Oktober, Honor GTT – PTT Kabupaten Sidoarjo Naik Rp500 Ribu

foto ilustrasi

Sidoarjo, Bhirawa
Mulai Bulan Oktober 2017 Pemkab Sidoarjo akan menaikkan honor 548 GTT (Guru Tidak Tetap) dan 103 PTT (Pegawai Tidak Tetap) dengan kisaran kenaikan Rp500 ribu per bulan.
Untuk GTT yang semula menerima Rp1 juta maka honornya akan naik menjadi Rp1,5 juta per bulan, sedangkan PTT yang sebelumnyan mendapat honor Rp500 ribu akan naik menjadi Rp1 juta. Sehingga nantinya honor 651 GTT dan PTT akan disamakan besaran kenaikan. Kenaikan honor ini merupakan efek dari dicoretnya gedung terpadu senilai Rp800 miliar (3 tahun anggaran) dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Jabon dari KUA PPAS 2018. Sekitar Rp200 miliar yang tadinya disiapkan untuk mendukung dua program itu akhirnya dialihkan untuk kepentingan lain.
Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa DPRD Sidoarjo, Achmad Amir Aslichin, Senin (22/8) menegaskan, sebenarnya kebutuhan total GTT dan PTT sebanyak 2.564 orang yang terdiri dari 2.095 GTT dan 469 PTT. Namun 1.547 GTT dan 366 PTT sudah teranggarkan dalam APBD 2017, berikutnya yang 651 orang menyusul mendapat hak yang sama akhir tahun ini setelah masuk dalam KUA PPAS Perubahan 2017.
Anak kedua Bupati Saiful Ilah ini mendukung upaya Pemkab untuk menaikkan honor GTT dan PTT, karena honor yang diterima sangat rendah. Semoga dengan kenaikan ini dapat sedikit meringankan beban hidup para GTT dan PTT.
Wabup Sidoarjo, H Nur Achmad, terpisah membenarkan dengan tidak masuknya dua program dalam KUA PPAS maka anggaranya dapat dialihkan untuk kepentingan mendasar seperti kenaikan guru dan pegawai tidak tetap itu. Menyelesaikan persoalan banjir.
Wabup Nur Achmad menegaskan, tidak melihat pencoretan gedung terpadu dan PLT sampah ini sebagai kekalahan eksekutif dan kemenangan legislatif. Dalam persoalan ini tidak kalah menang. Yang menang adalah rakyat, perdebatan seputar gedung terpadu itu adalah dinamika. Apa yang diusulkan Pemkab merupakan gagasan, kalaupun tidak masuk KUA itu bukan masalah. Toh, anggaranya tetap bisa digunakan untuk membangun RPH (Rumah Potong Hewan) modern di Krian senilai Rp20 miliar, membeli lahan untuk pembangunan rumah sakit wilayah baratr (Krian).
Tentang ada keinginan berbagai pihak agar pembangunan RS itu dibiayai APBD sendiri, menurut Nur Achmad, itu bukan masalah. Baginya dibangun dengan APBD Sidoarjo atau menggunakan pola KPBU dengan konsesi pembayaran delapan tahun, sama saja. Malah KPBU lebih enak, karena anggaran APBD bisa digunakan untuk kepentingan lain.
”Sebenarnya paling penting, sumber anggaran dari mana saja silahkan yang penting manajemen pengelolaannya ditangan Pemkab Sidoarjo,” ujarnya. [hds]

Tags: