Ombudsman: Laporan Pungli di Surabaya Paling Tinggi Sejak Dulu

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Kasus pungutan liar (pungli) yang terbongkar dan sempat menghebohkan dunia pendidikan di Surabaya awal 2015 ini dinilai terlambat. Karena sebenarnya, Ombudsman RI (ORI) sudah kerap menemukan dan melaporkannya sejak dua tahun terakhir ke Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya.
Pihak ORI mengakui, pengaduan terkait pungli yang dilakukan sekolah kepada siswa dan orangtuanya ini bahkan tercatat sebagai pengaduan paling banyak.  Kapala Perwakilan ORI Jatim Agus Widarta mengungkap, sepanjang 2014 lalu pungli menjadi pengaduan terbanyak yang dilayangkan ke Dindik Surabaya. Meski menjadi pengaduan terbanyak, tidak banyak yang mendapat respon. “Kita tidak tahu mengapa persoalan-persoalan pungli ini baru disikapi sekarang. Padahal sejak dua tahun lalu sudah banyak,” ungkap Agus, Kamis (12/2).
Dari data yang tercatat selama 2014, sebanyak 847 jenis pengaduan khusus terkait pungli. Selain itu, pengaduan yang juga tinggi ialah terkait tidak diberikannya izin membuka sekolah baru sebanyak 153 laporan. Terakhir pengaduan terkait dengan penahanan ijazah oleh sekolah, mencapai 52 laporan.
Agus mengatakan, jumlah pengaduan pungli sebanyak ini tidak hanya terjadi dalam tempo satu tahun saja. Sebelumnya, pada 2013 sudah ada sebanyak 591 pengaduan terkait dengan pungli. Dilanjutkan dengan pengaduan sengketa yayasan sekolah yang mencapai 50 laporan dan terakhir, penahanan ijazah yang mencapai 70 laporan. “Jadi dua tahun terakhir pengaduan pungli ini sebenarnya mengalami peningkatan,” kata dia.
Menurut Agus, pengaduan jenis pungli sekolah ini dilakukan dengan beberapa macam alasan. Di antaranya ialah pembelian seragam, les tambahan, buku tambahan, iuran sekolah dan lainnya. Padahal, pemberlakuan pelarangan pungli dalam Perda Kota Surabaya Nomor 16 Tahun 2012 sudah diterapkan sejak 2012 lalu. Sehingga, sangat ironis jika masih banyak sekolah yang melakukan pungutan terhadap orangtua dan siswanya.
Selain Dindik Surabaya, ada dua instansi atau lembaga yang sering menjadi sasaran pengaduan yakni kecamatan, kelurahan dan Dinas Cipta Karya. “Urutan pertama kecamatan, kelurahan dan Cipta karya,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dindik Surabaya Ikhsan mengakui tingginya jumlah pengaduan terkait pungutan. Hal itu diketahui sejak Dindik membuka layanan informasi dan pengaduan pasca munculnya kasus SMAN 15 Surabaya yang berakibat hingga ke ranah hukum. “Sekarang, melalui media center ini kalau dapat pengaduan langsung kita kroscek dan kita selesaikan,” tandasnya.
Layanan media center ini merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan layanan pendidikan di Surabaya menjadi lebih baik. Masyarakat dapat langsung menyalurkan keluhannya baik melalui telepon, SMS, maupun secara online di website dispendik.surabaya.go.id. [tam]

Tags: