Omah Munir Gugat Pembebasan Pollycarpus

Omah Munir

Salah satu sudut di Omah Munir.

Kota Batu, Bhirawa
Para aktivis yang tergabung dalam bendera Omah Munir di Kota Batu akhirnya angkat bicara. Hal ini menyusul tercederainya rasa keadilan di negeri ini atas pembebasan bersyarat terhadap Pollycarpus Budihari Prijanto yang dinilai sebagai sebuah kesalahan besar. Jelang peringatan kematian Munir pada 8 Desember mendatang, Omah Munir menyiapkan gugatan besar terhadap kebijakan pemberian bebas bersyarat kepada mantan pilot Garuda itu.
Ditemui di Omah Munir Jl Bukit Berbunga Kota Batu, Selasa (2/12), istri (alm) Munir, Suciwati menyatakan dia siap menuntut janji dari Presiden Jokowi yang akan melakukan revolusi mental. Ia menuntut agar  revolusi mental diprioritaskan kepada para penegak hukum yang saat ini menangani kasus kematian Munir.
“Tetapi kita tidak akan patah arang. Kita akan siapkan gugatan besar atau masyarakat menggugat terhadap masalah tindak lanjut pengungkapan kasus kematian Munir dan pembebasan bersyarat Pollycarpus. Meskipun dengan mental para penegak hukum saat ini, kita tahu jawaban atau hasil yang akan kita terima nanti,”sindir Suciwati, Selasa (2/12).
Ditambahkan Direktur Omah Munir Salma Safitri, Menteri Hukum dan HAM saat ini telah kehilangan fakta sejarah atas kasus kematian Munir. Sang menteri lupa jika kasus Munir ini bukan merupakan kasus kriminal biasa. Tetapi kasus kriminal yang direncanakan untuk membungkam aktivis pejuang HAM, Munir.
Salma menilai dalam penyelesaian kasus Munir ini tidak bisa dilakukan dengan pendekatan biasa. Karena jika hanya didasarkan pada yurisid formal, pembebasan Pollycarpus tidak menyalahi prosedural. Tetapi hal ini justru menghilangkan rasa keadilan bagi Munir dan para aktivis pembela Munir.
“Jika Menteri Hukum dan HAM menyatakan tidak memenuhi permintaan bebas bersyarat Pollycarpus adalah melanggar HAM, maka kita juga menuntut mana rasa keadilan bagi kami,”ujar Salma
Dengan kenyataan ini maka para pegiat/aktivis Omah Munir merasa tercederai dengan keputusan pemerintah. Untuk itu mereka saat ini tengah menyusun gugatan masyarakat terhadap kebijakan ini. Apalagi terpidana Pollycarpus merupakan aktor lapangan dalam kasus Munir. Adapun dalang dari pembunuhan Munir sampai saat ini belum pernah terungkap. “Bahkan para jenderal yang telah disebutkan dalam persidangan, saat detik ini belum pernah tersentuh oleh hukum,”pungkas Salma.
Terpisah Sekretaris Eksekutif Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) Choirul Anam menilai pembebasan bersyarat bagi Pollycarpus tidak hanya mencederai keadilan bagi korban dan sahabat Munir, namun juga merusak rasa keadilan publik dan demokratisasi di Indonesia.
“Pembebasan Pollycarpus menjadi kado pertama dari pemerintahan Jokowi. Namun, pembebasan Pollycarpus adalah kado buruk. Keberanian dan komitmen Jokowi terhadap HAM pun dipertanyakan. Pembebasan untuk Pollycarpus mencerminkan Jokowi gagal mengonsolidasi aparaturnya untuk konsisten dan komitmen terhadap HAM,” katanya.
Choirul pun menganggap pembebasan Pollycarpus sebagai pertanda buruk bagi pemerintahan Jokowi. Kasus bebasnya Pollycarpus juga adalah awal dari kegagalan komitmen Jokowi. Choirul pun meminta Jokowi mengevaluasi pembebasan Pollycarpus. Bahkan, kata dia, Jokowi harus membatalkannya serta menghentikan semua proses pemberian remisi untuk ke depannya.
Memang benar, kata Choirul, narapidana berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Tetapi, hak itu mestinya tidak diberikan untuk kejahatan serius atau kejahatan berat seperti pelanggaran HAM. Karena kejahatan tersebut dilakukan tidak atas kehendak sendiri, tapi terkait dengan penyalahgunaan kewenangan, kekuasaan, dan fasilitas negara. “Pollycarpus terbukti menjadi bagian yang menggunakan kewenangan dan kekuasaan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam melakukan pembunuhan Munir,” kata Choirul.
Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, mengatakan tak ada alasan menunda pembebasan bersyarat Pollycarpus. Pollycarpus adalah terdakwa pembunuhan aktivis HAM Munir Thalib. “Kita jangan menghalangi hak asasi orang lain. Sepanjang ini kan (Polycarpus) sudah (menjalani) dua pertiga masa hukuman. Bahkan seharusnya, (pembebasan) itu jauh sebelumnya setelah dinilai remisinya, perbuatannya, kelakuannya, dan sampai dengan masa hukumannya. Kita tidak punya alasan untuk menunda,” jelas Laoly.
Pollycarpus dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus meninggalnya Munir di atas pesawat Garuda Indonesia pada 7 September 2004. Munir meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal dalam penerbangan menuju Amsterdam. Dalam penerbangan itu, juga terdapat Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang tidak bertugas dalam pesawat yang sama. Namun, Sabtu kemarin, Pollycarpus yang telah menjalani hukuman selama 8 tahun dari 14 tahun masa hukumannya diberikan pembebasan bersyarat. Polly divonis 20 tahun penjara potong masa tahanan oleh Mahkamah Agung pada Januari 2008. Dia menghuni LP Kelas I Sukamiskin Bandung, sejak Mei 2008. Tahun lalu, MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali Pollycarpus. Putusan PK tersebut mengubah hukumannya dari 20 tahun menjadi 14 tahun penjara. [nas]

Tags: