NU Minta Gubernur Bertemu Kiai Bahas Pelarangan Mihol di Surabaya

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Nahdatul Ulama Surabaya meminta agar Gubernur Dr H Soekarwo menerima permintaan dialog para kiai dan elemen masyarakat Surabaya untuk merumuskan masalah Perda Pelarangan Peredaran Minuman Beralkohol (Mihol) di Surabaya.
Permintaan yang disampaikan Ketua PC NU Surabaya Muhibbin Zuhri ini juga terkait dengan kabar bakal ditolaknya Perda Pelarangan Peredaran Mihol oleh Gubernur Jatim dalam sepekan ini. Dengan pertemuan ini, menurut Muhibbin , gubernur bisa mendapat masukan yang lebih substantif tentang mihol.
Muhibbin menyayangkan sikap Gubernur Soekarwo yang tidak acuh dengan permohonan audiensi para kiai. Padahal audiensi itu bertujuan untuk berdiskusi seputar mihol. “Sudah dua bulan kirim surat audiensi, tapi Pakde Karwo belum ada respon,” ujarnya, Rabu (20/7).
Disebutkannya alasan penolakan karena Perda Larangan Mihol bertentangan dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2015 tidak masuk akal. Sebab, Permendag tersebut justru juga bertentangan dengan undang-undang.
Cak Muhibbin, biasa dia disapa, mengungkapkan Permendag Nomor 6 Tahun 2015 berlawanan dengan UU Perlindungan konsumen, UU  Kesehatan, dan UU Pangan.  “Permendag itu bukankah tingkatannya di bawah undang-undang, jadi tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,” tegasnya.
Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya ini mengatakan, secara substansi Permendag Nomor 6 Tahun 2015 membolehkan masyarakat Indonesia mengonsumsi makanan yang merusak kesehatan, seperti mihol.
Sementara, lanjutnya, dalam UU Pangan, makanan yang boleh dijual adalah makanan yang sehat.  Selain  itu Direktur Museum NU ini juga menjelaskan, Mahkamah Agung (MA) sudah membatalkan Perpres tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol. “Sekarang tinggi mana keputusn MA dengan Permendag?” tanyanya.
Cak Muhibbin juga meminta Pakde Karwo konsisten. Pakde Karwo dinilainya  telah mengajari penggunaan asas diskresi terhadap regulasi. Buktinya, Pemprov Jatim berani mengalokasikan anggaran untuk Madrasah Diniyah. Padahal saat itu, pengelolaan Madrasah Diniyah tersentral di pusat. “Sekarang ditiru oleh Surabaya. Karena pelarangan mihol itu positif untuk Surabaya,” ucapnya.
Pakde Karwo juga diminta tidak terjebak pada prosedur formal. Cak Muhibbin menegaskan, keputusan pansus dari DPRD Surabaya yang mengambil langkah diskresi, atau pelarangan mihol di Surabaya sudah benar. Karena substansi mihol bisa merusak kesehatan.
Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Surabaya Vinsensius meminta Pansus Mihol menunggu kepastian sikap resmi dari gubernur sebelum mengajukan banding. Sebab, sampai saat ini baik dewan maupun bagian hukum Pemkot Surabaya belum menerima pemberitahuan resmi.  “Saat ini kan baru sepertinya, katanya, dengarnya, tampaknya, artinya belum ada kepastian secara resmi sikap Pemprov Jatim,” ucapnya.
Politisi Partai NasDem ini menjelaskan perjuangan pansus selama ini sudah sangat optimal. Mereka juga tentu paham akan mekanisme yang ada. Memang dari awal ada kemungkinan ditolak oleh pemprov karena Perda Mihol yang dihasilkan bertentangan dengan produk hukum di atasnya.  “Sehingga ketentuannya mereka juga mengerti dan menghargai sikap dari Pemprov Jatim terkait Perda Minhol,” tandasnya. [gat]

Tags: