Otto Diduga Berambisi Gagalkan Pelantikan Gubernur

Surabaya, Bhirawa
Kubuh pasangan Khofifah-Herman (BerKah) sepertinya tidak bisa menerima kekalahan dalam Pilgub Jatim 2013 lalu. Buktinya, lewat kuasa hukumnya, Otto Hasibuan terus melakukan  manuver dan  berkeinginan menggagalkan pelantikan Gubernur Jatim yang rencananya digelar pada 12 Pebruari mendatang.
Ketua Koordinator bidang hukum Tim Pemenangan KarSa, Martono mengaku mendapat informasi ada gerakan penolakan terhadap pasangan Soekarwo dan Saifullah Yusuf (KarSa) dimotori oleh orang-orang Jakarta yang sengaja ingin membuat Jatim tak kondusif. “Saya memang mendengar ada upaya gerakan yang ingin menghalangi pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim terpilih. Dalangnya ternyata bukan orang Jatim, jadi yang menolak pelantikan KarSa itu bukan masyarakat Jatim,” ujarnya, saat dikonfirmasi Senin (3/2).
Menurut mantan Ketua DPD Partai Golkar Jatim, kengototan orang-orang pendukung pasangan Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawireja (BerKah) dimotori Otto Hasibuan selaku kuasa hukum BerKah pada sengketa Pemilukada Jatim di Mahkamah Konstitusi (MK), sangat bertentangan dengan kesepakatan siap kalah dan menang pasangan calon pemilukada Jatim dengan Polda Jatim.
“Upaya penolakan pelantikan KarSa itu sama saja menghianati kesepakatan siap kalah dan menang. Saya berharap semua pihak menghormati putasan MK yang bersifat final dan mengikat,” tegas pria yang juga dosen Hukum Ubaya Surabaya.
Patut diduga pernyataan Akil Moechtar yang menyatakan putusan hakim panel MK memenangkan pasangan BerKah adalah bagian dari pertanggungjawaban terhadap kesepakatan yang telah dibuat bersama tim pemenanngan Khofifah. “Bisa jadi Akil sudah pernah menerima sesuatu untuk memenangkan Khofifah, tapi karena dia keburu ditangkap KPK sehingga belum sempat merealisasi janjinya. Dengan pernyataan itu diharapkan bisa mendiskualifikasi pelantikan KarSa,” jelasnya.
Senada, Trimoelja D Soerjadi mantan kuasa hukum KarSa di MK menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga tak ada upaya hukum apapun yang bisa membatalkan putusan MK. “Otomatis upaya penundaan pelantikan juga tidak ada. Dan permohonan penangguhan itu kelas tak ada dasar hukumnya,” jelasnya.
Menurutnya, sebagai sesama praktisi hukum, kalau diminta tolong untuk mengajukan permohonan penangguhan pelantikan gubernur dan wakil gubernur Jatim terpilih tentu dirinya akan menolak. “Otto Hasibuan harus berasumsi hukum acara di MK itu keputusan hakim panel tak hanya sekedar rekomendasi untuk dibawa ke Rapat Permusyawaratan Hakim. Jadi kalaupun posisi 2:1 rapat hakim panel memenangkan Khofifah itu bohong sebab yang berhak memutuskan adalah pleno hakim atau rapat permusyawaratan hakim,” tegas Trimoelja
“Saya berani nyatakan Akil berbohong bahwa hakim pleno putuskan Khofifah menang karena dia tidak ikut RPH. Pernyataan Akil itu patut dipertanyakan sebab dalam hukum acara di MK tidak seperti itu,” tambah pengacara gaek ini.
Ditegaskan Trimoelja, kebohongan Akil jelas terlihat dalam transkrip BBM yang diungkap KPK. Dalam BBM Akil mengakui ada permintaan uang Rp10 M kepada KarSa melalui Zainudin Amali selaku Ketua DPD Partai Golkar Jatim dengan ancaman akan membatalkan kemenangan KarSa.
Dari sisi itu bisa diasumsikan adanya upaya pemerasan. Sebab pada saat BBM itu berlangsung belum ada putusan panel hakim MK karena tanggal 2 Oktober 2013 itu bersamaan jadwal sidang pemeriksaan saksi ahli. Dan putusan baru dibacakan tanggal 7 Oktober 2013. “Setelah memimpin sidang pemeriksaan saksi pada Rabu (2/10) itu, Akil langsung pulang lalu ditangkap KPK. Jadi logikanya jelas dia tak mungkin menggelar rapat panel hakim,” beber Trimoelja.
Lantas apa tujuan manuver pernyataan itu? Patut diduga, kata Trimoelja tujuannya adalah untuk mendelegitimasi kemenangan KarSa sehingga mereka berusaha menolak pelantikan Soekarwo-Saifullah Yusuf. [Cty]