Nilai Ujian Nasional Dipatok Minimal 55

Suasana Ujian Sekolah di SMAN 5 Surabaya, Senin (2/3). Tahun ini, pemerintah masih memberlakukan standar minimal kompetensi lulusan.

Suasana Ujian Sekolah di SMAN 5 Surabaya, Senin (2/3). Tahun ini, pemerintah masih memberlakukan standar minimal kompetensi lulusan.

Dindik Jatim, Bhirawa
Meski bukan lagi menjadi penentu kelulusan, peserta Ujian Nasional (UN) 2015  tetap tidak bisa main-main. Karena tahun ini, pemerintah masih memberlakukan standar minimal kompetensi lulusan. Siswa bahkan perlu mengulang jika hasil UN-nya kurang atau di bawah standar kompetensi.
Dalam draft Prosedur Operasional Standar (POS) UN, ada empat kategori kompetensi lulusan. Di antaranya ialah kategori sangat baik dengan nilai di atas 85 – 100, kategori baik nilai di atas 70 – 85, cukup nilai 55 – 70 dan kategori kurang dengan nilai antara nol – 54.  “Jika nilainya masuk kategori kurang maka siswa silakan mengulang pada tahun berikutnya (2016) untuk perbaikan,” tutur Ketua Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Prof Nizam saat ditemui di Surabaya, Senin (2/3).
Dengan demikian, siswa yang tidak ingin mengulang UN nilainya minimal harus 55 ke atas. Meski dianjurkan untuk melakukan perbaikan, Nizam menuturkan status siswa tetap lulus dari satuan pendidikan. Sebab, mulai tahun ini pemerintah telah menghapus klausul UN sebagai syarat kelulusan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005.  “Kalau tidak diperbaiki juga tidak apa-apa. Tapi nilainya akan kurang selamanya, dan perbaikan itu akan lebih bermanfaat,” tutur dia.
Jadwal perbaikan ini akan dilaksanakan tahun depan bersamaan dengan UN tahun ajaran 2015-2016. Setelah mengikuti perbaikan, siswa akan mendapat Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) baru. “Meskipun sudah masuk kuliah, bisa saja ikut perbaikan,” tutur dia.
Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (Pustekkom) Kemendikbud Ari Santoso menambahkan, penghapusan fungsi UN sebagai syarat kelulusan merupakan usaha untuk menghilangkan tekanan terhadap siswa dan sekolah. Karena selama ini, tak sedikit daerah menjadikan keberhasilan UN ini sebagai capaian politik. “Kita tidak perlu bangga dengan pendidikan semu yang baik hanya di atas kertas. Tahun ini kita dorong untuk mengutamakan nilai-nilai kejujuran di UN tanpa tekanan,” tutur Ari.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Harun mengatakan, meski status siswa dinyatakan lulus, namun secara eksplisit siswa tetap saja seperti tidak lulus. Sebab, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) juga tidak mau menerima siswa dengan nilai di bawah standar kompetensi lulusan. “Ini sudah kita tanyakan sebelumnya ke pusat. Tapi jawabannya hanya menunggu petunjuk selanjutnya,” tutur Harun.
Harun menilai positif adanya standar minimal kompetensi lulusan ini. Sebab, peserta ujian tidak akan main-main. Namun demikian, semua aturan dan prosedur UN harus dituangkan dalam POS. Termasuk perbaikan UN bagi siswa yang menerima nilai dengan kategori kurang. Sehingga jelas, nilai UN ini fungsinya untuk apa saja. Apakah hanya untuk pemetaan pendidikan atau untuk fungsi-fungsi lain.
“Sampai sekarang POS-nya masih dalam bentuk draft. Dan kita sampaikan apa adanya ke daerah,” tutur Harun.
Alumnus Lemhanas 2008 itu mengaku karena POS belum disahkan, hingga saat ini ada beberapa persiapan yang macet. Di antaranya pembuatan Surat Keputusan (SK) kepanitian UN dari gubernur dan bupati/ wali kota. “Tetapi secara keseluruhan, persiapan sudah kita lakukan  baik untuk UN yang paper, maupun komputer,” pungkas Harun. [tam]

Tags: