Omzet Ikan Asin Asal Kabupaten Situbondo Berprospek Cerah

Redy Utomo, pemilik usaha pengeringan ikan saat menjemur ikan teri Paron sebelum dipasarkan ke pembeli, kemarin (20/2). sawawi/bhirawa]

(Dikirim ke Jakarta, Demak, Medan dan Sulawesi)

Situbondo, Bhirawa
Sejumlah pemilik usaha pengeringan ikan asin di Kabupaten Situbondo memiliki prospek cerah. Ini setelah sebagian pemilik usaha pengeringan ikan asin mengakui belakangan ini angka permintaan mulai mengalami peningkatan.
Namun ada hal yang dikeluhkan dari pemilik usaha di antaranya bahan baku ikan basah kerap tidak lancar di saat cuaca ekstrim tiba. Faktor kendala lainnya dipicu oleh banyaknya nelayan yang tidak melaut mencari ikan sehingga suplai berkurang.
Redy Utomo (47) pemilik usaha pengeringan ikan asin yang ada di Desa Ketah Kecamatan Suboh Kabupaten Situbondo, mengatakan, usaha ikan asin yang digelutinya tergolong skala kecil. Redy juga menegaskan, usaha yang sudah cukup lama dijalani ini sangat bergantung dengan pasokan bahan baku ikan basah yang sering tidak lancar jika ombak sedang tinggi. “Saat cuaca sedang bagus bisa mendapatkan pasokan 3-4 ton ikan basah per pekannya atau setara 500 kg/hari yang disuplai para pemilik kapal motor yang sudah diajak kerja sama,” aku Redy, Rabu (20/2).
Namun demikian, kata Redy, saat ombak sedang tinggi seperti saat ini, dirinya hanya mendapatkan pasokan sekitar 300 kilogram per pekan. “Dengan minimnya pasokan bahan baku tersebut membuat Redy terpaksa mengurangi jumlah tenaga kerja dilapangan. Yang biasanya melibatkan 15 orang tenaga kerja, kini hanya mempekerjakan setengahnya saja. Itu pun bekerja hanya setengah hari karena siang sudah selesai,” imbuh Redy.
Masih kata Redy, pengaruh cuaca seperti saat ini sebenarnya membuat peredaran ikan asin air laut seperti ikan Teri Paron, menjadi incaran banyak orang, utamanya di pasar tradisional. Itu karena, sebut Redy, harga ikan asin Teri Paron saat ini dilepas seharga Rp 40.000 per kg-nya.
Sementara itu, imbuh Redy, harga bahan baku ikan basah yang dibeli dari nelayan sebesar Rp 7.000/kgnya. “Harga sebesar itu merupakan harga ikan yang belum diolah menjadi ikan asin yang memerlukan waktu selama dua hari dengan mempekerjakan 27 orang,” beber Redy.
Menurut Redy, bisnis pembuatan ikan asin cukup menjanjikan dan bahkan menggiurkan ditingkat pasaran. Ini karena, sambung Redy, prospek ikan asin jenis itu memiliki pangsa pasar yang stabil sejak puluhan tahun silam. Selain itu, sebutnya, ikan asin juga merupakan salah satu makanan kegemaran masyarakat Indonesia, termasuk di Kabupaten Situbondo. “Bisnis ikan asin ini tidak pernah putus, selalu saja ada permintaan dari pasar. Jika ikan asin di Situbondo tidak terserap, masih bisa dikirim ke Kabupaten Demak, Jakarta, Medan dan Sulawesi,” katanya.
Sebaliknya, urai Redy, ketika kondisi ombak normal atau cuaca membaik serta banyak nelayan melaut, bahan baku ikan basah bisa melimpah. Redy menuturkan jika cuaca membaik dan pasokan bahan lancar, di tempat usaha miliknya dapat mempekerjakan sedikitnya 27 orang yang merupakan tenaga kerja lepas. “Saat normal omzet yang diraup dalam satu pekan bisa mencapai Rp 15 juta-an,” pungkas Redy. [awi]

Tags: