Optimisme TRS Memudar, Pemkot Belum Beri Kesempatan Diskusi

Surabaya, Bhirawa
Belum jelasnya kepastian pengembangan Taman Remaja Surabaya(TRS) berdampak semakin tidak berkembangnya taman hiburan legendaries di Surabaya tersebut. Pihak PT Star sebagai pengelola Taman Remaja Surabaya (TRS) mengaku tidak punya kendali penuh atas TRS karena sampai saat ini belum mendapat kesempatan berdiskusi dengan Pemkot Surabaya.
“Terakhir 20 Februari 2016 lalu bertemu Pemkot itu sifatnya bukan diskusi, tapi instruksi, untuk segera menyiapkan penutupan,” kata Didik Harianto selaku Direktur Operasional PT Star saat dikonfirmasi, Senin (30/1) kemarin.
Untuk diketahui sejak tidak diperpanjangnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) lahan TRS oleh Pemkot Surabaya pada 2006 lalu, tidak ada investasi yang masuk ke PT Star.
Meski demikian, Didik tetap berharap ada diskusi antara PT Star yang berada di bawah naungan Far East Organization (FEO/perusahaan konstruksi asal Singapura,red) dengan Pemkot Surabaya mengenai desain pengembangan Pusat Seni dan Budaya di lahan TRS, Taman Hiburan Rakyat (THR), dan Hi Tech Mall.
Sementara itu, kondisi tempat hiburan bermain yang populer di era 90-an hingga tahun 2000-an lalu itu semakin terpuruk. Didik mengakui, pengunjung memang semakin berkurang dan sepi.
“Ya, sebagaimana perusahaan yang tidak memiliki kepastian hukum, siapa yang mau berinvestasi,” katanya.
“Kami ini kan menjalankan tempat wisata, yang paling penting memang penyegaran wahana. Supaya lebih menarik, untuk mengundang pengunjung. Lalu infrastrukturnya,” ujarnya.
Didik, selama ini juga mendapat dukungan dari beberapa komunitas pengunjung agar tetap memperjuangkan supaya TRS tidak ditutup. “Sekarang ini ya kami hanya bisa menunggu saja,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya Agus Iman Sonhaji mengakui, Pemkot Surabaya memang belum memiliki grand design Pusat Budaya dan Seni di Taman Remaja Surabaya (TRS) dan Taman Hiburan Rakyat (THR).
“Untuk menuju grand design harus beres dulu semuanya. Jadi proses pailit (PT Star) dan proses hukumnya sudah selesai, baru kami susun grand desain-nya. Selama ini selalu begitu,” ujarnya.
Alasannya, bila masih ada proses hukum yang berlangsung dan belum tuntas maka Pemkot belum bisa sepenuhnya melakukan aktivitas pengembangan TRS dan THR. Apalagi, Pemkot Surabaya juga sedang menunggu kontrak sewa lahan oleh PT Sasana Boga, pengelola Hi-Tech Mall Surabaya habis pada 2019 mendatang.
Lahan Hi Tech Mall rencananya juga akan disatukan dengan TRS dan THR untuk menjadi pusat budaya dan seni itu. “Kalau bikin grand desain dulu pas masih belum pasti milik Pemkot sepenuhnya, kalau muspro, tidak jadi atau karena kendala lain bagaimana?” ujarnya.
Meski demikian, Pemkot Surabaya telah menganggarkan perluasan lahan TRS di APBD Surabaya 2017 sebesar Rp11 miliar untuk lahan seluas 900 meter persegi. Mengenai hal ini, Agus mengatakan, seiring proses pailit berjalan, setidaknya Pemkot menyiapkan pembebasan lahan mulai tahun depan.
“Jadi sesuatu yang mengarah ke grand design itu uangnya sudah beres semua. Kita siapkan dulu perluasan lahannya, kalau hukumnya sudah beres, lahan beres, baru grand desain,” katanya.
Lahan yang akan dibebaskan untuk perluasan TRS dan THR, kata Agus, adalah lahan yang ada di depan TRS. Namun belum jelas, lahan sebelah mana yang dia maksudkan. Mengenai rencana Rapat Umum Pemegang Saham PT Star yang akan berlangsung dalam waktu dekat, Agus Iman Sonhaji mengatakan hal itu bukan kewenangannya. (geh)

Tags: