Optimalkan Pengelolaan Energi, DPRD Sahkan Perda REUD

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Berbagai potensi sumber energi di Jatim akan dioptimalkan baik energi fosil maupun nonfosil. Sebab, rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) 2019-2050 telah disetujui komite pembahas di DPRD Jatim. Pengesahan ini langsung dilakukan oleh Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa bersama wakil ketua DPRD Jatim di ruang paripurna DPRD Jatim, Jumat (26/7) sore.
Anggota Fraksi Golkar Jatim, Moch Alimin mengatakan, dengan disahkan Raperda RUED menjadi perda 2019 – 2050 sangat diperlukan. Sebab, perda ini bisa mendukung dokumen Rencana Umum Energi Nasional (REUN).
Lebih lanjut, dalam dokumen RUEN sudah diproyeksikan bahwa kebutuhan BBM Indonesia pada tahun 2050 sebesar 1,9 juta barel perhari dimana 77 persen akan dipenuhi oleh impor.
Apa yang diprediksi REUN sudah mengamsumsikan energi Baru dan terbarukan (EBT) pada 2015 – 2050, yakni dari 20,3 MTOE menjadi 315 MTOE (Milion Tommes Of Oil Equivalent) atau setara juta Ton minyak.
“Ditengah melimpahnya potensi yang bersumber dari EBT tersebut perlu didukung dan Fraksi Golkar Jatim setuju dengan adanya Raperda RUED menjadi Perda,” ujar Alimin yang juga anggota komisi E DPRD Jatim ini.
Perda RUED tersebut disusun untuk merencanakan pengelolaan energi di Jatim. Kondisi energi di Jatim saat ini dan ekspektasi pada masa yang akan datang tercantum dalam perda. Perda itu juga akan menjadi rujukan dalam penyusunan rencana umum ketenagalistrikan daerah (RUKD) dan rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL).
Rujukan tersebut sangat penting. Apalagi, pada 2017 rasio elektrifikasi atau masyarakat Jatim yang menikmati energi listrik baru mencapai 91,4 persen. Juga, untuk mencapai 100 persen, pemprov berupaya merealisasi pada 2020.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, perda akan dilanjutkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk sinkronisasi antara rencana umum energi daerah dan rencana umum energi nasional (RUEN).
Mantan menteri sosial itu menyebutkan, kebutuhan energi di Jatim masih cukup besar. Di kepulauan Madura, misalnya, Masih terdapat masyarakat yang belum menikmati aliran listrik. Pasokan bahan bakar minyak (BBM) juga kerap langka. Demikian pula di wilayah bagian selatan Jatim.
Selain itu, kebutuhan energi di Jatim dari tahun ke tahun naik. Hal tersebut seiring dengan pertumbuhan ekonomi Jatim yang berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Karena itu, diperlukan perencanaan energi secara terarah. Dengan begitu, ketersediaan dan permintaan terhadap energi bisa seimbang.
Salah satu energi yang sedang digalakkan di Jatim adalah energi nonfosil. Bahkan, banyak pihak yang diajak untuk berinvestasi di Jatim. “Itu kan tidak terlalu besar, ya. Tapi, butuh di banyak titik, apakah sampah basah atau sampah plastik,” tuturnya.
Sebelumnya, pihaknya juga menerima tamu dari Malaysia. Di Malaysia, sampah plastik yang sudah dibersihkan bisa dijadikan bahan baku baju, sepatu, kursi, dan sebagainya yang 100 persen ekspor. “Bisa memberi nilai tambah dan memberi dampak lingkungan yang positif. Itu yang kita kembangkan,” terang dia.
Teknologi pengolahan sampah plastik yang tidak mahal dan tidak ruwet tersebut, imbuh dia, akan dikoordinasikan dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Gubernur perempuan pertama di Jatim itu menilai ITS mampu untuk mengatasi permasalahan sampah, termasuk yang ada di Mojokerto. “Dan ini bisa menjadi energi listrik. Nilai tambahnya bisa berlipat,” pungkasnya. [geh]

Tags: