Pakar Hukum Unair Nilai Rentetan RUU Saling Berkaitan

Hukum Tata Negara Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR), Dwi Rahayu Kristianti, S.H, M.A

Surabaya, Bhirawa
Penundaan pengesahan rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) hingga saat ini masih menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan.
Hal itu yang kemudian mendorong dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR), Dwi Rahayu Kristianti, S. H., M. A., turut memberikan penialainnya.
Menurutnya draft RUU tersebut sudah terekam dalam Baleg (Badan Legislatif) DPR sejak 12 Oktober 2016. Untuk membuat draft RUU PKS tersebut membutuhkan waktu selama dua tahun hingga pada 2 September 2019 masuk dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)
“Jadi memang perlu adanya pelibatan masyarakat (tokoh agama, adat, dan sebagainya dalam perancangan dan pengesahan RUU PKS. Jelas tujuannya ini untuk menciptakan paradigma baru yang menjamin masyarakat bebas dari kekerasan seksual,” ungkapnya Dalam acara diskusi Membongkar Kebut Legislasi (10/10) di Gedung C FH UNAIR.
Pada hukum acara, lanjut dia, lebih ditekankan untuk merangkul korban dan memperhatikan haknya. Hal tersebut masih sangat bertolak belakang jika dilihat dalam DIM yang sebelumnya terdapat sembilan kekerasan seksual yang dipadatkan kembali hanya menjadi empat kekerasan seksual.
“Penyusutan tersebut membuat adanya celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh beberapa orang. Penundaan pengesahan RUU PKS oleh DPR RI adalah bukan urusan penting bagi negara. Masih banyak RUU selain PKS yang belum dibahas. Jika dilihat runtutan RUU yang diusulkan DPR RI, semuanya terhubung satu sama lain dalam agenda besar,” tegasnya.
Hal tersebut menurutnya tidak sesederhana mempersalahkan kepemimpinan Presiden Joko Widodo baik atau jahat. Semua RUU yang dibahas sebenarnya bukan perkara personal, tapi sudah struktural.
Persoalan lain yakni tentang RUU ketenagakerjaan yang direvisi oleh pemerintah banyak mendapat penolakan karena merugikan para buruh. Terutama jika dilihat secara seksama RUU Ketenagakerjaan akan berkaitan dengan RUU PKS yang akan merugikan para buruh wanita.
“Adanya ketimpangan gaji dan perlakuan terhadap perempuan masih banyak dijumpai. Hal tersebut membuat para kapitalis akan ketakutan jika rentetan RUU yang memperjuangkan isu kesetaraan gender disahkan dengan cepat,” pungkasnya. [ina]

Tags: