar memahami makna kebangsaan. Ia juga mengajak agar mahasiswa lebih serius mengasah intelektualitas dengan mengedepankan prinsip moderat dan toleran, sesuai dengan amaliyah ulama NU.
“Karena negara kita ini negara Kebangsaan bukan negara keagamaan, jadi perlu bagi semua elemen bangsa, untuk sangat memahami semua yang berkaitan dengan bangsa,” jelasnya.
Kiai Said mengajak para alim ulama untuk berdakwah dengan santun. Sebab, menurutnya dakwah itu bertujuan membawa umat ke arah yang lebih baik. Bukan membuat umat bingung, dengan ujaran kebencian yang kerap dilontarkan oleh para pendakwah, katanya.
Mengenai kasus penolakan terhadap ustadz Abdul Somad oleh beberapa pihak. “Jangan dibawa-bawa ke ranah kepentingan lainnya. Itu kasuistika. Dakwah yang membawa rahmat,” ungkapnya. Ngaji bareng ini merupakan wadah tepat untuk mengentalkan aroma ke NU-an. Khususnnya terhadap ratusan mahasiswa baru Inzan Genggong, yang tengah memasuki Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PK2MB). Selain mahasiswa baru, ngaji kebangsaan ini juga diikuti oleh segenap mahasiswa dan tenaga pendidik di lingkungan Pesantren Zainul Hasan (PZH) Zainul Hasan Genggong. Hal ini dikatakan Mohamad Yunus, Panitia acara.
“Karena pada dasarnya, kita semua butuh ‘ngaji’ kebangsaan kepada Kiai Said, kondisi bangsa sudah sangat memprihantinkan. Agar mahasiswa baru lebih bisa memahami dan mendalami tentang NU, karena di era globalisasi ini banyak muncul beberapa aliran yang doktrinisasinya benar-benar merusak akal sehat umat,” urainya. Lebih lanjut KH Said Aqil Siroj mengatakan, Islam dan nasionalisme harus saling memperkuat dan tidak boleh dipertentangkan. Nasionalisme yang merupakan bagian dari keimanan Islam orang Indonesia, khususnya masyarakat NU, telah ada sejak zaman pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari. Nasionalisme bagian dari iman. Oleh karena itu saya berpesan agar warga muslim di negeri ini mencintai tanah air. Jangan menggunakan agama untuk tujuan politik.
“Mari kita gunakan politik untuk memperkuat agama. Memperkuat agama bukan harus menghantam yang lain,” terangnya.
Pada masa kini, amanah menjaga ukhuwah wathaniyah dituntut semakin nyata. Di tengah gejolak sentimen kesukuan, keagamaan, golongan dan ras, spirit wathaniyah menjadi hal mendasar, yaitu menyelamatkan dan merawat keutuhan NKRI, lanjutnya.
“Perkembangan informasi semakin masif lewat berbagai saluran pesan, terutama media sosial yang tanpa filter, mendorong potensi konflik berujung perpecahan. Apalagi pada masa mendekati pemilihan umum, banyak pihak khawatir persoalan SARA makin besar,” tegasnya. Kehidupan demokrasi bukan berarti kebebasan tanpa ujung, namun suara rakyat menjadi pilar utama. Bukan demokrasi liberal yang diagungkan, tetapi demokrasi Pancasila. “Islam Nusantara bukan aliran, bukan agama baru, tapi khashaish, mumayyizaat, tipologi. Ini yang harus dipahami secara mendalam,” jelas Kiai Said. Kuliah umum juga dihadiri jajaran Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan (Zaha) Genggong diantaranya, KHM Hasan Mutawakkil Alallah, KHM Hasan Abdil Bar, KHM Hasan Saiful Islam, Kiai Arif Umar, KHM Hasan Naufal dan Gus Haris Damanhuri. Selain itu hadir pula Rektor Inzah Genggong Abdul Aziz Wahab, Kapolres Probolinggo Fadly Samad. [wap]

Tags: