Oknum Dindik Diduga Jual Ijazah Kejar Paket C dan B

Kab Malang, Bhirawa
Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Malang lagi-lagi membuat persoalan baru. Setelah terbelit kasus terkait  adanya pungutan liar (pungli) yang diduga kuat dilakukan oleh oknum staf Dindik kepada sekolah, kali ini oknum staf Dindik lainnya bersama oknum pengurus Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) kabupaten setempat disinyalir memperjualbelikan ijazah Kejar Paket C atau setara dengan ijazah SMA, dan ijazah Kejar Paket B atau setara dengan ijazah SMP.
Ijazah yang dijual kepada masyarakat yang butuh ijazah tersebut, secara otomatis mereka tidak diwajibkan mengikuti proses belajar mengajar, serta tidak mengikuti Ujian Nasional (UN). Tapi, hanya membayar Rp 800 ribu, bisa mendapatkan ijazah Kejar Paket B. Begitu juga dengan membayar uang sebesar Rp 1,75 juta sudah mendapatkan ijazah Kejar Paket C.  Tak pelak, jual beli ijazah Paket C dan B yang diduga dilakukan oknum staf Dindik ini telah meresahkan masyarakat Kabupaten Malang.
“Ironisnya lagi, ada salah satu pemegang ijazah Kejar Paket C, tentunya dengan cara membeli ijazah bisa menjadi anggota DPRD Kabupaten Malang periode 2009-2014. Padahal, anggota dewan tersebut hanya lulusan Sekolah Dasar (SD), dan diyakini tidak pernah mendaftar atau sekolah untuk program Kejar Paket C. Namun ketika mendaftar sebagai anggota dewan, dia menyodorkan ijazah terakhir dengan menggunakan ijazah Paket C,” ungkap Direktur Lembaga Kajian Hukum (LKH) Merah Putih Malang H Abdul Fattah, Minggu (27/4).
Menurut dia, dugaan jual beli ijazah Kejar Paket C dan B, diketahui setelah ada salah satu warga Kecamatan Dampit yang mengadu kepada LKH, bahwa ada warga yang telah membeli ijazah Kejar Paket C kepada oknum pegawai Dindik Kabupaten Malang, yakni sebesar Rp 1,75 juta. Mereka membeli ijazah Kejar Paket C dengan alasan untuk mendaftar sebagai calon legislatif (caleg). Yang bersangkutan mengaku  sebelum mendapatkan ijazah Paket C, dia telah membeli ijazah Paket B sebesar Rp 800 ribu.
“Karena warga tersebut hanya memiliki ijazah SD saja. Dan untuk melengkapi persyaratan mendaftar sebagai caleg, maka dia membeli kepada oknum staf Dindik melalui oknum pengurus PKBM Kecamatan Dampit. Tapi, setelah ditetapkan sebagai Daftar Calon Tetap (DPT) dari KPUD, dan mengikuti Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2014, dia tidak lolos menjadi anggota DPRD Kabupaten Malang periode 2014-1019, karena suara pemilih kurang mencukupi,” terang Fattah.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Pendidikan (Kadindik) Kabupaten Malang Budi Ismoyo menyatakan, jika dirinya belum mendapatkan laporan tentang adanya jual beli ijazah Kejar Paket C dan B, yang diduga melibatkan anak buahnya. Sehingga dia belum bisa memproses dalam kasus tersebut. “Jika ada laporan dan bisa dibuktikan dengan data otentik, akan kita tindaklanjuti kasus tersebut,” tegasnya.
Diterangkannya untuk proses pembelajaran dalam proses pendidikan kesetaraan dengan metode cepat, yaitu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Misalnya, warga harus menempuh pendidikan di PKBM atau pernah putus sekolah. Sehingga bagi siswa yang putus sekolah dan mengikuti program Kejar Paket C dan B, maka siswa hanya menempuh pendidikan selama sisa waktu saat mereka memutuskan untuk  tidak sekolah. Dan bila saat itu putus sekolah pada kelas 2, maka hanya menempuh pendidikan satu tahun.
“Dan jika ada warga yang tidak pernah sekolah sama sekali dalam menempuh pendidikan SMP maupun SMA, maka dia harus mengikuti pendidikan selama tiga tahun. Karena program Paket C dan B tidak ada bedanya dengan sekolah reguler. Hanya yang membedakan biasanya adalah usia. Karena peserta Program Kejar Paket C dan B rata-rata sudah masuk pada usia tua, yakni usia 35-50 tahun. Bahkan, ada siswa Kejar Paket C yang berumur 60 tahun,” papar Budi. [cyn]

Tags: