Pajak Wajib Mensejahterakan

Karikatur PajakSudah nampak tanda perekonomian bergerak lebih cepat. Diantaranya, nilai kurs rupiah telah semakin jauh dari ambang psikologis, dibawah Rp 14 ribu-an per-US$. Dan yang paling membanggakan, catatan perolehan pajak meraih rekor tertinggi yang pernah dicapai selama ini. Penghasilan dari pajak (tahun 2015) mencatat rekor tertinggi sepanjang sejarah. Nilainya menembus angka Rp 1.000,- (seribu trilyun rupiah).
Perolehan pajak (kali ini), sebenarnya bukan disebabkan pertambahan jumlah WP (Wajib Pajak). Melainkan disebabkan pelayanan setoran pajak yang lebih transparan. Dibayarkan melalui transfer bank sesuai tagihan. Masyarakat percaya, dan merespons transparansi pembayaran pajak melalui ke-taat-an. Seperti jinggle iklan pajak, “orang bijak taat pajak.” Terbukti, transparansi dapat meningkatkan penghasilan pemerintah.
Tahun 2015 merupakan era sulit (perekonomian), didera pelemahan ekonomi global. Namun ternyata dapat menghasilkan pajak cukup besar. Walau masih dibawah target P-APBN (Perubahan APBN) 2015 yang dipagu Rp 1.294 trilyun. Semula target P-APBN dianggap muluk-muluk. Karena tahun 2014 lalu, perolehan pajak hanya 982 trilyun. Artinya, realisasi perolehan tahun 2015 tumbuh sebesar 1,83%. Itu belum sampai  akhir tahun 2015.
Perhitungan perolehan total pajak tahun takwim, biasanya baru diketahui sekitar bulan Pebruari tahun berikutnya. Sehingga diperkirakan, target P-APBN 2015 akan tercapai. Karena masih akan terdapat tambahan pajak dari sektor non migas, PPh migas, bea dan cukai. Juga masih terdapat kemungkinan tambahan dari ekses manajemen. Antaralain revaluasi aset BUMN perbankan, dan properti, serta melakukan pendekatan terhadap 50 Wajib Pajak (WP) besar dan reinventing policy.
Boleh jadi, ekses manajemen perpajakan akan “berbuah” pada perolehan pajak tahun 2016. Ditaksir (tahun 2016) akan mencapai Rp 1.400-an trilyun. Maka merespons “top skor” Ditjen Pajak seyogianya memacu upaya perbaikan manajemen. Terutama kemudahan setoran pajak, serta pemotongan (pungutan) otomatis oleh WP badan. Misalnya, pemotongan pajak langsung oleh bendaharawan institusi (perusahaan dan perkantoran) swasta maupun pemerintah.
Kemudahan pajak, juga bisa dilakukan melalui pemberian insentif, berupa pengurangan sampai penghapusan denda pajak. Terbukti, beberapa Pemerintah Daerah (propinsi) sukses menambah PAD (Pendapatan Asli Daerah) melalui insentif pemutihan denda pajak. Termasuk Pemprop Jawa Timur, selama beberapa tahun memberi insentif pemutihan denda, bertepatan dengan hari jadi propinsi.
Pajak, merupakan amanat konstitusi. UUD pasal 23A meng-amanatkan, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Jadi, undang-undang (di dalamnya terdapat manajemen pajak), juga menjadi penentu perolehan penghasilan negara. Karena itu diperlukan inovasi untuk mengokohkan ketaatan penunaian pajak. Diantaranya menjamin integritas.
Ke-taat-an membayar pajak, juga ditentukan oleh perilaku pemerintah. Masyarakat WP niscaya akan taat pajak, manakala hasil pajak digunakan untuk mengelola penyelenggaraan kenegaraan, sebagaimana amanat UUD pasal 23A. Dan pengelolaan negara yang baik, pastilah berujung kesejahteraan rakyat. Konstitusi juga meng-amanatkan penyelenggaraan sistem jaminan sosial, serta pemberdayaan masyarakat.
UUD pasal 34 ayat (2) menyatakan, “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.” Amanat konstitusi ini menjadi pijakan untuk menerbitkan UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Jamsosnas). Serta UU Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Masih banyak amanat UUD dan UU, yang belum dilaksanakan pemerintah. Dibutuhkan penghasilan negara yang lebih besar, serta garansi transparansi. Namun penyelenggaraan negara yang “sehat,” lazimnya tidak sekadar memungut pajak dari rakyat. Melainkan mampu menggali penghasilan dari usaha negara. Bukankah ini negeri kayaraya (sumberdaya alam yang dikuasai oleh negara)?

                                                                                                        ———- 000 ———-

Rate this article!
Tags: