Nyawa Ganda Entrepreneur Muda Pejuang PDRB Jawa Timur

Tak Mati Diuji Pandemi, Bangkit Lagi Lalu Berprestasi

Covid-19 boleh jadi telah merenggut banyak korban meninggal.Tetapi entrepreneur harus terus lahir dari anak-anak muda kreatif dan tak kenal menyerah.Karena dari sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) itulah, pertumbuhan ekonomi di Jatim mampu tetap tegak di kala pandemi Covid-19 terus memberi tekanan.Kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim bahkan tak pernah kurang dari angka 50 persen.

Adit Hananta Utama, Kota Surabaya

Di panggung K-UKM Expo Hybrid 2021, wajah Prasetyo Wahyu Pambudi sumringah menyambut penghargaan dari Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Piagam penghargaan tersebut adalah buah dari keberhasilan mengikuti ajang UMKM Millenial Breakthrue Season 2 bertajuk ‘Raise Up’ dan diserahkan saat pembukaan K-UKM Expo 2021 pada 15 September di Grandcity Surabaya.

Kemenangan itu bukan inti dari cerita tentang pemuda desa kelahiran Kota Surabaya tersebut.Karena jauh di balik panggung kemenangan dan apresiasi orang nomor satu di Jatim tersebut, Prasetyo pernah terjatuh berulang kali hingga di titik paling mempeihatinkan.Jatuh karena pandemi, lalu bangkit lagi dan berprestasi karena pandemi.

Tinggal di Dusun Ngemplak, Desa Ngujuran, Kecamatan Bancar, Tuban, Prasetyo memulai ide bisnisnya berupa ecoprint di awal tahun 2020 lalu.Pemuda berusia 29 tahun ini memilih desa sebagai tempat usahanya karena melihat potensi sumber daya yang dapat dikembangkan cukup besar. Sumber daya berupa pewarna alami untuk membuat motif kain dapat ia peroleh dengan mudah. Seperti daun mangsi, daun jati, dan rumput-rumputan liar yang tidak ada di kota. Di samping sumber daya yang melimpah, di desa itu dia juga bisa sekaligus memberdayakan masyarakat dengan konsep yang saling menguntungkan.

Tak lama bisnis itu dirintis, Covid-19 datang memberi kejutan pertama bisnis yang dia jalankan.”Awalnya saya memulai dari produksi batik tulis kemduian bergeser menjadi ecoprint.Jadi ya cukup berat, karena di saat kita baru melakukan transisi usaha tiba-tiba datanglah pandemi,” tutur alumnus Universitas Negeri Yogyakarta tersebut.

Bisnis itu pun mulai berkembang hingga Prasetyo mampu mengembangkan usahanya dalam bentuk PT Estetika Dari Desa. Meski dari desa, katanya, ia yakin produknya akan mampu mendunia kelak. Sebab menurutnya, pasar saat ini telah ada di dalam genggaman.Tak harus menyewa outlet di tempat strategis yang mahal harga sewanya.”Marketplace dan media sosial itu tempat yang strategis untuk memasarkan produk.Dari situlah saya mengenalkan produk sekaligus menemukan pelanggan,” jelas dia.

Naik turun perjalanan berwirausaha itu dia alami dengan cukup banyak cerita.Bahkan di saat awal pandemi, biaya untuk produksi saja kerap tak mencukupi.”Makanya kompetisi seperti yang digelar Pemprov Jatim ini tidak hanya penting bagi kita untuk berprestasi, tapi juga suntikan energi yang cukup besar untuk kita terus bertahan.Itu juga diakui oleh teman-teman pelaku usaha lainnya,” tutur dia.

Jalan semakin terjal saat gelombang kedua Covid-19 datang di pertengahan tahun ini.Karena minimnya penjualan, Prasetyo menghentikan seluruh pegawainya pada Juni – Juli 2021 dan mengerjakan sendiri seluruh pekerjaannya.”Di situlah kesalahan saya.Karena produksi saya tangani sendiri, akhirnya penjualan keteteran.Sampai pada bulan Agustus itu, penjualan saya hanya satu potong baju dengan harga kurang dari Rp 200 ribu,” ujar dia.

Meski cukup berat, kondisi itu tetap ia jalani dengan terus berinovasi dan mendongkrak pemasaran dari berbagai platform digital. Di samping itu, dia pun mengajak masyarakat sekitar untuk bekerjasama sebagai karyawan part time.”Jadi saya harus berpikir bagaimana menekan sekecil mungkin biaya operasional dan terus mendorong pemasaran.Karena meskipun bahan-bahan produksinya murah, tapi pengerjaannya cukup lama sehingga biaya produksiya tetap besar,” jelas dia.

Strategi pemasaran dengan memanfaatkan platform digital terus diperluas.Di samping itu, Prasetyo pun terus mempertahankan harga jual produknya tetap terjangkau meskipun dibuat secara hand made.Dengan menekan biaya produksi, dia mampu menjual kain motif alami itu hanya dengan harga Rp 200 ribu per dua meter.Sedangkan untuk produk yang dalam bentuk baju, dia mampu menjual mulai Rp 125 ribu.”Jadi cukup terjangkau meskipun ini produk hand made,” kata dia.

Peluang untuk dapat mengakses pameran juga dia kejar hingga berhasil masuk pada K-UKM Expo 2021 lalu.Prasetyo pun mencatat di pertengahan bulan September ini telah membukukan omzet Rp 8 juta.Nilai yang cukup melegakan dibandingkan satu bulan sebelumnya.

“Dari expo itu Alhamdulillah banyak yang repeat order da nada beberapa pengusaha yang antusias untuk ngajak kerjasama.Salah satunya ada pengusaha kain pel yang ingin mengembangkan kain pel dengan pewarna alami untuk dekorasi rumah,” ujar dia.

Kegigihan menjaga roda usaha tetap berputar di masa pandemi juga ditunjukkan Friday Purnama Sari.Pengusaha batik tulis dari Kota Probolinggo ini mampu membuktikan daya tahannya terhadap pandemi Covid-19 hingga dinobatkan sebagai Wirausaha Muda Berprestasi 2021 oleh Pemprov Jatim.Pandemi dengan segala dampaknya diakuinya cukup membuatnya berjuang lebih keras.Penurunan omzet penjualan turun hingga 30 persen dari omzet normalnya di kisaran Rp 30 juta.”Karena pemesan batik saya sering kali dari ajang fashion show atau pameran.Dan selama pandemi ini kan kegiatan-kegiatan itu hampir tidak ada,” tutur Friday.

Friday pun berusaha tetap bertahan dengan terus menciptakan desain batik tulis yang menarik untuk pelanggannya. Salah satunya ialah dengan menciptakan motif batik tulis dengan edisi terbatas.”Kita juga biasa memmproduksi batik yang sesuai keinginan pembeli atau membuat batik edisi terbatas yang kita cetak maksimal tiga potong,” tutur dia.

Purnama Sari mengenalkan produk batiknya pada Ketua Dekranasda Jatim Arumi Bachsin Elestianto Dardak saat K-UKM Expo Hybrid.

Dorongan terhadap tumbuhnya sektor UMKM ini terus menjadi perhatian serius Pemprov Jatim di bawah komando Gubernur Khofifah.Sebab, kebangkitan perekonomian di Jatim berasal dari sektor koperasi dan UMKM. Oleh karena itu, ajang semacam K-UKM Expo Hybrid 2021 diharapkan dapat menjadi pembangkit semangat koperasi dan UMKM di Jatim. Meskipun pelaksanaannya dilakukan secara hybrid dengan protokol kesehatan yang ketat.

“Kita saat ini telah mulai melakukan expo K-UKM secara hybrid.Ada yang expo secara langsung, ada yang mengikuti secara virtual.Artinya kita melakukan dengan penuh kehati-hatian dan menjaga protokol kesehatan yang ketat,” kata Khofifah.

Lebih lanjut disampaikan Khofifah, kebersamaan Pemprov Jatim dengan instansi vertikal seperti Perwakilan BI Jatim, OJK Kanreg IV juga akanmenjadi penguat dari kebangkitan dan semangat Koperasi dan UMKM di Jatim. Bahkan melalui pameran perdana yang digelar sejak pandemi gelombang kedua tersebut, Dinas Koperasi dan UMKM Jatim mencatat pembukuan transaksi mencapai Rp 1,31 miliar. Nilai itu diperoleh dari akumulasi transaksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, pameran tersebut juga telah berhasil menarik animo kunjungan pameran sebanyak 9.420 orang selama lima hari digelar.

“Betapa pentingnya backbone ekonomi Jawa Timur ini perlu mendapatkan penguatan di saat kondisi Covid-19 sudah makin terkendali. Apalagi kontribusi UMKM terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Jatim mencapai 57,25%,” ujar orang nomor satu di Jatim.

Pada kesempatan yang sama, Khofifah juga memaparkan, pertumbuhan ekonomi di Jatim pada semester I Tahun 2021 mencapai 7,05%. Ke depan harapannya perekonomian di Jatim semakin bergerak meningkat dan bisa terdongkrak di triwulan IV Tahun 2021.

“Pergerakan kita di sektor ekonomi, maupun transportasi publik ini mulai bergerak di Bulan September.Dari angka pertumbuhan ekonomi tersebut, tentu diharapkan bisa terdongkrak di triwulan IV.Karena pada triwulan III terdapat PPKM Darurat pada Bulan Juli dan PPKM Berlevel pada Bulan Agustus,” jelas Mantan Mensos RI.

Laju pertumbuhan ekonomi yang semakin progresif di triwulan kedua ini menjadikan Jatim sebagai penyumbang ekonomi terbesar kedua di Pulau Jawa setelah DKI Jakarta dengan kontribusi 24,93 persen. Sementara kontribusinya terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 14,44 persen, Jawa Timur juga menjadi provinsi penyumbang terbesar kedua. “Perkembangan ini menunjukkan bahwa perekonomian Jatim terus bangkit dan mengalami perbaikan meskipun pencapaiannya belum dapat kembali seperti saat sebelum pandemi Covid-19,” tutur Khofifah.

Untuk mencapai target tersebut, Khofifah kembali mengingatkan kepada semua pihak agar menjaga hulu penanganan Covid-19 ketika suasana sudah melandai seperti saat ini. Hulu penanganan Covid-19 yang dimaksud seperti tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan dan vaksinasi.”Karena Covid-19 ini berseiring mobilitas mobilitas masyarakat, interaksi masyarakat tinggi, jika tidak diikuti dengan protkes yang ketat bisa berpotensi penyebaran juga tinggi. Karena itu suasana yang sudah melandai seperti ini harus tetap diikutu disiplin prokes dan mempercepat vaksinasi.Tetap harus waspada,” tandas Khofifah.

Optimisme mewujudkan Jatim Bangkit dari pandemi itu semakin kuat dengan terus melandainya kasus harian Covid-19 di Jatim.Bahkan, per tanggal 22 Oktober seluruh daerah di Jatim telah berstatus zona kuning yang artinya resiko penularan rendah. Penilaian status peta resiko berdasarkan indikator epidemiologi, indikator surveilans kesehatan masyarakat serta indikator pelayanan kesehatan.

Tak hanya penambahan di zona kuning, lanjut Khofifah, berdasarkan hasil assesment level situasi Covid-19 dari Kemenkes RI per 20 September 2021 yang dirilis 21 September 2021, level 1 di Jatim bertambah menjadi 21 kabupaten/kota. Yaitu Kab. Tuban, Sumenep, Situbondo, Sidoarjo, Sampang, Pasuruan, Pamekasan, Pacitan, Magetan, Lamongan, Kota Surabaya, Kota Pasuruan, Kota Kediri, Kota Batu, Kab. Kediri, Jombang, Jember, Gresik, Bondowoso, Bojonegoro, dan Banyuwangi.

Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari sebelumnya 19 kabupaten/kota berada level 1 per 19 September 2021.Sementara untuk level 2 dari tanggal 19 September 2021 ke 20 September 2021 mengalami penurunan dari 19 kabupaten/kota menjadi 17 kabupaten/kota. Yaitu Kab. Tulungagung, Trenggalek, Probolinggo, Ponorogo, Ngawi, Nganjuk, Mojokerto, Malang, Madiun, Lumajang, Kota Probolinggo, Kota Mojokerto, Kota Malang, Kota Madiun, Kota Blitar, Kab. Blitar, dan Bangkalan.

“Alhamdulillah, selain zonasi 100% berada pada zona kuning, jumlah kabupaten/kota yang berada pada level 1 menjadi 21 kabupaten/kota. Terima kasih atas kerjasama semua pihak dan komponen masyarakat,” pungkas dia. [tam]

Tags: