Nilai-Nilai Dasar Membangun Keluarga Bahagia

Cover Buku ValueJudul buku   : Values for Family
Penulis  : Irma Susanti
Penerbit   : Saufa
Cetakan  : I, 2015
Tebal  : 188 halaman
ISBN  : 978-602-255-823-1
Peresensi  : Moh. Romadlon
Penulis Lepas tinggal di Kebumen.

Terciptanya keluarga bahagia merupakan dambaan dan tujuan setiap pasangan pria dan wanita yang bersepakat membangun sebuah rumah tangga dalam jalinan pernikahan. Namun demikian, dalam perjalanannya keluarga yang mereka bangun tentu tidak lepas dari hantaman gelombang permasalahan dan terpaan badai cobaan. Oleh karena itu, serupa membangun sebuah gedung, untuk membangun rumah tangga dibutuhkan fondasi yang kokoh. Tanpa itu, sulit sekali akan terwujud keharmonisan dan kebahagian dalam rumah tangga.
Dalam konteks ini, ada 7 nilai dasar yang harus dikembangkan untuk menciptakan rumah tangga bahagia, yakni jujur, sederhana, hemat, lutus, teladan, pengertian, dan cerdas . Ketujuh hal tersebut yang dijabarkan penulis lewat buku Values for Family ini.
Fondasi yang pertama dan utama adalah bersikap jujur kepada pasangan dan anggota keluarga lainnnya di mana pun dan kapan pun. Bersikaplah terbuka. Jangan pernah ada yang ditutup-tutupi. Hal ini bermanfaat untuk meredam sekaligus menyingkirkan guncangan, bahaya, emosi, serta berbagai masalah lainnya. Kejujuran inilah yang kemudian akan memunculkan rasa saling percaya sebagai sebuah modal utama untuk menciptakan keharmonisan dan kebahagiaan rumah tangga. Rasa saling percaya di sini tentu bukan berarti sama-sama bersikap masa bodoh atau membiarkan anggota keluarga bertindak apa pun tanpa melakukan kontrol sama sekali. Praktik yang tepat adalah saling mengontrol, menilai, menghargai, serta mengingatkan tanpa mengikat atau terlalu membatasi ruang ekspresi (hal.18-30).
Nilai yang tidak kalah penting dari kejujuran adalah berlaku hemat. Seperti halnya kejujuran, untuk menciptakan keluarga bahagia, sikap hemat juga harus melekat di setiap anggota keluarga. Tidak akan berarti bila hanya dilakukan oleh sang suami saja atau istri saja, tapi harus dilakukan oleh seluruh anggota keluarga. Dengan berhemat akan terhindar dari himpitan ekonomi sehingga akan menjadi keluarga yang makmur, sejahtera, dan bahagia (hal.60)
Sementara itu, dengan hidup boros, seberapa besar pendapatan pasti tidak akan cukup memenuhi kebutuhan. Sehingga, yang terpenting bukan saja pintar memperbesar pendapatan tapi juga harus cerdik mengatur atau mengelola keuangan yang ada. Terkait hal tersebut, penulis merilis beberapa tips sederhana mengatur keuangan keluarga, di antaranya orangtua selalu menanamkan dan mencontohkan hidup sederhana pada anak-anaknya, membuat aturan yang tegas dan jelas, hindari berutang selain untuk kepentingan bisnis atau investasi, dan kurangi kebiasaan berbelanja di swalayan. Selain itu, untuk bisa berhemat, penting rasanya untuk berusaha menunda kesenangan, mengalokasikan pendapatan untuk di tabung atau diinvestasikan, serta mempersiapkan dana darurat (hal.62-72)
Menciptakan keluarga harmonis dan bahagi juga membutuhkan ketulusan dan keteladanan. Ketika anak atau istri mengambil sebuah keputusan misalnya, selama hal itu positif maka sang suami harus memberikan dukungan secara tulus. Seandainya keputusan itu dipandang kurang pas, maka sang suami harus berusaha memberi penjelasan dan pengertian pada mereka. Namun jika mereka tetap pada keputusannya, berilah kesempatan kepada mereka untuk mengambil langkah sendiri serta bertanggung jawab atas keputusan yang diambil. Dengan begitu, menunjukkan bahwa sang suami adalah sosok bijak yang tulus. Bila sikap demikian dipupuk dan dipertahankan maka akan tercipta keharmonisan dan kebahagiaan. Seorang suami atau bapak juga harus secara tulus memberikan apresiasi, pujian, bahkan sebuah hadiah atas keberhasilan dan capaia sang istri atau anak-anak. Pun begitu, demi menjaga kohormonisan, suami jangan pernah berhenti memahami dan menerima kekurangan pasangan dan anak-anak. Karena bagaimana pun mereka adalah individu yang unik, yang berbeda dari dirinya. Jangang berusaha menyamakan atau memaksa mereka untuk sama. Biarlah perbedaan itu ada sebagai sarana saling memberi dan melengkapi. Dari sanalah keharmonisan sebetulnya akan muncul (hal.94).
Sementara untuk menanamkan semua nilai-nilai luhur tersebut kepada anak-anak tidak cukup dengan mengajarkan ataupun memberlakukan aturan tegas. Lebih dari itu, orangtua harus mampu member teladan. Bila ingin anak bersikap jujur misalnya maka orangtua harus selalu jujur.  Keteladanan ini berlaku setiap hari, yakni mulai dari bangun pagi hingga tidur pada malam hari. Tanpa keteladaan dari orangtua anak akan sulit menyerap ajaran atau mematuhi aturan yang telah disepakati bersama. Dan kalau sudah begitu, sulit rasanya akan tercipta keharmonisan dan kebahagian dalam rumah tangga.

                                                                                                    ——————- *** ——————

Tags: