PAK 2018, Gubernur Fokuskan pada Penanganan Kemiskinan

karikatur ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo SH, MHum menegaskan bahwa pada Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2018, kemiskinan menjadi fokus utama. Di mana ditargetkan pada tahun ini kemiskinan di Jatim turun hingga 9,44 persen.
“Tidak ada pembangunan gedung yang signifikan, hanya perbaikan. Yang lain untuk kepentingan yang belum selesai pada kemiskinan,” ujar gubernur yang akrab disapa Pakde Karwo tersebut, Minggu (22/7).
Pemprov Jatim memang menargetkan angka kemiskinan pada tahun ini menurun berada di 9,44 persen. Target tersebut cukup besar dibandingkan pada September 2017 yang berada pada 11,2 persen. Optimisme ini bukan tanpa alasan jika melihat perkembangan hingga Maret tahun ini yang telah mengalami penurunan mencapai 10,1 persen.
Melihat penurunan dari Maret 2009 yang masih 18,51 persen, hingga menjadi 11,2 persen pada September tahun lalu tentunya optimisme terhadap target tersebut bisa tercapai.
Untuk merealisasikan target itu, Pakde Karwo saat ini terus membahas sektor mana saja yang sangat mempengaruhi. “Masih kami bahas, kami cek di lapangannya seperti apa. Karena itu tadi klaster kita kan harus mampu bersama wong cilik,” tegasnya kepada wartawan.
Sementara itu, juru bicara Komisi E DPRD Jatim Gunawan memberikan beberapa masukan dari hasil pembahasan laporan pertanggungjawaban APBD 2017. Untuk bidang kesehatan, pihaknya mengusulkan kepada Dinas Kesehatan agar melanjutkan program pilot project total coverage asuransi kesehatan. Hal ini dikarenakan hingga saat ini masih banyak masyarakat miskin di berbagai kabupaten/kota yang semestinya dapat terkaver Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari pemerintah pusat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional, belum mendapatkannya.
“Alokasi anggaran sebesar Rp 30 miliar yang dikelola Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur diperuntukkan Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin masih dirasa kurang mencukupi,” ujar Gunawan.
Politisi PDI Perjuangan ini juga memberikan masukan agar Balai Latihan Kerja (BLK) dilakukan evaluasi dengan memaksimalkan peran BLK. Standar pengajarannya pun harus sesuai dengan kebutuhan pasar kerja internasional. Dengan begitu diharapkan bisa mencetak tenaga kerja terampil.
“Kemudian kami juga merekomendasikan kepada pemprov untuk melakukan koordinasi dengan kabupaten/kota terkait PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial). Sehingga jumlahnya bisa ditekan,” tandas Gunawan. [cty]

Tags: