Niat Baik Sang Marxis dan Utopianya

Judul Buku : Karl Marx, Sebuah Pengantar Singkat
Penulis : Peter Singer
Penerbit : IRCiSoD
Cetakan : Pertama, April 2021
Tebal Buku : 160 Halaman
Peresensi : Slamet Makhsun
Mahasiswa Jurusan Studi Agama-Agama UIN Sunan Kalijaga

Banyak yang berspekulasi bahwa pengaruhnya Marx hanya bisa dibandingkan dengan tokoh besar keagamaan seperti Yesus atau Muhammad SAW. Hal itu berlandaskan pada paruh awal abad 20, hampir empat dari sepuluh orang di bumi hidup di bawah pemerintahan yang mengaku Marxis, dan menyatakan bahwa mereka menggunakan prinsip-prinsip marxisme dalam menentukan urusan bangsa dan negaranya. Marxis sendiri merupakan julukan bagi orang yang mengikuti gagasan-gagasannya Marx.

Karl Marx lahir pada tahun 1818 di kota Trier, Jerman. Ia adalah keturunan dari keluarga Yahudi dengan ayah yang bernama Heinrich dan ibu yang bernama Henrietta. Masa mudanya banyak ia habiskan di bangku kuliah dan meja diskusi filsafat, yang kala itu filsafat mendapat sambutan hangat dari para akademisi muda Jerman.

Lika-liku pemikiran Marx, sebenarnya terbentuk oleh filsuf-filsuf pendahulunya seperti Bauer, Feuerbach, dan Hegel. Untuk nama terakhir ini, memiliki pengaruh yang kuat terhadap gagasannya Marx. Penjelasan Hegel mengenai alienasi (keterasingan) manusia, membuat Marx mampu membedah bagaimana roda ekonomi dan kapitalisme mengurung orang-orang miskin ke dalam ‘penjara’ kepedihan.

Dalam ranah ideologi, sebenarnya marxisme mengajarkan untuk menghapus kasta sosial. Marx sangat keukueh ingin menciptakan tatanan dunia yang egaliter dan setara. Semua manusia adalah sederajat. Inilah doktrin pokoknya. Hal-hal seperti itu, lahir ketika Marx melihat hampir diseluruh Eropa sedang mengalami revolusi industri yang mengantarkan dibangunnya banyak pabrik. Tentu, pabrik-pabrik itu telah memperkerjakan banyak buruh. Ironisnya, walaupun banyak pabrik yang dibangun, nyatanya tidak menambah kesejahteraan bagi buruh. Buruh tetap saja miskin. Padahal, mereka hanya bisa mengantungkan hidupnya kepada gaji dari pemilik pabrik.

Banyaknya buruh pabrik yang dipekerjakan, dalam faktanya, tidak diimbangi dengan kepastian dan jaminan hukum. Ketika pemilik pabrik memberi gaji yang tidak semestinya, maka buruh tidak bisa menggugat. Mereka hanya bisa merengut sedih sembari meratapi nasibnya. Misalpun ada jaminan hukum, itu pun akan memihak bos pabrik. Juga banyak diantara hakim-hakim yang mudah disuap oleh orang-orang borjuis (orang kaya). Dalam ungkapan yang sedikit kasar, “Dunia dan segala keadilannya, adalah miliki orang yang berduit”.

Sialnya lagi, agama Kristen yang dominan di Eropa kala itu, menjadi alat bagi orang-orang kapital untuk semakin memperkaya diri. Sifat orang miskin yang terlalu taat pada dogma agama, membuat mereka stagnan dan takut untuk bergerak. Oleh karenanya, orang-orang kaya acapkali memesan fatwa kepada pendeta, agar orang-orang miskin itu tidak balik memberontak dan mogok kerja dari pabrik-pabrik mereka. Pantas saja, jika Karl Marx mengatakan bahwa agama adalah candu.

Untuk itu, Marx mengajukan komunisme sebagai solusi bagi semua problem di atas. Menurut Marx, pokok inti dari ajaran komunisme adalah semua regulasi kebutuhan rakyat diatur oleh Partai Komunis. Sedangkan partai tersebut merupakan representasi rakyat melalui wakil-wakilnya. Semua dinamika yang terjadi dalam masyarakat komunis akan bercitrakan rakyat. Rakyat menjadi pelaku utamanya. Hal itu menjadikan tidak adanya persaingan ekonomi, sehingga tidak akan pernah muncul orang kapital atau borjuis, yang kelakuannya semena-mena terhadap pihak lain.

Komunisme menitik beratkan kepada kepentingan bersama. Setiap individu memikirkan individu lainnya. Jika diteliti lebih dalam, maka segala perpecahan dan konflik yang terjadi dalam masyarakat, terbentuk karena ego kuat masing-masing individu. Oleh sebabnya, Marx menjadikan kapitalisme dan liberalisme sebagai musuh utamanya. Dua ideologi itu telah mendorong manusia terjun ke dalam persaingan bebas ekonomi dan politik, sehingga membuat orang lemah menjadi makanan empuk bagi orang yang kuat.

Setelah sekian abad berlalu, banyak pengamat yang mengatakan bahwa teorinya Marx tersebut meleset. Justru negara-negara Eropa yang menerapkan kapitalisme serta liberalisme, menjadi negara maju dan rawan konflik. Hukum-hukum yang ada di dalam negara tersebut telah diperbaiki. Terhadap orang-orang miskin, negara kapital dan liberal malah memberikan santunan. Banyak fasilitas kesehatan dan pendidikan yang digratiskan.

Sebaliknya, negara yang menerapkan komunisme seperti Uni Soviet, China, atau Kuba, mengalami tingkat kriminalitas yang tinggi. Orang-orang yang berkuasa di Partai Komunis malahan banyak yang memanfaatkan kedudukannya untuk kepentingan pribadi dan berlaku semena-mena terhadap rakyatnya. Dampak dari itu semua, menjadikan negara komunis jauh dari kata maju. Mereka stagnan sebagai negara yang berkembang.

——— *** ———-

Rate this article!
Tags: