Orangtua Diminta Sepakati Kontrak dengan Sekolah

Sejumlah wali murid mendaftarkan putera-puterinya dalam PPDB jalur prestasi yang dibuka sejak, Selasa (21/6). Sebagian harus pulang lantaran tidak memenuhi kualifikasi. [adit hananta utama]

Sejumlah wali murid mendaftarkan putera-puterinya dalam PPDB jalur prestasi yang dibuka sejak, Selasa (21/6). Sebagian harus pulang lantaran tidak memenuhi kualifikasi. [adit hananta utama]

Surabaya, Bhirawa
Setelah melalui proses panjang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), para siswa akan memulai hari pertamanya masuk sekolah tahun ajaran 2016/2017, Senin (18/7) hari ini. Momentum ini dianggap penting, karena orangtua perlu menyepakati kontrak dengan sekolah selama menitipkan anaknya.
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Saiful Rachman menuturkan, Kemendikbud telah mengeluarkan peraturan agar orangtua mengantar siswa pada hari pertama masuk sekolah baru. Yang lebih penting dari itu adalah kesepakatan antara orangtua dengan sekolah dalam bentuk kontrak. “Antara sekolah dengan orangtua itu harus terjadi mutual benefit (keuntungan bersama). Siswa belajar dengan nyaman, guru juga mengajar dengan profesional dan tenang,” kata Saiful, Minggu (17/7).
Mantan Kepala Badan Diklat Jatim ini menjelaskan, sesuai SE Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) nomor B/2461/M.PANRB/07/2016, Aparatur Sipil Negara (ASN) mendapat dispensasi untuk mengantar anak di hari pertama masuk sekolah. Saiful mengungkapkan, kesempatan ini jangan disia-siakan. Terutama untuk membangun interaksi antara orangtua dan guru di sekolah. “Bukan diliburkan kerjanya, tapi dispensasi untuk mengantar. Setelah itu kembali bekerja,” jelasnya.
Saiful mengakui, berbagai persoalan yang muncul dari sekolah kerap terjadi. Mulai dari kekerasan terhadap anak hingga kriminalisasi guru. Semuanya berawal dari kontrak antara sekolah dengan orangtua yang tidak berjalan baik. “Ketika anak disekolahkan, bukan berarti orangtua lepas tanggung jawab,” kata dia.
Selain itu, persoalan antara orangtua, siswa dan guru yang terjadi di sekolah harus diselesaikan terlebih dahulu dengan mekanisme sekolah. “Sekolah punya tata tertib, guru punya dewan etika, kalau ada masalah tidak boleh langsung dikriminalkan begitu saja,” terang Saiful.
Sementara itu di Surabaya, munculnya proses PPDB melalui meja wali kota sempat membuat banyak pihak melempar kritik. Namun, Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya akhirnya mengeluarkan kebijakan baru terkait siswa layak miskin.
Kepala Dindik Surabaya Ikhsan menegaskan, pendidikan bagi siswa layak miskin harus terjamin. Karena itu, pihak sekolah baik negeri maupun swasta harus peka terhadap keberadaan mereka. Apakah siswa telah memiliki Surat Keterangan Tanda Miskin (SKTM) atau belum. “Mitra warga bukan hanya ada di sekolah negeri, melainkan juga sekolah swasta. Karena itu, tolong pihak sekolah melakukan pengecekan kembali terkait latar belakang ekonomi peserta didiknya,” tutur Ikhsan.
Jika ada siswa di sekolah swasta, lanjut dia, dan ternyata memang layak miskin maka harus digratiskan. Sebab, selama ini sekolah negeri maupun swasta telah menerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari APBN dan Bantuan operasional pendidikan daerah (Bopda) dari APBD.
Sebelumnya, Tommy Ardyansyah yang terpental dari jalur mitra warga di SMKN 3 Surabaya telah ditangani langsung Dindik Surabaya. Dengan difasilitasi Dindik Surabaya, Tommy dapat bersekolah di SMK Kartika II tanpa dipungut  biaya apapun.
Kabid Pendidikan Menengah dan Kejuruan Dindik Surabaya Sudarminto menuturkan, sekolah swasta maupun negeri wajib mengalokasikan kuota 5 persen bagi warga tidak mampu. “Untuk siswa mitra warga, Pemkot Surabaya juga memberikan bantuan perlengkapan sekolah”, pungkas Sudarminto. [tam]

Tags: