Pancasila (wajib) “Sakti”

Foto Ilustrasi

Dasar (fiosofi) negara Pancasila, masih teruji baik sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Walau sekelumit minoritas (radikal kiri dan kanan) sering menghujat. Ingin menggantikan Pancasila dengan filosofi lain. Tetapi mayoritas (90%) rakyat Indonesia akan selalu melawan setiap upaya mengganti filosofi dasar negara Pancasila. Termasuk kalangan perguruan tinggi, kini lebih intensif “merawat” Pancasila, melalui kurikulum bela-negara. Serta aksi de-radikalisasi lebih sistemik.
Pada tahun 1984, Pancasila memperoleh sokongan kuat dari forum muktamar NU (Nahdlatul Ulama) ke-27 di Situbondo, Jawa Timur. Pancasila sebagai dasar negara dinyatakan “sudah final.” Artinya, Pancasila sudah diterima oleh kalangan muslim, dan tidak terjadi perdebatan. Tetapi pasca-reformasi 1998, dasar negara Pancasila mulai memperoleh hujatan. Diawali dengan penghapusan P4 (Pedoman Penghayatan dan pengamalan Pancasila). Dicabut dengan TAP MPR Nomor XVIII tahun 1998.
Begitu pula lembaga negara yang khusus “meruwat” Pancasila (BP7), dibubarkan. Tetapi saat ini disadari, bahwa Pancasila perlu penguatan. Sehingga pemerintahan presiden Jokowi, membentuk lembaga “peruwat” Pancasila. Yakni, Unit Kerja Presiden untuk Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Unit ini akan menjadi think-thank agar Pancasila dapat di-masyarakatkan lebih seksama. Terutama meng-antisipasi radkalisme yang menyasar Pancasila.
Dalam UKP-PIP, terangkum nama tokoh-tokoh terkemuka agama-agama, dan pucuk pemerintahan. Antaralain, mantan presiden (Megawati Soekarnoputri) mantan Wakil Presiden (Jenderal Try Sutrisno), serta Profesor Mahfud MD (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi). Juga terdapat Ketua MUI (KH Ma’ruf Amin), Ketua PB-NU Prof KH. Said Agil Siraj, dan mantan Ketua PP Muhammadiyah (Profesor Ahmad Syafi’i Ma’arif). Serta mantan pimpinan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Ketua Majelis Buddhayana Indonesia, dan Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia.
Tetapi kesaktian Pancasila, tidak cukup hanya melalui tekstual kurikulum sekolah sampai perguruan tinggi. Seperti 52 tahun lalu tanggal 1 Oktober 1965), kesaktian Pancasila diupayakan melalui pergulatan sengit. Terutama kalangan ulama (kyai) dan santri bersama tentara. Dilakukan gerakan kukuh memberangus aksi kekejaman PKI (Partai Komunis Indonesia). Tak kalah hebat dibanding perang kemerdekaan. Menjadi sejarah kelam sosial kebangsaan.
Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 1965, menjadi bukti, bahwa Pancasila tidak bisa digantikan oleh filosofi dasar negara yang lain. Pancasila tercantum dalam muqadimah UUD 1945, alenia ke-empat, berkait erat satu bagian dengan alenia ketiga tentang proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Alenia ketiga muqadimah UUD 1945, menyatakan, “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa… maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Alenia ke-tiga tersebut disambung dengan alenia ke-empat, melalui frasa kata “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia.” Pada akhir alenia ke-empat UUD 1945, tertulis (secara tekstual) kelima butir Pancasila, komplet. Dus Pancasila, berkait dengan proklamasi kemerdekaan. Meniadakan Pancasila, niscaya berarti meniadakan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Pelaku penistaan terhadap nilai-nilai Pancasila, tak beda dengan melawan negara.
Kesaktian Pancasila, bukan hanya sukses pada ujian percobaan penggantian sebagai dasar negara. Juga bukan sekadar menjadi asas tunggal untuk seluruh organisasi kemasyarakat dan partai politik. Melainkan utamanya, terealisasi pada tataran pelaksanaan bernegara dan berpemerintahan. Seperti diucapkan pada setiap pelantikan pejabat publik dan pejabat birokrasi. Yakni, melaksanakan UUD, terutama bagian muqadimah, sekaligus sebagai cita-cita proklamasi.
Juga tidak cukup hanya melalui retorika sumpah jabatan. Sebagai filosofi, Pancasila memerlukan aksi nyata, berperilaku seperti amanat kelima sila. Segenap pejabat publik (dan pejabat birokrasi) serta perangkat negara, wajib menjadi teladan pelaksanaan perilaku Pancasila. Utamanya menepati janjinya kepada rakyat, berlaku adil, dan tidak mencuri harta kekayaan negara.

                                                                                                                   ———   000   ———

Rate this article!
Tags: