Ojek Online, Resahkan Ojek Pangkalan

Ojek pangkalan yang berada di Surabaya mulai sepi penumpang, setelah munculnya ojek dengan berbasis online.

Ojek pangkalan yang berada di Surabaya mulai sepi penumpang, setelah munculnya ojek dengan berbasis online.

Surabaya, Bhirawa
Kehadiran ojek online memanfaatkan aplikasi yang tersedia di PlayStore dan IOs milik Apple, menbuat ojek yang biasa mangkal di pangkalan resah. Karena mereka khawatir kehilangan pelanggan yang tentunya berimbas pada penghasilan.
Kholid, salah satu pengemudi ojek motor yang bekerja di Terminal Bungurasih mengutarakan, kehadiran ojek online di Surabaya dan sekitarnya memang belum menganggu pendapatannya sebagai tukang ojek yang telah bekerja 13 tahun. Namun jika hal tersebut dibiarkan, pasti akan terjadi penurunan jumlah penumpang yang memanfaatkan jasanya.
“Saat ini memang belum ada dampaknya, tetapi jika banyak masyarakat yang bergabung lama kelamaan, kita juga akan kehilangan pelanggan. Sekarang yang penting, antar tukang ojek harus ada kesepakatan yang sama karena kejadian yang tidak mengenakkan seperti yang terjadi di Jakarta ada sopir Gojeck yang  di ingatkan dengan keras terkait melanggar lahan orang,” ujarnya, Kamis (27/8) kemarin.
Pemerintah dalam hal ini selaku regulator harus memberikan aturan yang jelas tentang bisnis ojek yang ada di Surabaya dan sekitarnya. Jangan sampai, antar sesama masyarakat terjadi gesekan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Cikal bakal dari ojek pangkalan terjadi karena adanya rasa persaudaraan antar teman sekampung yang belum bekerja, sedangkan ojek online terjadi karena desakan kebutuhan ekonomi yang kurang.
“Kami bisa memahami, bahwa setiap orang yang bekerja di sini juga membutuhkan penghasilan untuk hidup. Seperti Mas Hasan, dia bekerja sebagai tukang ojek di Bungur ini karena dia sudah tidak memiliki lahan sawah. Lahan sawahnya dijual untuk membeli motor. Lha kalau tukang ojek online masuk, dan ikut mengambil penumpang sepi juga,” ujarnya.
Lanjut Kholid, sebelum banyak taksi yang mangkal di terminal ia bisa mendapatkan penghasilan lebih dari Rp.4 juta per bulannya. Tetapi sejak ada taksi yang mangkal, serta ojek-ojek gelap yang bukan warga Bungur pendapatannya turun sampai 50%.
Sementara itu, Muhammad Iqbal, pengemudi Gojek, warga Petemon,  Surabaya, mengaku takut dengan tindak kekerasan antara akibat persaingan yang belakangan marak terjadi. “Takut, tapi sudah risiko,” katanya ketika berbincang-bincang Bhirwa, di Jagir.
Iqbal menambahkan, untuk menghindari tindak kekerasan, dia memilah-milih para penumpang yang hendak menggunakan jasanya. “Kalau jauh-jauh banget saya enggak mau. Saya kasih orang saja,” sambungnya.
Hal senada pun diungkapkan salah seorang pengemudi Gojek lainnya, Bagus Triadi, di tempat yang sama. Atas ketakutan tersebut, Bagus berharap pemerintah turut serta. Dia meminta pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap pengemudi Gojek.
“Yah kami mau Pemerintah lebih memperhatikan juga perlindungan untuk kita tukang ojek. Apalagi saya sudah tua. Saya bekerja sebagai sopir Gojek, karena tahun kemarin saya di PHK, sedangkan setiap harinya saya bekerja secara serabutan ,” tutupnya. [wil]

Rate this article!
Tags: