NU Kab.Malang Tolak Sertifikasi Khatib Salat Jumat

Khatib Shalat Jumat yang direncanakan akan dilakukan sertifikasi oleh Menag RI. [yoyok cahyono/bhirawa]

Kab Malang, Bhirawa
Rencana sertifikasi khatib shalat Jumat yang digulirkan Menteri Agama (Menag) H Lukman Hakim mendapatkan reaksi dari berbagai organisasi masyarakat (ormas) Islam. Seperti Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Malang menolak dengan beberapa catatan, terkait sertifikasi khatib shalat Jumat tersebut.
Ketua PCNU Kabupaten Malang dr H Umar Usman, Kamis (9/10), kepada wartawan mengatakan sikap itu didasari adanya penolakan dari masyarakat. Sertifikasi yang dimaksud Menag itu juga telah membingungkan para tokoh-tokoh agama, khususnya dikalangan NU.
“Karena kebijakan menteri itu, akan menambah kegaduhan umat Islam di Kabupaten Malang ini,” tuturnya. Sebab, menurut dia, di negara kita ini dalam beberapa bulan terakhir, telah dilanda berbagai persoalan yang mengarah pada agama. Dan agar tidak menambah persoalan baru, untuk itu pihaknya meminta Menag mengkaji ulang kebijakan yang akan dibuatnya. Untuk saat ini, PCNU Kabupaten Malang menolak wacana sertifikasi khatib shalat Jumat, meski dengan beberapa catatan.
“Catatan yang kami maksud, yakni perlu adanya mengkaji ulang yang lebih komprehensif. Dan pembahasannya harus melibatkan seluruh elemen yang ada, serta memiliki perangkat teknis yang bisa diterima masyarakat,” kata Umar.
Ia mengaku, rencana sertifikasi khatib salat Jumat sebenarnya bertujuan baik, yaitu dalam upaya meningkatkan kompetensi para juru dakwah di masjid-masjid. Sehingga diharapkan dengan sertifikasi tersebut, dakwah yang disampaikan bisa memberi rasa teduh, penuh muatan ilmu serta semakin memperkuat rasa persaudaraan dan cinta terhadap tanah air. Namun sayangnya, kebijakan ini terlalu cepat digulirkan oleh pemerintah tanpa mengkaji ulang, agar di daerah ada persiapan.
”Tidak mudah melakukan sertifikasi khatib shalat Jum’at. Sehingga rencana sertifikasi itu terkesan dipaksakan, dan terasa ada nuansa politis didalamnya. Sehingga dirinya bersama warga Nahdliyin Kabupaten Malang meminta pada pemerintah jangan menambah masalah, karena masalah yang satu belum selesai, ditambah lagi masalah,” tegasnya.
Umar dalam kesempatan itu juga menanyakan, apakah Kemenag sudah memiliki data valid tentang jumlah khatib shalat Jumat di masjid-masjid yang ada di Kabupaten Malang. Dan bagaimana cara melakukan sertifikasi, serta apa saja yang akan dikompetensikan. Pertanyaan selanjutnya pada Kemenag, apakah khatib yang sudah disertifikasi itu akan diberi insentif atau honor per bulan?
“Karena banyak hal yang belum jelas dan tidak diketahui masyarakat tentang hal ini, maka rencana sertifikasi khatib shalat Jumat kami tolak. Dan disamping itu, juga sudah banyak kritik baik ditingkat masyarakat maupun, anggota dewan hingga Wakil Presiden Republik Indoenesia (RI) Jusuf Kalla (JK),” ungkapnya. Sedangkan Pak JK sendiri, lanjut Umar, juga menyampaikan jika masjid-masjid yang ada di Indonesia ini bukan milik negara atau pemerintah, namun milik masyarakat dengan dana swadaya. Dan itu berbeda dengan masjid-masjid yang diatur oleh negara, seperti di negara Malaysia, Brunai, dan negara Timur Tengah. Selain itu, dakwah di masjid yang ada di Indonesia adalah dakwah komunitas. [cyn]

Tags: