Optimalkan Pembimbing Kemasyarakatan Reintegrasi WBP Terorisme ke NKRI

Kadivpas Kanwil Kemenkumham Jatim, Teguh Wibowo saat Pelatihan Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial Bagi Mantan Pelaku Tindak Pidana Terorisme, Selasa (15/3).

Surabaya, Bhirawa
Sinergi dan kolaborasi dalam pembinaan warga binaan pemasyarakatan (WBP) sangat dibutuhkan. Khususnya dalam membentuk mental maupun spiritual warga binaan yang nantinya akan kembali kepada keluarga dan masyarakat luas.

Maksimalisasi pembinaan warga binaan terus dilakukan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Jatim. Khususnya bagi Lapas dan Rutan jajaran yang langsung menangani para warga binaan. Peran pembimbing kemasyarakatan (PK) pun sangat penting dalam pembinaan dan bimbingan bagi warga binaan kasus terorisme.

Proses rehabilitasi dan reintegrasi warga binaan kasus terorisme untuk kembali menjadi bagian NKRI sangatlah penting. Seperti diungkapkan Kadiv Pemasyarakatan (Kadivpas) Kanwil Kemenkumham Jatim, Teguh Wibowo yang menyatahkan peranan terpenting dalam pembinaan WBP terorisme bersumber kepada pembimbing kemasyarakatan.

“Fungsi pembimbing kemasyarakatan dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi warga binaan kasus terorisme sangatlah penting,” ucap Teguh dalam Pelatihan Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial Bagi Mantan Pelaku Tindak Pidana Terorisme, Selasa (15/3).

Bagi warga binaan teroris yang bersedia kembali menjadi bagian NKRI, sambung Teguh, bisa mengikuti program deradikalisasi. Bahkan warga binaan tersebut berhak mengajukan usul program reintegrasi. Baik itu program asimilasi maupun program pembebasan bersyarat. Sesuai dengan syarat dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Dari hal itu maka otomatis klien pemasyarakatan akan menjadi bagian dari Balai Pemasyarakatan,” ungkapnya.

PK ini, sambung Teguh, yang akan melakukan pembimbingan dan pengawasan dalam menjalankan program reintegrasi di masyarakat. Sebab selama ini tidak mudah bagi seorang klien yang berlatarbelakang mantan WBP terorisme untuk bisa kembali ke tempat tinggal sebelumnya. “Peran PK dalam membimbing dan mengawasi menjadi sangat penting,” jelasnya.

Untuk itu, Teguh menegaskan perlu adanya perubahan manajemen. Yaitu dengan pola kerjasama antar stakeholder yang berkesinambungan. Peran bapas dituntut lebih kuat dalam menjalankan program reintegrasi bagi WBP kasus teroris. Salah satu langkah untuk memperkuat peran Bapas adalah dengan dibentuknya kerjasama dan kolaborasi dengan United Nations on Drugs and Crime (UNODC).

Kerjasama dan kolaborasi ini diakuinya sangat penting mengingat banyaknya narapidana kasus terorisme di Indonesia. Diharapkan dengan adanya pelaksanaan pelatihan-pelatihan antara Ditjen Pemasyarakatan dan UNODC. Sehingga dapat lebih melakukan kajian-kajian terkait penanganan narapidana terorisme melalui pendekatan proses disengagement.

“Hasil dari pembinaan WBP teroris diantaranya melemahkan partisipasi kelompok serta hilangnya dukungan komunitas. Hingga menurunnya tingkat risiko radikalisme dan residivisme serta napiter lebih siap dalam proses reintegrasi sosial,” pungkasnya. [bed.bb]

Tags: