Pakar ITS Nilai Keberadaan Alun alun Surabaya Bisa Geser Lalin

Maket pembangunan Alun-alun Surabaya. Rencananya saat pembangunan basement akan dilakukan penutupan Jalan Yos Sudarso selama enam bulan.

Surabaya, Bhirawa
Keberadaan Alun-Alun di Jalan Yos Sudarso Kota Surabaya, Jawa Timur, selain sebagai “public space” atau tempat berkumpul warga, nantinya juga akan menggeser lalu lintas kendaraan bermotor ke kawasan pinggir.
Pakar Tata Kota Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Surabaya, Maztri Indrawanto, di Surabaya, Rabu, mengatakan keberadaan alun-alun akan menggeser kendaraan bermotor ke kawasan pinggir. Hal ini terintegrasi dengan infrastruktur jalan yang telah disiapkan Pemkot Surabaya.
“Ini nyambung dengan jaringan transportasi yang ada, seperti Middle East Ring Road (MERR), Jalur Lingkar Luar Barat (JLLB) dan Jalur Lingkar Luar Timur (JLLT),” katanya.
Selama ini, lanjut dia, pola pikir masyarakat menilai bahwa konsep alun-alun itu berupa ruang terbuka hijau, tapi esensi yang dibuat Pemkot Surabaya berupa “publik space” dengan inovasi di tengah kota yang lahannya terbatas.
“Maka keterbatasan lahan itu telah dijawab Pemkot Surabaya dengan membuat ‘space’ baru itu,” katanya. Ia menjelaskan pola pikir alun-alun yang berada di tengah kota dengan keterbatasan lahan ini tidak semata-mata sekadar sebagai titik kegiatan kumpul warga di dekat Balai Pemuda Surabaya.
Akan tetapi, lanjut dia, alun-alun yang terletak di pusat perekonomian kota dengan keterbatasan lahan, merupakan bentuk nuansa baru seperti kota-kota besar atau metropolis di dunia.
“Namun hadirnya ‘public space’ tersebut diharapkan juga bisa memberikan nilai lebih, tidak hanya sekadar nilai rupiah atau ekonomi, tapi juga sosial,” ujarnya.
Menurutnya, jika dilihat konsep Alun-Alun Surabaya, berada di titik sentral yang sangat strategis, yakni di sisi barat ada Balai Pemuda, dari arah selatan menuju utara ada poros yang di tengahnya ada Bambu Runcing dan Tunjungan.
“Hal ini saling berintegrasi antara beberapa jaringan penting yang saling berkesinambungan,” ujarnya. Namun demikian, kata dia, pihaknya juga mendorong Pemkot Surabaya agar mampu mengintegrasikan “public space” itu menjadi kesatuan dengan beberapa jaringan tanpa mengurangi nilai ekonominya.
“Akan tetapi yang paling penting adalah hadirnya alun-alun di tengah kota menandakan bahwa Surabaya mampu menjawab kebutuhan ruang untuk ‘public space’,” katanya.
Maztri menilai di sisi lain, keberadaan alun-alun Surabaya itu secara tidak langsung menggambarkan keberpihakan pemkot dalam mendukung pejalan kaki.
Bahkan di tengah kota yang saat ini dipandang masif dengan kegiatan ekonomi, bangunan dan manusia, nantinya kualitas udara akan semakin meningkat.
Sebab, kata dia, pergerakan kendaraan bermotor akan mulai bergeser dari pusat kota ke kawasan pinggiran. “Manfaat lain yang didapat adalah kualitas udara di pusat kota nanti akan semakin meningkat karena nantinya kendaraan bermotor terkurangi dan inilah tantangan rentetannya,” katanya.
Sehingga suatu saat, kata Maztri, masyarakat yang punya maksud dan tujuan ke pusat kota dilakukan dengan berjalan kaki atau bersepeda. Keberadaan alun-alun itu nantinya juga akan menggeser kendaraan bermotor ke kawasan pinggir.
Namun demikian, Maztri menjelaskan, untuk memulai proses pembangunan alun-alun itu pastinya ada dampak lain yang ditimbulkan. “Tapi ke depan itu sebagai momentum untuk sosialisasi bahwa ke depan pejalan kaki dan nonmotor itu akan didorong,” katanya.
Maka dari itu, ia berharap, agar masyarakat menerima keberadaan alun-alun ini tidak hanya sekadar bentuk bangunan kegiatan. Akan tetapi juga bisa melihat fungsi lain dari manfaat alun-alun di tengah kota itu.
Namun tentunya hal ini juga harus diimbangi dengan jalur sepeda yang ada untuk terus dimaksimalkan, sehingga jauh-jauh ini masyarakat perlu dipahami bahwa ini awal untuk menata sistem transportasi. [dre]

Tags: