OSPEK: Kekerasan atau Pendidikan Mental

Septi IrawanOleh :
A. Septi Irawan
Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi (HIMAPRODI) Hukum Pidana UIN Sunan Ampel Surabaya

Masa-masa ajaran baru saat ini, setiap perguruan tinggi pasti mengadakan yang namanya orientasi terhadap mahasiswa baru atau yang lebih akrab dinamakan OSPEK. Pada dasarnya sesuai aturan Kemendikbud maupun Kemenag tidak membolehkan kekerasan terjadi selama Ospek berlangsung. Tetapi, tidak sedikit beberapa perguruan tinggi yang melanggar aturan tersebut dengan melakukan pendidikan mental bagi calon mahasiswa baru. Sungguh menjadi hal yang sangat krusial dan dilematis ketika dualism pemahaman yang terjadi antara pihak pemerintah dan mahasiswa.
Bagi mahasiswa Ospek sebagai sarana gunan memberikan pendidikan bagi mahasiswa baru yang notabene masih baru lulus sekolah menengah atas. Dimana pemikiran mayoritas mahasiswa baru masih dipengaruhi oleh kultur ketika SMA. Sehingga pendidikan mental perlu dilakukan guna mengukuhkan mereka menjadi mahasiswa yang sesungguhnya. Sementara itu, ada sebagian orang tua yang merasa khawatir dan menganggap bahwa Ospek adalah ajang bagi para mahasiswa senior untuk balas dendam dengan melakukan kekerasan kepada juniornya. Hal inilah yang hingga kini menjadi dualism pemahaman yang belum terpecahkan.
Maha yang berarti tertinggi dan siswa yang berarti orang yang sedang menuntut ilmu.Secara keseluruahn Mhasiswa bermakna seseorang yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Jelas, disini ada perbedaan mendasar pola pendidkan antara siswa dan mahasiswa. Siswa cenderung belajar sesuai dengan apa yang menjadi petunjuk oleh gurunya. Sementara itu, mahasiswa cenderung belajar terhadap segala sesuatu yang dilihat,dialami, dan dirasakan. Apalagi ditambah teori yang diajarkan ketika mahasiswa sangatlah sedikit, sehingga tak mengherankan jika banyak para mahasiswa yang mendapat ilmu baru di luar bangku perkuliahan.
Kekerasan atau Pendidikan Mental
Bagi kalangan tertentu ada yang berasumsi bahwa Ospek menjadi ajang kekerasan. Aka tetapi, ada pula yang berasumsi bahwa Ospek adalah pendidikan mental bagi calon mahasiswa baru. Entah apa pemehaman yang benar tentang Ospek, tetapi faktanya perilaku mahasiswa senior terhadap mahasiswa baru pada dasarnya ditujukan sebagai pendidikan mental.
Setiap menjelang ajaran baru, biasanya seringkali terdengar berita tentang kekerasan yang dilakukan mahasiswa tingkat terhadap adik kelasnya. Memang sesuai Standar Operasional Procedure (SOP) dari para penyelenggara Ospek tidak satu pun yang menyebutkan adanya kekerasan selama Ospek berlangsung. Hanya pendidikan mental saja yang masih tetap dipertahankan sebagai esensi dari Ospek itu sendiri.
Biasanya kekerasan tersebut dilakukan oleh beberapa oknum mahasiswa saja yang memang dengan sengaja melakukannya. Entah itu karena kesengajaan atau kealphaan dari mahasiswa tingkat. Pada intinya Ospek bukanlah ladang kekerasan bagi mahasiswa. Sebagaia mahasiswa tentunya mereka mepmpunyai etika dalam setiap tindakan yang merka lakukan. Apalagi sebelumnya mereka juga pernah mengalami hal serupa.
Bagi sebagian orang tua diharapkan untuk segera melaporkan oknum mahasiswa yang diduga melakukan pelanggran. Karena sesuai aturan Pemerintah tidak ada yang namany kekerasan. Hanya saja pendidkan mental saja yang masih tetap dipethankan sebagai langkah untuk mendidik calon mahasiswa baru.
Diferensiasi pemahaman inilah yang perlu diluruskan, agar setiap orang tua maupun pihak kampus bisa menerima segala aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Tanpa adanya tendensi dan perbedaan pendapatyang dirasa tidak perlu. Karena memang Pendidkan mental pada era sekarang sangatlah perlu diberlakukan terhadap generasi muda sebagai langkah untuk mengantisipasi perubahan zaman yang semakin global. Identitas nasional harus mulai ditanmakan terhadap para mahasiswa. Agar ketika mereka menjadi pemimpin bisa menjadi seorang yang mampu menjaga amanah cita-cita luhur bangsa Indonesia.
Mencetak Generasi Handal
Pendidikan mental saat ini bukanlah hampa tanpa tujuan yang pasti. Melainkan memiliki peran yang sangat vital terhadap kualitas generasi penerus bangsa khususnya mahasiswa. Indonesia saat ini tengah merasakan getah akibat salah mendidik terhadap para pejabat negara. Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menjadi budaya adalah pola pendidkan mental yang keliru yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Sekarang ini banyak sekali ditemukan seseorang yang pandai dalam hal keilmuan. Tetapi, tak sedikit yang memiliki mental buruk.
Mahasiswa saat ini harus tetap mendapat pendidkan mental. Meskipun dari semenjak memasuki sekolah mereka telah menadapatkan pendidkan mental. Sejak SD, SMP, maupun SMA pendidikan mental senantiasa dilakukan. MOS atau Masa Orientasi Siswa adalah Ospek ketika masih berada di jenjang pendidikan menengah. Tujuannya sama saja yaitu untuk memberikan pendidikan ental bagi para siswa.
Tingkat kenakalan remaja yang semakin tinggi setiap tahunnya, akibat perubahan lifestyle generasi muda. Menjadi suatu ancaman yang perlu segera dihilangkan dan ditiadakan. Mengingat generasi muda menjadi penopang bagi kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara. Generasi muda yang handal tercetak dibawah naungan orang-orang yang handal. Oleh karena itu, semakin handal yang mencetak, maka semakin hebat pula hasil cetakannya. Saati ini yang dibutuhkan tidak hanya kepandaian semata. Mental yang baik ditunjang dengan keahlian akan menjadi hal yang sangat diutamakan.
Buah jatuh tidak jatuh dari pohonnya. Jikalau generasi saat ini yang duduk di pemerintahan melakukan kedzaliman terhadap rakyat. Maka, tak bisa dipungkiri jika generasi muda saat ini cenderung akan meniru mereka. Sehingga pendidkan metal harus senantiasa ditanamkan di segala jenjang pendidkan tak terkecuali bangku perkuliahan. Sistem pendidkan nasional yang saat ini lebih berorientasi pada pencapaian nilai hasil belajar tanpa memperhitungkan akhlah setiap pelajar. Tentunya menjad ancaman yang harus segera diubah. Oleh karena itu, pada akhirnya saat ini ada tiga aspek yang menjadi objek penilaian, diantaranya: kognitif (penegetahuan), psikomotor (prktek), dan afektif (akhlak).
Indonesia perlu pemuda hebat yang mengisi posisi stategis dalam membangun negeri. Kepandaian dan mental yang terbentuk menjadi sesustu yang mutlak ada di era sekarang ini. Semoga dengan tujuan yang ikhlas dan jelas segala cita luhur bangsa bisa diwujudkan dengan baik.

                                                                                                ——————- *** ——————–

Tags: