Nyali Wali Kota Surabaya Ditantang Layaknya Tutup Dolly

Murpin J Sembiring

Polemik Bantuan Sosial SMA/SMK
Surabaya, Bhirawa
Keberanian Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini diuji terkait polemik pemberian bantuan sosial (Bansos) bagi siswa SMA/SMK. Hanya dengan mengedepankan gotong royong diyakini polemik berkepanjangan selama 11 bulan itu bakal selesai. Dan proses belajar mengajar siswa bisa berjalan normal sebagaimana mestinya.
Pandangan ini disampaikan juru bicara Forum Pendidikan Jawa Timur (FPJ), Murpin J Sembiring saat ditemui Bhirawa di Kampus Universitas Widya Kartika (Uwika), Rabu (8/11) kemarin. Pihaknya mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Pemkot Surabaya mengedepankan semangat gotong royong.
“Mestinya Bu Risma (Wali Kota Surabaya) itu berani seperti saat menutup Dolly. Artinya, roh keberanian itulah yang bisa mengakhiri polemik selama ini. Kita akan terus memberi support Bu Risma jangan takut,” katanya.
Menurutnya, tidak ada yang perlu ditakutkan pemkot karena DPRD Surabaya menyetujui penggunaan anggaran bansos.
“Kenapa harus takut? Beranilah seperti saat membubarkan Dolly. Atau kalau takut, gandeng perusahaan untuk memberikan dana CSR (corporate social responsibility) untuk bansos siswa SMA/SMK sekitar 10 ribu lebih ini,” bebernya.
Murpin yang juga sebagai Rektor Uwika ini menilai bahwa polemik ini terjadi karena semangat gotong royong antarpimpinan tidak ada. Bahkan, ia khawatir jika Kabupaten dan Kota lain di Jatim ikut bilang tidak mampu membiayai bansos. Dan ini justru bakal memberatkan Pemprov.
“Jadi, harus ada gotong royong APBD provinsi dan kota,” paparnya.
Menurut Murpin, pemkot seharusnya lebih fokus penanganan warga miskin. Dia menyebut, tahun 2016 tercatat ada 4,6 persen atau sekitar 140 ribu warga miskin di Kota Surabaya. “Lebih baik akar masalah ini dijawab karena menjadi tanggung jawab pemkot,” imbuhnya. Murpin juga menyebut mengundang Wali KotaSurabaya Tri Rismaharini di acara diskusi itu, namun yang bersangkutan ada kegiatan lain.
Pemkot, kata Murpin, sudah selesai dengan pelaksanaan Undang-Undang 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sekiranya ada sisa APBD bisa dimanfaatkan untuk bansos. Tidak ada yang dilanggar. Bahkan pihaknya mencontohkan pemerintahan di Tiongkok yang kelebihan keuangan sehingga memberi beasiswa mahasiswa di sejumlah negara di Asia.
“Nah, ini harusnya bisa ditiru. Karena pemerintah disana itu sampai memberikan beasiswa kepada mahasiswa asal Indonesia juga,” terangnya.
Murpin yang juga sebagai Dewan Pendidikan Surabaya menambahkan, banyak daerah lain mengalokasikan dana bansos dari APBD. Termasuk biaya kuliah pegawai pemerintahan. Murpin mengingatkan jangan sampai ada yang menuding sikap pemkot yang demikian karena kalah gugatan soal peralihan pengelolaan SMA/SMK ke provinsi.
“Jangan setelah kewenangan pengelolaan diserahkan kembali, pemkot mau membiayai. Gak usah takut masuk penjara, kita juga siap masuk. Kalau masuk, apakah dewan tidak ikut masuk? Kita (di FPJ) juga siap masuk,” ulas Murpin.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Dewan Pendidikan Jatim, Isa Ansori meminta pemkot juga memperhatikan Undang-Undang Perlindungan Anak. “Ada kewajiban pemda melindungi anak-anak. Usia 0 sampai 18 tahun adalah anak-anak. Siswa SMA/SMK bagian anak-anak. Perlindungan anak termasuk menjamin pendidikannya,” kata Isa yang juga pengurus Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim.
Ketakutan akan munculnya masalah hukum, sebut Isa, sebenarnya bisa disikapi dengan kebijakan sekolah menyusun kebutuhan riil. “Cuma sekolah harus jujur, berapa yang dibiayai pemerintah dan berapa kekurangan yang dibayar masyarakat. Kata kuncinya, ada sinergi,” sarannya.
Sementara itu, Syahrul selaku guru pembina SMK PGRI 13 Surabaya yang menjadi bagian FPJ ikut angkat bicara. Menurutnya, selama polemik ini, ada banyak siswa menunggak pembayaran SPP maupun uang gedung. Nunggaknya antara 8 hingga 11 bulan.
“Saya ngobrol dengan ibu kepala sekolah (SMK PGRI 13), faktanya seperti itu. Sejak Bopda disetop, kita kelimpungan. Banyak SMK PGRI lain mengalami hal sama. Dampaknya, sekolah sulit berkembang. Kepala sekolah nomboki honor guru,” tutur Syahrul yang juga mantan Wakasek Bidang Kesiswaan.
Seperti diketahui, bansos siswa SMA/SMK belum ada kejelasan. Pemkot belum memutuskan memberikan karena khawatir muncul masalah hukum. Sementara, Kemendagri sendiri memberikan jawaban ke pemkot dan DPRD Surabaya yang menyebut bansos SMA/SMK dikembalikan ke pemkot.

Dewan Tetap Perjuangkan Bansos
Meski konsultasi dengan Kementerian Dalam negeri soal bantuan sosial kepada siswa SMA/SMK tidak mampu, masih mendapati jalan buntu, legislatif bertekad untuk tetap memperjuangkan anggaran tersebut di APBD 2018.
Ketua Komisi D, Agustin Poliana , Rabu (8/11) menegaskan Komisinya tetap optimis dengan surat balasan yang bakal dikirim pihak Kemendagri, terkait surat yang dikirimkan oleh DPRD Surabaya. Meski diakui Agustin , dalam konsultasi dengan pihak Kemendagri, Selasa (7/11), tidak didapati kepastian anggaran Bansos siswa miskin SMa/SMK  bisa dilaksanakan.
Menurut Agustin, optimisme masih ada karena dalam konsultasi kemarin pihak Kemendagri menegaskan memperbolehkan, hanya saja harus diwaspadai agar tidak double anggaran dengan pemerintah provinsi.
“Jelas tadi (konsultasi, red) kita garis bawahi ucapan dari Kemendagri, bahwa secara aturan penganggaran diperbolehkan, sedang untuk pelaksanaan dipersilahkan koordinasi dengan provinsi, ini,” jelasnya.
Ketua Komisi D DPRD Surabaya ini menyampaikan jika Kemendagri hanya khawatir terjadi double anggaran dengan Provinsi.
“Kemendagri bilang bansos dan hibah itu bukan urusan wajib, dan boleh dianggarkan jika urusan wajib sudah terpenuhi,” tambahnya. Dengan demikian, lanjut Agustin, masih dimungkinkan adanya ruang untuk membantu mereka para siswa SMA/SMK tidak mampu, sehingga akan mengurangi beban wali murid dan mengurangi anak putus sekolah.
Pada kesempatan kemarin Agustin justru menyayangkan sikap Tim Pemkot  yang dalam konsultasi dengan Kemendagri yang masih terus mempersoalkan acuan hukumnya, meski pihaknya (Komisi D-red) sudah beberapa kali memberikan penjelasan.
Dia mengaku jika dirinya telah berusaha memberikan penjelasan bersama Reni anggota Banggar. Dan ironinya, pihak Depdagri terkesan membela Pemkot. Demikian juga dengan staf yang dibawanya.
“Mereka beranggapan bahwa itu menyalahi aturan, sebelum ada Permendagri yang mengatur tentang pemberian bantuan kepada siswa SMA/SMK, yang kewenangannya telah diambil alih oleh Provinsi,” ucapnya .
Atas hal ini, politisi perempuan PDIP ini mengambil kesimpulan sementara jika hasil konsultasi yang melibatkan beberapa pihak ini masih tetap ngambang,”  karena Pemkot tetap memilih untuk bersikap hati-hati.
Sementara itu Indonesian Civil Rights Watch (ICRW) mendesak Gubernur Jawa Timur mengambil inisiatif dengan membuat payung hukum bagi kabupaten/kota  yang berkeinginan memberikan bantuan dana bagi SMA/SMK di Jawa Timur.
Kepala Divisi Advokasi ICRW, Arif Budi Santoso, SIP, SH, menyatakan, bahwa akhir-akhir ini masyarakat tengah menunggu terealisasinya komitmen dan janji pemerintah provinsi untuk mewujudkan pendidikan yang murah dan berkualitas melalui pembahasan rancangan APBD Jawa Timur 2018 yang kini memasuki tahap akhir.
“Kita akan melihat apakah pemerintah mampu memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen,” tuturnya. [geh.gat]

Tags: