Pakar Statistik Sarankan Perluas Sasaran Pendidikan

Kresnayana Yahya

Kesiapan Hadapi Perubahan Masyarakat 5.0
Dindik Kota Surabaya, Bhirawa
Pakar statistik ITS dan Enciety Business Consult, Kresnayana Yahya meminta stakeholder pendidikan untuk memperluas sasaran pendidikan. Hal itu terkait kesiapan menghadapi perubahan masyarakat di era 5.0. Di mana perubahan masyarakat itu terlihat dari yang awalnya masa merambah, bercocok tanam, revolusi industri, informasi masyarakat hingga saat ini memasuki sustainable society. Hal itu disampaikan yahya dalam Forum Perangkat Daerah bidang Pendidikan yang diadakan Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya, kemarin (26/2).
Menurut dia, masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk mengambil peran. Dan pendidikan harus peka dalam melihat perubahan tersebut.
“Merespon itu, kita tahu bahwa pendidikan bukan lagi urusan Dispendik atau Pemerintah Kota Surabaya. Tapi seluruh elemen. Saya ingin semua paham itu,” tegas dia.
Menanggapi persoalan tersebut, ia menilai jika hal itu sama saja dengan konsep sharung ekonomi. Di mana semua pihak bisa mengambil peran. Sebab, tantangan ke depan juga cukup terbuka. Seperti halnya ekonomi kreatif dan konten kreator yang saat ini memiliki pasar yang cukup ketat.
“Sekarang ini, jangan pernah anak itu didominasi kalau besar menjadi dokter, polisi, tentara, dan sebagainya. Sasaran kita sekarang berubah, bukan lagi bekerja untuk bos, melainkan untuk society,” jelas dia. Karena ke depan, sentral pendidikan bukan hanya di kelas. Lebih dari itu, guru akan berperan untuk mengajar caranya belajar atau learning how to learn. Tidak lagi hanya memberi materi yang ssebanyak-banyaknya.
“Anak-anak harus dirangsang untuk mencari,” imbuh dia. Sehingga, pada tahun 2020/2021, diharapkan fokus yang diutamakan adalah dengan memberdayakan anak untuk mempunyai multiple intellegence. Dengan peran stakeholder adalah mengkreasikan program. Misalnya, Yahya mencontohkan, prosentase pembelajaran yang 20 persennya dilakukan dengan belajar ke kantor polisi, kantor DPRD, kantor pos dan sebagainya. “Metode belajar harus berubah agar anak-anak bisa mandiri,” katanya. Selain Kresnayana Yahya yang didapuk menjadi pemateri, mantan Rektor Unesa Prof Muchlas Samani yang mengajak peserta untuk menilik upaya negara Singapura dalam mereformasi pendidukan. Yang mana hal utu akan ditargetkan pada tahun 2025. Namun, untuk menyonsong hal itu, proses sudah dimulai pada tahun 2016 lalu. Hal itu karena generasi muda negara Singapura tidak sekuat generasi terdahulunya.
“Singapura ingin membentuk generasi tangguh, yang jika jatuh tapi bangun kembali. Gagal, tapi tidak patah. Itu tangguh. Itu yang sekarang didesain oleh Singapura agar anaknya tangguh meskipun negaranya makmur,” jelas dia.
Itu bisa dimulai dari perbaikan atau peningkatan kualitas sumber daya guru. Kendati negara Singapura memiliki luas yang hampir sama dengan Kota Surabaya, namun menurut dia, guru di Singapura mendapat pelatihan selama 90 jam dalam setahun. “Tapi bukan ceramah. Guru pintar itu bukan karena dilatih tapi perlu gesekan antar guru,” katanya. Analoginya, seperti proses pemutihan beras di mana beras tersebut digesekkan sesama beras. “Artinya harus ada kompetisi antar guru,” pungkas dia. [ina]

Tags: