Pahlawan Kesantunan Kesantunan Nasional

(Sejarah Pemuda Santri Pertahankan Kedaulatan Bangsa)

Oleh :
Yunus Supanto
Wartawan Senior, Penggiat Dakwah Sosial Politik

Seorang remaja bernama Abdul Hamid, berguru di pesantren Tegalsari, Ponorogo, diasuh kyai Hasan Besari. Ke-gandrungan pada kitab kuning, Abdul Hamid melanjutkan belajar tafsir Al-Quran pada kyai Baidlowi, Bagelen, Bantul. Abdul Hamid, kelak, memberontak kepada penjajah Belanda. Mengobarkan Perang Jawa yang dahsyat (tahun 1825-1830).
Abdul Hamid, tak lain, adalah Pangeran Diponegroro. Sewaktu lahir, ibunya memberi nama Mustahar. Sedangkan ayahnya, Hamengkubuwono III, memberinya nama Raden Mas Antawirya. Sebagai pewaris tahta Kasultanan (dan telah diberi mandat), ia memiliki nama (dan gelar) Abdul Hamid CokroAmirul Mu’mininSayyidin Panatagama Kalifatullah Tanah Jawa. Namun ia menolak tahta, karena merasa bukan putra dari permaisuri. Ia juga tidak tinggal di keraton, melainkan di kastil nenek buyutnya, di kampung Tegalrejo.
Perang Jawa, gerilya selama 5 tahun, memerlukan biaya sekitar 20 juta gulden. Belanda kehilangan 8 ribu tentara berkebangsaan Eropa, 7ribu berkebangsaan Jawa dan Melayu. Tetapi korban pada pasukan Pangeran Diponegopo, juga sangat banyak. Total korban masyarakat Jawa sebanyak 200 ribu jiwa. Sehingga usai perang, warga Yogya bagai berkurang separuh. Itu perang paling dahsyat di dunia sepanjang abad XIX (19).
Sebelum Pangeran Diponegoro, pengobar jihad fi sabilillah yang dahsyat, dikobarkan oleh Patih Unus. Pada tahun 1513, telah menyerbu Portugis di Malaka. Patih Unus, bernama asli Abdul Qadir bin Muhammad Yunus bin Syeh Khaliqul Idris. Ia memiliki trahhabaib (keturunan Kanjeng Nabi Muhammad ke-21). Kapten kapal Portugis, Fernao Peres, dalam surat (bertanggal 22 Pebruari 1513) yang ditujukan kepada penguasa Portugis, bercerita kehebatan jung (kapal induk) milik Patih Unus.
Tembakan meriam besar Portugis bisa menjangkau jung, tetapi tidak tembus. Jung Patih Unus tetap utuh, karena berlapis besi tiga susun.Patih Unus gugur sebagai syahid pada penyerangan kedua, tahun 1521. Kepemimpinan tentara gabungan kerajaan Demak-Cirebon, diserahkan kepada Fatahilah, pemuda asal Pasai (Aceh).Juga berdarah habaib, dan menantu Raden Fatah pula.
Berebut Negeri Makmur
Tahun 1527, Fatahilah, berhasil mengalahkan Portugis di Sunda Kelapa. Sekaligus mengubah nama daerah menjadi Jayakarta (Jalan Kemenangan). Tanggal penaklukan (22 Juni) Sunda Kelapa oleh Fatahilah, diperingati sebagai hari Jakarta. Daerah Sunda Kelapadibangun pada abad ke-5 oleh Tarumanegara, raja Sunda. Pada abad ke-12 telah menjadi kawasan pelabuhan yang makmur. Banyak didatangi pedagang China, India, dan Timur Tengah. Negeri Nusantara, negeri makmur, gemah ripah loh jinawi, menjadi incaran kolonialisme barat.
Berbagai komoditas porselen, kopi, sutera, anggur, wangi-wangi-an hingga kuda, diperdagangkan. Dari kerajaan se-Nusantara diperdagangkan rempah-rempah.Pada tahun 1619, JP Coen (Belanda) datang menyerbu, dan membakar habis kota Jayakarta yang dibangun Portugis. Di atas puing-puing kota, JP Coen mendirikan kota baru, diberi nama Batavia. Penjajahan Belanda, dimulai.
Sebagian wilayah (terutama Indonesia timur) masih dikuasasi Portugis, yang menjajah secara brutal. Sering memicu perang. Di Ternate, muncul panglima belia (usia 30 tahun), bernama Pangeran Baabullah, anak Sultan Khairun. Sejak remaja telah belajar ilmu agama, sekaligus digembleng ke-militer-an. Pada tahun 1570, Portugis malah membunuh Sultan Khairun pada jamuan makan di rumah gubernur.
Pangeran Baabullah yang dilantik menjadi raja baru Ternate, segera mengobarkan jihad fi sabilillah melawan Portugis. Tidak butuh waktu lama, seluruh benteng Portugis bisa dikuasai pribumi. Hanya menyisakan kastil gubernur Lopez de Mesquita. Pangeran Baabullah, tidak menumpas habis keluarga Portugis, karena sebagian telah berkeluarga dengan pribumi.
Jihad di Ternate, adalah perang Soya-soya (pembebasan negeri). Menang besar. Kastil gubernur Lopez, di-isolasi, tidak dapat berhubungan dengan dunia luar selama 5 tahun. Keluarga gubernur yang sudah menyerah, juga tidak dihabisi. Hanya diminta segera meninggalkan Ternate. Seluruh teritorial Indonesia Timur, dipersatukan di bawah kekuasaan Sultan Baabullah. Bahkan Sultan Baabullah, tercatat sebagai perintis hubungan diplomatik dengan Inggris.
Jihad (berjuang) oleh santri secara angkat senjata selalu sambung menyambung. Pada awal abad ke-20, perjuangan dilanjutkan oleh Teuku Umar. Ketika meletus perang Aceh melawan Belanda(tahun 1873), Umar masih berusia 19 tahun. Berdasar catatan sejarah, pada 30 Maret 1896, Teuku Umar “disersi” dari dinas kemiliteran Belanda. Dengan membawa pasukan plus 800 pucuk senjata api, 25 ribu butir peluru, 500 kilogram amunisi, dan uang 18 ribu dolar.
Setiap zaman memiliki tantangan jihad yang berbeda. Berdasar grammar Arab, kata “jihad” harus terdapat tantangan. Bersyukur, masa kini di Indonesia terdapatperingatan HariPahlawan (10November),bagai men-dokumentasi-kan perang melawan tentara Sekutu yang diboncengi NICA (Belanda). Karena nyata-nyata NICA ingin bercokol kembali meng-kolonialisasi bangsa Indonesia.”Merdeka atau Mati,” menjadi jargon perang Surabaya, 10 November 1945.
Perang SabilillahSurabaya
Hari perang Surabaya berkait erat dengan Hari Santri, 22 Oktober 1945. Yakni, pernyataan”Resolusi Jihad”oleh kalangan Ulama se-Jawa dan Madura.Resolusi Jihad diberitakan koran harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, edisi, Jumat Legi, 26 Oktober 1945. Karena keterbatasan sarana komunikasi saat itu, berita tentang Resolusi Jihad, baru diterbitkan setelah ulama Yogyakarta pulang dari Surabaya.
Hari-hari setelah proklamasi 17 Agustus 1945, warga Belanda di Surabaya menunjukkan arogansi. Bekas pejabat Hindia Belanda yang melarikan diri ke Australia (dan mendirikan NICA), kembali berlayar menuju Indonesia.Realita kedaulatan negara bangsa (nation state) yang terancam penjajahan kembali, menjadi keprihatinan mendalam kalangan ulama. Maka, ulama mem-fatwa-kan resolusi jihad. Wajib berperang angkat senjata, bertaruh jiwa-raga, dan harta).
Pada klausul “Mengingat,” terdapat tiga kondisi riil yang menjadi pertimbangan. Dua diantaranya tentang kekejaman dan kejahatan penjajahan, dan pelanggaran kedaulatan terhadap negara merdeka (Indonesia). Pertama, dinyatakan,”Bahwa oleh pihak Belanda (NICA) dan Jepang yang datang dan berada di sini telah banyak sekali dijalankan banyak kejahatan dan kekejaman yang mengganggu ketenteraman umum.”
Pertimbangan kedua,”Bahwa semua yang dilakukan oleh semua mereka itu dengan maksud melanggar Kedaulatan Republik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali menjajah di sini,… .” Resolusi berpuncak pada klausul”memutuskan,”yang menyatakan,”Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat “sabilillah” untuk tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.”
Berselang sehari setelah terbit koran Kedaulatan Rakyat (27 Oktober), perang besar terjadi di Surabaya. Sepanjang hari-hari, sejak 27 Oktober 1945, benar-benarangkatsenjata. Berperangjihad (bertaruh jiwa, dan harta) mempertahankankemerdekaan yang telahdiproklamirkantigabulansebelumnya.Tiada perang 10 November 1945, tanpa resolusi jihad ulama. Proklamai kemerdekaan 17 Agustus 1945 belum diakui dunia, ditolak NICA. Indonesia di ujung penjajahan kembali.
Resolusi jihad, dan perang Surabaya (10 November 1945) sudahberlalu74 tahun. Yang mengkhawatirkan, adalah teladan ke-negarawan-an semakin krisis. Hampir seluruh pejabat publik telah terkotak-kotak dalam “sekte” ke-parpol-an. Yang tidak satu parpol dianggap musuh, diserang melalui hoax (dan fitnah) di media sosial. Maka kini, diperlukan re-orientasispirit kejuangan kerukunan nasional, termasuk melalui peringatan Hari Pahlawan, dengan kontemplasi, dan istighotsah doa bersama.
Kebersamaan dalam doa (diantaranya pembacaan shalawatNariyah). Jihad, masih perlu digalanguntuk mempertahankan kerukunan bangsa Indonesia yang bhinneka (plural). Kerukunan, termasuk tidak menista dalam medsos, menjadi pilar kemajuan negara bangsa.Kerukunan akan meng-gelora-kan kesetiaan, sedia berkorban dengan model jihad sesuai zaman. Terutama bersama-sama meraih cita-cita proklamasi, yang tercantum dalam konstitusi.
UUD pada mukadimah alenia keempat, menyatakan, “membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia danuntuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa … .”
——— *** ———

Tags: