Pakar Pendidikan Godok Sistem Zonasi dalam PPDB

Para pakar pendidikan mendiskusikan terkait persoalan dalam sistem PPDB 2019 dalam FGD yang digelar Unesa, Kemarin (4/7).

Zonasi Guru, Pertimbangkan Kompetensi dan Jumlah Guru
Surabaya, Bhirawa
Aturan Permendikbud no 51 tentang Zonasi, dinilai oleh pakar pendidikan terlalu dini untuk diterapkan. Pasalnya, road map yang digunakan oleh Mendikbud masih terkesan belum jelas. Sehingga, dalam implementasinya di beberapa wilayah mengalami gejolak dalam masyarakat. Hal itu kemudian dibahas dalam forum group discussion (FGD) yang diadakan Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Kamis (4/7).
Diungkapkan Rektor Unesa, Prof Nurhasan adanya FGD dimaksudkan untuk mencari dan mendiskusikan solusi terkait kebijakan yang diterapkan Mendikbud dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 tentang zonasi. Hasil diskusi tersebut, kemudian akan disampaikan kepada Presiden, Majelis Rektor, Kemendikbud hingga Kemenristekdikti.
“Kita harapkan sistem zonasi ini perlu ada identifikasi awal. Tidak hanya memikirkan tempat tinggal siswa. Tapi juga SDM yang meliputi guru dan perangkat yang ada didalamnya,”ujar dia.
Terlebih, kata dia, sistem zonasi dipandang sebagai kebijakan untuk pemerataan mutu pendidikan. Sehingga perlu dilakukan identifikasi berupa pemerataan mulai siswa, tempat tinggal, guru hingga sarpras. Jika peta tersebut sudah ada, maka sistem zonasi bisa diterapkan.
“Ketika di penerapannya belum ada pemetaan, disarankan perlu disiapkan pemetaan lebih cepat,” ungkapnya.
Prof Nur Hasan menekankan, dalam system zonasi ada tiga hal yang harus ditekankan. Yakni akselerasi, kreasi dan inovatif. Di samping itu juga harus memenuhi unsure adaptif antara kementerian terkait harus berkolaborasi. “Jika ini tidak dilakukan aka nada persoalan baru. Seperti kebijakan SMP ini dipegang daerah SMA dipegang provinsi komunikasi ini harus dibangun dengan kuat,”katanya.
Oleh karena itu, kajian terkait penerapan sistem zonasi harusnya bisa dilakukan minimal dalam satu semester atau enam bulan. Prof Nur Hasa juga berpendapat jika adanya sangsi dalam aturan Permendikbud no 51 harusnya berupa peringatan, bukan ancaman pencabutan anggaran pendidikan.
“Karena ini (zonasi) kebijakan baru harusnya perlu disosialisasikan dan didiskusikan bukan langsung pada sangsi pencabutan anggaran,”tutup dia.
Sementara itu, terkait wacana pemerataan guru yang digaungkan Mendikbud sebagai salah satu upaya pemerataan mutu pendidikan usai zonasi, Guru Besar Unesa bidang Pendidikan Kejuruan, Prof Luthfiah Nur Lailah mempunyai pendapat lain. Menurut dia, belajar dari sistem zonasi, untuk pemerataan guru harusnya bisa dilakukan secara bertahap. Dalam artian ada daerah yang dijadikan pilot project terkait penerapan zonasi guru. Sebab, tidak semua daerah memiliki kondisi pendidikan dengan kualitas dan mutu yang sama. Apalagi, kompetensi guru juga diperhitungkan dalam zonasi guru. Seperti kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi pedagogik dan kompetensi keprofesian. Di samping itu juga pemerintah juga harus mempertimbangkan jumlah guru. Karena di banyak wilayah masih terjadi kekurangan guru.
“Zonasi guru juga kebijakan awal. Pasti nanti diawal penerapannya juga akan menimbulkan gejolak bagi mereka. Ada yang senang ada yang tidak. Kalau di perkotaan sistem ini (zonasi guru) tidak terlalu berdampak. Lain hal ketika di daerah tertinggal,”papar nya.
Terlebih, ia menilai banyak guru di Jawa Timur belum memenuhi kualifikasi. Sehingga jika diterapkan secara serempak akan memicu persoalan baru. Bagaimana dengan peningkatan kompetensi guru, dalam artian kondisi mutunya setara. “Dimanapun guru ditugaskan akan memberikan layanan dan pelayanan terbaik. Ini jika kualifikasi dan kompetensi mereka sudah mumpuni dan ada kesetaraan dalam mutunya,”kata dia.
Namun, diakuinya, beberapa hal juga telah dilakukan oleh pemerintah untuk peningkatan kompetensi guru. Seperti pengembangan keprofesian guru berkelanjutan, program PPG sebagai upaya untuk meningkatkan mutu dan jumlah guru.
“Sekalipun pemerataan sarpras sudah dilakukan, tapi kalau kompetensi guru tidak memenuhi dan tidak ditingkatkan, juga tidak akan menyelesaikan meningkatkan kualitas pendidikan,”ujarnya. [ina]

Tags: