Overweight, Wasting dan Stunting Jadi PR Bersama

Makanan bergizi dapat mengatasi masalah perkembangan pada anak

Makanan bergizi dapat mengatasi masalah perkembangan pada anak

Surabaya, Bhirawa
Stunted (perawakan pendek), juga merupakan masalah masyarakat kelas menengah atas. Berdasarkan data dari WHO 2014, Indonesia menempati urutan ke-17 dari 117 negara dengan prevalensi overweight (berat berlebih atau obesitas), wasting (perawakan kurus) dan stunting (perawakan pendek) yang tinggi pada balita.
Data yang dihimpun, ada sekitar 14% balita wasting, hampir 15% balita overweight dan balita stunting mencapai proporsi tertinggi yaitu 35%. Selain jumlahnya yang cukup tinggi di Indonesia, balita stunting menggambarkan kejadian kurang gizi yang dampaknya bukan hanya secara fisik, tetapi justru pada fungsi kognitif.
”Masalah perawakan pendek (stunting), tidak berhenti di tinggi badan Si Kecil. Dalam jangka pendek, kekurangan zat besi dan asam amino berdampak terhadap tumbuh kembang, daya tahan tubuh dan fungsi kognitif. Tanpa asupan nutrisi yang cukup, dalam jangka panjang, kekurangan zat besi yodium, zinc dan vitamin A, bisa mengakibatkan terjadinya penurunan IQ dan risiko penyakit seperti obesitas, diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi, dan osteoporosis,” jelas dr. Endang Dewi Lestari, MPH, SpA(K), Spesialis anak konsultan, Pakar Nutrisi dan Penyakit Metabolik.
Ia, menegaskan, nutrisi yang cukup selama periode emas atau 1000 Hari Pertama Pertumbuhan Si Kecil, berperan penting dalam mengantisipasi dampak dari masalah gizi kompleks. Karena pada periode emas, otak, otot dan tulang rangka berkembang pesat dan ketika Si Kecil genap berusia 2 tahun, perkembangan otaknya sudah sama dengan 80% otak orang dewasa.
Menanggapi pernyataan di atas Kepala Dinkes Jatim Harsono mengaku, masih adanya kasus balita pendek (stunting) menjadi perhatian banyak pihak. Dinkes mengajak masyarakat untuk bersama-sama menyelesaikan masalah stunting. .
Harsono mengaku, sampai saat ini ada 26 persen anak di bawah umur lima tahun (balita) di Jatim tumbuh dalam keadaan stunting. Meski masih 26 persen, namun angka ini ternyata masih di bawah target program Millennium Development Goals (MDGs) yang menargetkan minimal adalah 32 persen. “Kita sebenarnya masih di bawah target MDGs sehingga program MDGs sebenarnya sudah kita penuhi,” katanya.
Harsono mengatakan, saat ini Dinas Kesehatan berupaya memerangi balita bertumbuh pendek. Ada beberapa daerah yang hingga saat ini menjadi penyumbang terbesar anak bertubuh pendek di antaranya di daerah Madura. Dari data yang ada, wilayah dengan jumlah anak bertubuh pendek terbesar ada di Kabupaten Pamekasan dengan jumlah balita stunting mencapai 45 persen. Selain itu juga Kabupaten Jember dengan kasus stunting sebanyak 43,5 persen dari total anak di Jember. Kabupaten Situbondo sebanyak 41,5 persen dari total anak di Situbondo serta Kabupaten Bangkalan dengan jumlah kasus stunting sebanyak 37,5 persen dari total anak di Bangakalan.
“Penyebab utama stunting adalah asupan makanan tidak seimbang dimana orang tua tidak bisa memadukan antara karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan air,” ungkapnya.
Selain itu, anak dengan stunting biasanya juga berasal dari riwayat berat badan lahir yang rendah, serta adanya penyakit tertentu. Namun dari beberapa faktor, yang paling dominan adalah kurangnya asupan gizi saat anak masih berada di kandungan. “Memang ada juga faktor keturunan, tapi tidak dominan. Asalkan asupan gizi baik maka faktor keturunan tidak berlaku,” ujarnya. [dna]

Tags: