Niat Haji Berujung Pidana

hajiSeluruh ulama yakin, bahwa melaksanakan ibadah haji adalah panggilan Ilahi. Umat Islam periode pertama, bersama Rasulullah SAW pula, mengalami penundaan pelaksanaan ibadah haji. Padahal saat itu umat Islam baru saja menaklukkan kota Mekah (secara damai). Sejak itu diyakini, bahwa pelaksanaan ibadah haji merupakan takdir. Tidak elok memaksakan diri melaksanakan ibadah haji dengan cara haram (kriminal).
Yang bisa melaksanakan ibadah haji secara mabrur, dijamin memperoleh kesejahteraan dan kemakmuran di dunia dan akhirat. Namun muslim yang belum bisa melaksanakan haji, diberikan ke-mulia-an setara haji. Caranya, antaralain dengan puasa Arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Cara lain, selalu bersikap baik dan menolong tetangga yang menderita (sakit atau miskin).
Ibadah haji merupakan rukun Islam yang wajib dilaksanakan, tetapi memiliki persyaratan khusus. Yakni, mampu dan aman. Persyaratan mampu, meliputi perbekalan ekonomi dan kesehatan. Sedangkan syarat aman, meliputi keamanan di daerah keberangkatan, selama di perjalanan, hingga situasi di Makkah dan Madinah. Jika persyaratan (mampu dan aman) tidak bisa terpenuhi, maka ibadah haji menjadi tidak wajib. Bisa ditunda sampai mampu dan aman terepenuhi.
Lebih dari 200 WNI (Warga Negara Indonesia) ditahan otoritas ketertiban kota Makkah. Tuduhannya, masuk tanpa tasrih (dokumen perizinan), serta tidak membawa dokumen ke-imigrasi-an lain (visa). Boleh jadi, sebagian diantaranya merupakan pemukim illegal. Biasanya rata-rata telah menetap di sekitar Makkah cukup lama jauh sebelum musim haji.
Uniknya, hal itu terjadi rutin sejak beberapa dekade. Beberapa diantaranya pernah memiliki paspor dan visa, tetapi telah kedaluwarsa. Banyak pula diantaranya eks-TKW (Tenaga Kerja Wanita) yang lari dari majikan, karena berbagai sebab. Maka musim haji, menjadi kesempatan untuk berdagang kecil-kecilan, menjadi asongan makanan Indonesia. Ada yang berjualan nasi kuning, lauk pepes, aneka sambal, sampai ikan. Ada yang berjualan rokok merek terkenal produksi Indonesia.
Konon, mayoritas yang tertangkap adalah yang apes, tidak sempat berkelit (melarikan diri) pada saat terjadi razia. Sebagian juga menawarkan jasa kursi dorong untuk jamaah haji yang sakit. Seluruhnya dilakukan sembari turut melaksanakan ritual ibadah haji secara lengkap. Melaksanakan thawaf (mengelilingi Ka’bah 7 kali), sai (berjalan dari bukti shofa ke marwah dalam 7 kali trip). Serta turut melaksanakan lempar jumroh, serta wukuf di Arofah.
Dus, ber-haji melalui “pintu belakang” bukan hal baru. Dulu, untuk ibadah haji digunakan paspor khusus warna cokelat. Namun sejak 2015, digunakan paspor umum (berwarna hijau). Dua dekade lalu (era tahun 1990-an), terdapat modus melaksanakan ibadah haji “pintu belakang,” menggunakan paspor hijau. Berangkat sebagai wisatawan atau dengan visa kerja. Pemberangkatan dilakukan sebulan sebelum kloter pertama dimulai.
Biasanya, haji ilegal (paspor hijau) dilakukan karena telah memiliki kerabat  di Arab Saudi, yang bisa menampung. Kini cara ilegal itu berulang. Modusnya bukan lagi dengan paspor hijau, melainkan “paspor tetangga.” Yang apes (tertangkap), calon jamaah haji (CJH) menggunakan visa paspor Pilipina. Namun sebenarnya, banyak negeri tetangga dijadikan transit sebelum terbang ke Arab Saudi. Termasuk negara sahabat yang jauh, antaralain menggunakan visa Palestina.
Haji melalui Palestina biasa disebut haji Furoda. Visa hajinya diperolah melalui undangan dari Pemerintah Kerajaan Saudi Arabi, diluar kuota visa haji jatah Indonesia. Semacam jalur haji mandiri yang dikelola oleh perusahaan penyelenggara umroh dan haji resmi. Maraknya haji “mandiri” disebabkan antrean panjang pemberangkatan haji reguler ekses renovasi masjidil haram.
Tetapi cita-cita berhaji, cukuplah diupayakan dengan menabung dan berdoa. Tidak perlu mamaksakan upaya melalui “pintu belakang,” cara ilegal.

                                                                                                               ———   000   ———

Rate this article!
Niat Haji Berujung Pidana,5 / 5 ( 1votes )
Tags: