Pakde Karwo Kembali Tegaskan Dukung Penuh Risma

12-tolak-dolly-tutupPemprov, Bhirawa
Penolakan terkait penutupan lokalisasi prostitusi Dolly dan Jarak Surabaya masih terjadi. Namun Gubernur Jatim Dr H Soekarwo SH, MHum menganggap wajar adanya aksi penolakan itu. Orang nomor satu itu memastikan akan mendukung penuh langkah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam upaya menutup lokalisasi.
Pada sisi lain Pakde Karwo, panggilan karibnya, meminta Wali Kota Surabaya lebih intensif melakukan pendekatan dan penyadaran kepada pekerja Dolly untuk meminimalisasi aksi penolakan.
“Pokoknya kita serahkan semuanya pada Bu Wali Kota. Pemprov akan mendukung  sepenuhnya langkah-langkah yang akan diambil. Itu penting, agar para PSK bisa lepas dan memiliki solusi hidup yang lebih baik. Niat baik pemkot ini yang kami dukung,” katanya, saat dikonfirmasi di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa (20/5).
Pakde Karwo mengakui, kendala yang cukup besar penutupan lokalisasi yang konon terbesar se- Asia Tenggara itu bukan pada para PSK dan mucikari. Tetapi masyarakat sekitar lokalisasi yang selama ini hidupnya banyak bergantung pada keberadaan bisnis prostitusi.
“Yang harus dipikirkan juga adalah bagaimana masa depan mereka setelah lokalisasi ini ditutup. Tapi yang pasti hidup mereka akan menjadi lebih baik karena tidak ada kemaksiatan di sana,” ungkapnya.
Pakde Karwo juga berharap Wali Kota Surabaya bisa menemukan solusi yang terbaik atas rencana penutupan lokalisasi ini.  Pakde Karwo juga berharap ada sumbangsih pikiran dari Forimda (Forum Pimpinan Daerah), ulama, LSM dan tokoh-tokoh masyarakat. “Prisipnya bagaimana kita bisa mengurangi kemaksiatan di Jatim, agar keberkahan bisa melimbah di masyarakat Jatim,”tandasnya.
Seperti diberitakan Bhirawa sebelumnya, sebulan menjelang penutupan, elemen pekerja Dolly dan Jarak yang didukung elemen buruh, melakukan gerakan menolak penutupan. Senin (19/5) mereka menyerbu kantor Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, dan memaksa lurah dan camatnya untuk menandatangani sikap penolakan penutupan lokalisasi pelacuran Dolly.
Sementara itu, persiapan penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak Surabaya terus dilakukan Pemkot Surabaya maupun Pemprov Jatim. Salah satunya dengan pengumpulan KTP (Kartu Tanda Penduduk) sebagai syarat utama menerima bantuan uang stimultan dari Pemprov Jatim dan Kementerian Sosial (Kemensos) sebesar Rp 5 juta untuk mucikari dan Rp 3 juta untuk para PSK. Namun hingga 30 hari jelang penutupan ternyata tak ada satupun mucikari dan PSK yang mau menyerahkan KTP-nya. Padahal itu menjadi syarat formal pemberian bantuan.
Kepala Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Jatim Ratnadi Ismaon mengatakan  walaupun para mucikari dan PSK tak mau menyerahkan KTP, tapi rencana penutupan akan tetap berjalan sesuai rencana. Ada dugaan, penolakan mucikari dan PSK yang tidak mau menyerahkan KTP-nya dikarenakan mereka  tidak ingin ada penutupan, atau karena ada paksaan atau intimidasi untuk tidak menyerahkan KTP.
“Kami memang sulit membuktikan jika ada paksaan. Tapi kami tahu ada paksaan para PSK tidak boleh memberikan KTP-nya. Intimidasinya akan diungkap identitas PSK tersebut kepada orangtua atau keluarga, akan dibeber pekerjaan apa yang selama ini dilakukan di Surabaya, sehingga mereka takut,” ungkapnya.
Sementara itu dari DPRD Surabaya dikabarkan, rencana penutupan lokalisasi Dolly sampai saat ini tidak pernah dikoordinasikan dengan kalangan dewan. Bahkan  bagaimana penanganan masyarakat terdampak serta wilayah eks lokalisasi nantinya tidak pernah diungkapkan pemkot kepada para wakil rakyat.
Anggota Komisi D Masduki Toha mengatakan bahwa legislatif tidak pernah diajak koordinasi oleh Pemkot Surabaya terkait rencana penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak.
“Kami merasa dari awal tidak pernah diajak koordinasi dengan SKPD sebagai stakeholder. Sementara  yang mengadu ke sini (ruang dewan-red)  terkait penutupan beberapa lokalisasi sebelumnya memang banyak,” ucap Masduki Toha.
Menurut Masduki, banyak pihak terkait lokalisasi di Surabaya melaporkan berbagai permasalahan sebagai buntut penutupan lokalisasi yang tidak diprediksi Pemkot Surabaya.”Untuk itu  kami minta Pemkot Surabaya menyelesaikan dulu persoalan yang masih ditimbul di sejumlah lokalisasi, karena kami khawatir penutupan lokalisasi ini tidak tuntas dan mereka masih menjalankan aktivitasnya,” ucap Masduki Toha.
Sementara anggota Komisi C Reni Astuti juga mengaku tidak paham dengan rencana pengembangan eks lokalisasi Dolly oleh Pemkot Surabaya pasca penutupan nantinya. Menurut sepengetahuannya, dalam Rencana tata Ruang Wilayah(RTRW) Kota Surabaya terbaru , daerah lokalisasi Dolly akan dikembangkan sebagai wilayah usaha dan perdagangan.
“Tapi mengingat sampai saat ini Perda RTRW Surabaya belum disahkan pemerintah pusat, hal itu belum bisa menjadi patokan,” tegasnya. [iib.gat]

Tags: