Ngembak Geni Pertanda Tengger Brang Normal

Sebanyak 44 patung ogoh-ogoh dalam ritual tawur agung kasanga menyambut Hari Raya Nyepi menuju lapangan Desa Tosari Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan, Jumat (20/3) sore.

Sebanyak 44 patung ogoh-ogoh dalam ritual tawur agung kasanga menyambut Hari Raya Nyepi menuju lapangan Desa Tosari Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan, Jumat (20/3) sore.

Pasuruan, Bhirawa
Ngembak Geni merupakan rangkaian terakhir umat Hindu Tengger Brang Kulon (Pasuruan) di lereng Gunung Bromo, Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan pada ritual perayaan suci penyepian tahun baru Saka 1937. Pada Ngembak Geni ini seluruh anggota keluarga saling keluar rumah dan saling meminta maaf serta tetangga dan kerabat pada Minggu (22/3) pagi.
Tentu saja, aktivitas warga serta suasana akses wisata di Kecamatan Tosari menuju penanjakan Gunung Bromo menjadi normal. Diketahui, perayaan nyepi kawasan wisata di menuju Gunung Bromo tepatnya di pintu gerbang Desa Wonokitri ditutup total sejak, Sabtu (21/3) pukul 05.00 WIB dan dibuka kembali, Minggu (22/3) pukul pukul 05.00 WIB. Penutupan dilakukan untuk menghormati umat Hindu Tengger merayakan Hari Raya Nyepi agar berjalan khidmat.
“Mulai tadi pagi, aktivitas warga di Brang Kulon Gunung Bromo kembali normal. Termasuk juga para wisatawan lokal maupun mancanegara kembali lagi memadati penanjakan Gunung Bromo,” ujar Trisno Sudigdo, Ketua Koperasi Bromo Tengger Sejahtera, Minggu (22/3).
Sebelumnya, tawur agung kasanga untuk menyambut tahun baru Saka 1937 diawali dengan upacara melasti di sumber air widodaren Gunung Bromo. Kemudian, rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi diawali dengan arak-arakan ogoh-ogoh di lapangan Desa Tosari Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan.
Sebanyak 44 ogoh-ogoh berbagai bentuk buta kala yang melambangkan berbagai sifat angkara murka diarak dari sejumlah desa di Kecamatan Tosari, Tutur dan Puspo. Upacara pencaruhan agung merupakan upaya membersihkan diri dari pengaruh jahat, baik dari diri manusia maupun pengaruh jahat alam. Selain itu juga untuk memohon kebahagian dan kesejahteraan bagi umat Hindu Tengger.
“Berbagai rupa di ogoh-ogoh ini melambangkan sifat dan pengaruh jahat nantinya diarak kembali ke masing-masing desa. Selanjutnya dibakar di depan pura agar pengaruh jahat itu hilang,” tandas Eko Warnoto, dukun pandita.
Adapun ritual umat Hindu Tengger diantaranya empat berata (catur berata) antara lain amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak melakukan aktivitas kerja), amati lelanguan (tidak menikmati kesenangan, atau menghibur diri) dan amati lelungan (berpantangan bepergian). Ritual ini diharapkan sebagai bentuk introspeksi diri untuk mendekatkan diri dengan Sang Hyang Widi, sesama manusia dan lingkungan. [hil]

Tags: