Operasional RSUD Sidoarjo Terganggu, Klaim BPJS Kesehatan Molor

Petugas pelayanan BPJS Kesehatan di ruang layanan RSUD Sidoarjo. [achmad suprayogi/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Jumlah pasien di RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Sidoarjo terus mengalami peningkatan, hingga mencapai sekitar 1.800 pasien. Dari jumlah itu, sekitar 85% pasien menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan Cabang Sidoarjo, dengan jumlah klaim per bulan mencapai Rp25 miliar.
Namun untuk klaimnya agak mengalami hambatan, realisasinya molor hingga tiga bulan baru cair anggarannya. ”Tentu saja akan mengganggu biaya operasinal RS. Maka kami harus mencarikan solusi, yakni dengan menggunakan lembaga penjaminan,” jelas Dirut RSUD Sidoarjo dr Atok Irawan Sp P, kemarin.
Jika mengandalkan BPJS Kesehatan tentu saja kami akan mengalami kedodoran dalam operasionalnya. Biaya operasional per bulan sebesar Rp32 miliar, yang Rp25 miliar dari BPJS Kesehatan. Kalau tidak menggunakan lembaga penjaminan, tentu saja tak akan bisa operasional dengan baik.
“Kami tidak bisa menggaji karyawan, tidak bisa membayar listrik, untuk bayar listrik saja per bulannya mencapai Rp800 juta. Belum termasuk biaya-biaya yang lainnya,” terang Atok Irawan.
Apalagi pasien pengguna BPJS Kesehatan adalah para pasien-pasien yang mengalami penyakit berat atau kronis, diantaranya gagal ginjal, komplikasi, jantung, termasuk untuk operasi tulang. Diharapkan kepada pihak BPJS Kesehatan Cabang Sidoarjo bisa tepat waktu dalam pembanyarannya. Agar tak mengganggu cash flow keuangan di RS.
“Proses klaim pembanyaran dalam Perpres Nomor 12 tahun 2013 dalam pasal 38 ditegaskan, BPJS wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap,” pungkas Atok Irawan yang didampingi Humas RSUD Achmad Zainuri.
Kabib Penjaminan dan Manfaat Rujukan BPJS Kesehatan Cabang Sidoarjo, dr Erwin Widiarmanto menjelaskan, sebenarnya kondisi itu sudah berangsur-angsur bisa teratasi. Ia juga membenarkan kalau sejak akhir 2017 klaim-klaimnya molor hingga tiga bulan.
“Namun masuki tahun 2018 ini sudah mulai rutin dua bulanan,” katanya saat dihubungi Rabu (2/5)kemarin.
Menurutnya, penyebabnya tiap akhir tahun agak terkendala karena ada perhitungan keuangan. Anggaran dari pemerintah turunnya juga sekitar Bulan Maret-April. Disamping itu pembayaran iuran yang mandiri juga mengalami hambatan, begitu juga untuk sektor perusahaan, hal itu tentu saja juga mempengaruhi anggaran yang ada. ”Jadi kami terus mengapayakan agar tidak terjadi molor untuk proses klaimnya,” pungkas Erwin Widiarmanto. [ach]

Tags: