Nilai IPA dan IPHA Jatim Naik di Atas Rata-rata Nasional

Andriyanto

Surabaya, Bhirawa
Kerja keras Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak bidang perlindungan anak mulai membuahkan hasil. Hal itu dapat dilihat dari Indeks Perlindungan Anak (IPA) dan Indeks Pemenuhan Hak Anak (IPHA) di Jatim yang mengalami kenaikan cukup signifikan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jatim, Dr Andriyanto SH MKes menuturkan, IPA dan IPHA Jatim mengalami peningkatan signifikan dari 2018 ke 2019. Bahkan kenaikannya di atas rata – rata nasional dan menduduki peringkat lima besar se-Indonesia untuk IPHA.
Andriyanto mengatakan, berdasarkan release Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI beberapa minggu lalu, tercatat IPA Jatim sebesar 71,8 pada 2019, meningkat 3,87 (5,7%) dari 2018, dan di atas nilai nasional 66,29 dengan pertumbuhannya 3,54 (5,6%). Tercatat IPHA Jatim pada 2019 sebesar 69,68 di atas nasional sebesar 63,67, dengan pertumbuhan 4,25 (6,5%) dari 2018. IPHA Jatim ini menduduki peringkat 5 tertinggi nasional di bawah Provinsi Jogjakarta, Bali, DKI Jakarta dan Kepulauan Riau.
“IPA ini menggambarkan upaya perlindungan anak yang telah dilaksanakan Pemprov Jatim dalam hal pemenuhan hak sipil dan kebebasan; lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan dan pemanfaatan waktu luang, serta perlindungan khusus anak,” kata Andriyanto, Senin (15/2).
Menurut Andriyanto, upaya perlindungan anak di Jatim masih membutuhkan perhatian serius dan kerja keras dari seluruh pihak, baik pemerintah maupun masyarakat guna mencapai hasil yang optimal. Pada kenyataannya kondisi anak – anak di Jatim masih membutuhkan perhatian ekstra. Hal ini terlihat dari banyaknya kekerasan terhadap anak, banyaknya anak yang dipekerjakan, dilacurkan, Angka Partisipasi Sekolah (APS) rendah atau Angka Kematian Bayi (AKB) tinggi.
Selain itu, lanjutnya, anak – anak di Jatim juga masih ada yang gizi kurang dan stunting, gizi anak kurang yodium, dan anak tidak memiliki akte kelahiran dan Kartu Identitas anak. Situasi ini merupakan hasil akumulasi dari nilai sosial kultural dari suatu masyarakat. Padahal kita sadar, pembangunan berkelanjutan dimulai dari anak – anak.
“IPA dan IPHA Jatim di masa tiga tahun mendatang haruslah lebih meningkat dan membutuhkan percepatan. Pekerjaan rumah yang cukup berat ini akan terwujud melalui semangat kerja keras yang tinggi. Upaya percepatan capaian ini membutuhkan koordinasi dan sinergitas yang baik antara pemerintah provinsi, perangkat daerah, dan peran serta masyarakat. Hal ini Insha Allah akan menjadi mudah dengan digalakkannya jargon Jawa Timur Bangkit beserta Rembug Nyekrup antara perangkat daerah,” tandasnya. [iib]

Tags: