Ombudsman RI Temukan Praktik Pungli di SKPD Surabaya

pungli-sekolah-gambar-hanyalah-ilustrasiPemkot Surabaya, Bhirawa
Tunjangan kinerja pegawai di lingkungan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemkot Surabaya yang terindikasi  melakukan pungutan liar, diusulkan untuk dipotong, bahkan dihilangkan. Usulan ini disampaikan ketua DPRD Surabaya , Armuji terkait  sesuai hasil temuan Ombudsman RI tentang masih adanya praktek pungli di pemkot.
“Tidak cukup evaluasi, tapi harus ada perbaikan dan sanksi di lini-lini tersebut. Kalau perlu pemberian dana Tunjangan Kinerja Pegawai Pemerintah Kota di SKPD-SKPD yang terindikasi terjadi praktik pungli tersebut harus dikaji ulang dan jika perlu dipotong,” kata Armuji, Minggu(28/12).
Menurut dia, tunjangan kinerja atau e-performance selama ini merupakan bonus prestasi bagi pegawai di Pemkot Surabaya. “Jadi ini bentuk sanksi dan bukti keseriusan pimpinan pemerintah kota, khususnya BKD dan wali kota, untuk perbaikan kinerja jajaran di bawahnya,” ujarnya.
Sementara berkaitan dengan hal tersebut, sesuai dengan ketentuan UU Aparatur Sipil Negara (ASN) Nomor 5 Tahun 2014, pasal 79 dan 80, Pendapatan Pegawai Negeri Sipil termasuk PNS Pemkot Surabaya, selain gaji, juga mendapatkan 2 macam tunjangan, yaitu Tunjangan Kinerja, dan Tunjangan Kemahalan.
Adapun nilai besarannya selain yang sudah ditentukan oleh Perundangan juga mempertimbangkan aspek Kemampuan Keuangan Daerah. Selama ini, lanjut dia, besarnya Tunjangan yang diterima oleh PNS Pemkot Surabaya di luar gaji, dari hitungan kasar untuk golongan terendah bisa terima sampai Rp20 juta per tahun dan golongan tertinggi Rp330 juta per tahun.
“Angka itu untuk PNS Pemkot yang tidak punya jabatan. Sedangkan yang punya jabatan, nilainya bisa jauh lebih tinggi lagi. Tapi, persisnya berapa? Badan Kepegawaian dan wali kota yang tahu. Karena, selama ini untuk masalah tersebut hanya diatur di Perwali, belum pernah diajukan menjadi Perda,” katanya.
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) sebelumnyaa pada 22 Desember 2014 menyatakan, bahwa Surabaya termasuk salah satu kota besar dengan praktik pungli terbanyak, selain Bandung dan Jakarta.
Hasil temuan Ombudsman, pungli yang terjadi di kantor Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA), dinas koperasi, perindustrian dan perdagangan, serta dinas kebudayaan dan pariwisata.
Juga ada terjadi di 6 kecamatan: Genteng, Karangpilang, Lakarsantri, Sukolilo, Gubeng dan Krembangan. Begitu halnya di 5 kelurahan: Kaliasin, Kebraon, Bangkingan, Semolowaru, dan Barata Jaya. Harus segera ditindak lanjuti oleh Pemerintahan Kota.
Sementara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya langsung merespon temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terkait sorotan terhadap pelayanan publik di Kota Pahlawan.
Bahkan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini,  Kamis (24/12) lalu langsung mengumpulkan jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkot Surabaya mulai lurah, camat hingga kepala dinas di Graha Sawunggaling, lantai VI Gedung Pemkot Surabaya.
Dikonfirmasi Asisten I Sekkota Surabaya, Yayuk Eko Agustin kepada Bhirawa mengatakan Wali Kota Risma sangat menyesalkan masih adanya oknum-oknum yang mencoba berbuat curang, khususnya tindak pungutan liar (pungli) dalam pelayanan. Padahal, dalam beberapa kesempatan, Wali Kota kerap kali mengingatkan anak buahnya agar tidak tergoda.
”Ibu Wali Kota sudah berkali-kali mewanti-wanti jangan berbuat curang, ternyata masih ada saja. Kalau sudah begini saya mesti ngomong apa,” ujarnya.
Menurut mantan Mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Surabaya ini, perilaku PNS yang buruk itu bisa merusak tatanan sistem pelayanan publik yang sudah dibangun.
Rusaknya sistem disebabkan tingkat kepercayaan masyarakat yang menurun. Padahal, sebenarnya yang rusak bukan sistemnya melainkan perilaku oknumnya. Untuk itu, menurut Yayuk mengajak seluruh pegawai pemkot merenung dan evaluasi diri.
Dalam pemberian pengarahan kepada seluruh jajaran SKPD, Risma juga menanyakan kembali komitmen para abdi negara. “Bisa ngga pungli-pungli itu dihapus? Bisa ngga,” tanya Risma dengan nada tegas waktu itu.
“Kalau tidak bisa atau tidak puas dengan kondisi sekarang ini, lebih baik anda berhenti jadi PNS,” sambungnya. Walikota menuturkan pihaknya membutuhkan orang-orang yang punya hati memberikan pelayanan kepada masyarakat secara jujur dan ikhlas.
Yayuk Eko Agustin juga mengaku kaget begitu ada media yang memberitakan adanya temuan tindak pungli dalam rantai birokrasi di Surabaya seperti yang dipaparkan oleh ORI. Sebab, selama ini, pelayanan publik di Surabaya sudah berjalan secara transparan dan gratis alias tanpa pungutan biaya.
Yayuk mencontohkan pelayanan administrasi kependudukan selama ini gratis tanpa membeda-bedakan warga. “Saya sendiri juga kaget kok masih ada yang seperti ini. Tapi ini kontrol yang bagus. Kami memohon maaf bila ada pelayanan yang terganggu. Sama sekali tidak ada maksud seperti itu karena pelayanan di Pemkot Surabaya semuanya clear dan gratis. Tapi kami juga tidak menutup mata bila ada oknum yang bermain. Makanya, kami akan evaluasi lagi,” tegas Yayuk.
Dikatakan Yayuk, Pemkot Surabaya langsung mendalami sejauh mana temuan Ombudsman RI tersebut. Beberapa SKPD yang disebut dalam laporan Ombudsman RI juga sudah dipanggil agar memberikan penjelasan yang sebenarnya.
“Ini masih kita pelajari, masih didalami oleh Inspektorat. Kita akan cari akar masalahnya apa. Tentu kalau nanti misalnya terbukti ada yang menyalahgunakan wewenang, ya akan diproses,” sambung dia.
Yayuk mengatakan, selama ini, Pemkot Surabaya sudah berupaya maksimal untuk memberikan pelayanan publik terbaik kepada warga Kota Pahlawan.
Selain mengedepankan pelayanan yang transparan kepada masyarakat melalui pelayanan berbasis online, Pemkot juga memiliki Media Center yang difungsikan untuk menampung aspirasi dan juga keluhan warga, diantaranya perihal pelayanan publik. Bahkan, di setiap kantor pelayanan publik, sudah ada banner yang menerangkan larangan pungli.
Selain itu, Pemkot juga rutin melakukan kontrol terhadap lurah dan camat dengan intensif menggelar rapat dan juga pertemuan. Disamping, ada pengawasan melekat (Waskat) di setiap SKPD. Termasuk memberikan motivasi kepada pegawai berupa adanya tambahan insentif kinerja.
“Jadi kita sudah mencoba berbagai cara. Kita sudah sering sampaikan agar jangan main-main. Di setiap tempat pelayanan juga ada banner bahwa pelayanan gratis dan agar jangan mempersulit pemohon,” jelas Yayuk. [dre.gat]

Tags: