Nganjuk Gelar Deklarasi Penutupan Lokasi Prostitusi

10-deklarasiNganjuk, Bhirawa
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nganjuk, melakukan deklarasi penutupan lokalisasi penjaja seks komersial (PSK) di Gedung Olah Raga (GOR) Bung Karno. Hadir dalam deklarasi Dirjen Rehabilitasi Sosial Kemensos Drs. Syamsudi, MM, mewakili Mensos Kofifah Indar Parawansa, jajaran Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) Kabupaten Nganjuk, Asisten III Provinsi Jawa Timur,  Dr. H. Ashar, MM mewakil Gubernur Jawa Timur Soekarwo, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh PKK dan tokoh pemuda .
Keputusan Pemkab Nganjuk agar seluruh kompleks prostitusi ditutup tidak dapat ditawar lagi. Bupati Nganjuk, Drs. H. Taufiqurrahman menyampaikan, berdasarkan surat edaran Gubernur Jawa Timur agar bisnis prostitusi di Nganjuk ditutup untuk selamanya.
Mengingat, di Nganjuk telah tersebar virus HIV/AIDS hingga jumlahnya mencapai 600 penderita lebih. Diduga, salah satu penyebabnya adanya praktik pelacuran. “Sudah memprihatinkan tingkat penyebaran HIV/AIDS di Nganjuk, penyebab terbesar adalah praktik prostitusi,” jelas Bupati Nganjuk.
Menurut Bupati Taufiqurrahman, keberadaan kompleks lokalisasi di Nganjuk justru banyak menimbulkan kerugian. Selain sebagai pemicu penyebaran penyakit kelamin, juga sebagai tempat berbagai tindak kejahatan dan peredaran obat-obatan terlarang.
Lebih-lebih, para PSK yang menempati kompleks lokalisasi sebagian besar bukan warga Nganjuk, namun justru dampak negatif yang ditimbulkan dirasakan warga Nganjuk.
“Dari jumlah seluruh PSK, yang benar-benar orang Nganjuk tidak lebih dari 84 orang dari 319 PSK di tiga lokasi,” jelasnya.
Pemkab Nganjuk dikatakan Bupati Taufiqurrahman, kedepan telah membuat program pemberdayaan bagi mantan penghuni lokalisasi PSK, di antaranya dengan pelatihan keterampilan.
“Kami berikan bantuan pendampingan. Kami berharap mereka para mantan penghuni lokalisasi bisa bekerja lebih baik,” ujarnya.
Sementara itu, Dirjen Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI Syamsudi menegaskan kebijakan penutupan lokalisasi dilakukan sebagai upaya pencegahan praktik penjualan manusia atau “human traficking”. “Ini (penutupan lokalisasi) bukan persoalan sederhana. Traficking terjadi luar biasa menyedihkan, dan jika negara tidak melakukan apa-apa, negara tidak hadir untuk rakyatnya,” kata Syamsudi.
Syamsudi yang ditemui dalam acara deklarasi penanganan prostitusi di GOR Bung Karno Nganjuk, itu mengatakan untuk penutupan memang telah mempertimbangkan berbagai macam hal, bahkan tidak jarang mengalami penolakan. Namun, hal itu dinilai sebagai hal yang bisa saja terjadi.
Syamsudi menegaskan, dalam penutupan lokalisasi selain harus melibatkan kebijakan dari kepala daerah, juga harus mendapatkan dukungan dari masyarakat serta organsisasi masyarakat di daerah itu, dengan harapan mendukung penuh upaya untuk penanganan prostitusi.
Setelah lokasi prostitusi ditutup, Kemensos menindaklanjuti dengan bantuan usaha ekonomi produktif (UEP), pemulangan dan jaminan hidup bagi seluruh penghuni lokalisasi di daerah. Kemensos mengambil langkah-langkah penanganan strategis yang mengedepankan aspirasi, kebutuhan masyarakat, memperhatikan nilai-nilai, norma dan budaya setempat dalam upaya rehabilitasi sosial para PSK.
“Karena itu dibutuhkan dukungan seluruh elemen masyarakat dan pihak-pihak terkait agar terlaksana rehabilitasi sosial bagi para WPS dengan baik,” ujarnya.
Dalam kegiatan itu, sejumlah warga terdampak, serta penghuni lokalisasi juga datang. Mereka diberikan bantuan uang sebagai kompensasi antara Rp 2,8 juta hingga Rp4,5 juta per orang. [adv]

Keterangan Foto : Dirjen Rehabilitasi Sosial Kemensos Drs. Syamsudi, MM menyerahkan dana kompensasi dan rehabilitasi kepada PSK. (humas)

Tags: