PA Sidoarjo Kewalahan Tangani Sidang Cerai

Suasana ruang tunggu yang padat, pemohon cerai menunggu giliran untuk menjalani sidang perceraian di Kantor Pengadilan Agama (PA) Sidoarjo. [achmad suprayogi/bhirawa]

Suasana ruang tunggu yang padat, pemohon cerai menunggu giliran untuk menjalani sidang perceraian di Kantor Pengadilan Agama (PA) Sidoarjo. [achmad suprayogi/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Setiap bulan Pengadilan Agama (PA) Sidoarjo rata-rata menangani gugatan perceraian sebanyak 400 perkara. Hal ini diungkapkan Wakil Pengadilan Agama Sidoarjo, H Mubarok, saat menerima Praktek Kerja Lapangan (PKL) Mahasiswa IAI Al-Khoziny Sidoarjo, yang diserahkan Pembantu Rektor (Purek) III, H Mashadi dan Kepala Prodi Syariah, Muttaqin, Rabu (13/1) kemarin.
Menurut Mubarok yang didampinggi Kasubbag Perencanaan dan Informasi, Heru Santoso, dengan banyaknya perkara ini maka para pemohon cerai harus rela secara bergantian, karena kondisi ruang sidang dan ruang tunggu yang tak memadai. Karena kondisinya seperti ini, sempit, mohon dimaklumi.
”Angka perceraian di Kab Sidoarjo sendiri dari tahun ke tahun terus naik secara signifikan. Data PA Sidoarjo menyebutkan, tahun 2014 jumlah perkara perceraian yang diajukan penggugat sebanyak 4.232 perkara. Sedangkan, tahun 2015 jumlah angka perceraian yang diajukan penggugat dan diputus sebanyak 4.432 perkara,” papar Mubarok.
Sebenarnya pihak PA Sidoarjo sudah mencoba sekuat tenagan, untuk melakukan mediasi dalam menangani perkara gugatan perceraian yang diajukan pemohon. Namun, nampaknya mediasi tak bisa menemukan titik temu, sehingga perceraian yang dilakukan oleh pemohon berjalan terus. Adapun faktor penyebab gugat cerai maupun gugat talak di PA Sidoarjo, diantaranya, karena tak ada keharmonisan anatara pasangan suami-istri, adanya pihak ketiga, atau perselingkuhan dan tak ada rasa tanggung jawab antara salah satu pihak. ”Rata-rata penggugat perceraian di PA Sidoarjo antara umur 20 tahun hingga 30 tahun,” jelasnya.
Kondisi seperti ini pernah dijelaskan Plt Panitera PA Sidoarjo, Drs Mat Busiril MH, menurutnya, kalau banyaknya kasus perceraian itu merupakan fenomena alam. Karena menurutnya sudah terjadi sejak zaman dahulu. Apalagi gugatan cerai yang dilakukan oleh seorang istri datanya lebih tinggi dari pada kasus cerai talak.
Menurutnya, kasus gugat cerai yang diajukan seorang istri tahun 2013 sudah mencapai 2.127 kasus, tahun 2014 hingga Bulan September sudah mencapai 1.615 kasus. Sedang kasus cerai talak yang dilakukan seorang suami tahun 2013 mencapai 1.153 kasus, dan di tahun 2014 hingga Bulan September sudah mencapai 806 kasus.
”Banyak hal penyebabnya, diantaranya kurang adanya tanggungjawabnya dari seorang  laki-laki, termasuk adanya alat-alat teknologi yang sudah modern juga bisa jadi penyebab. Termasuk adanya orang ketiga, yang dikenal dengan malalui jejering sosial HP, yakni facebook, catting, twitter dan lainnya,” katanya.
Hal yang sama juga dikatakan seorang pengacara yang sering menangani kasus perceraian di Kantor PA Sidoarjo, Mansyur SH juga membenarkan kalau  perceraian diakibatkan kurang tanggungjawabnya seorang kepala rumah tangga. Diantaranya, kurang perhatiannya terhadap ekonomi. Meski, di sisi lain juga ada seorang ibu yang sudah tercukupi secara ekonomi, dan merawat anak-anaknya di rumah, namun seorang laki-lakinya melakukan perselingkuhan. Akibatnya banyak sekali seorang istri yang melakukan gugat cerai. [ach]

Tags: